Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat kota besar yang sangat gila kerja, kerap melupakan cuti dan memanfaatkannya untuk liburan. Padahal riset terbaru menyebutkan, mereka yang rajin bekerja justru memiliki peluang lebih tipis untuk naik jabatan dibandingkan karyawan yang gemar berlibur.
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Amerika Serikat (AS) alias U.S. Travel Association memiliki proyek riset yang diberi nama Project Time Off. Dari riset yang dilakukannya belum lama ini, diketahui sebanyak 55 persen pekerja di AS sama sekali tidak menggunakan jatahnya untuk liburan sepanjang 2015 lalu.
"Padahal berlibur itu sangat penting untuk meredakan stres dan terbukti efektif mempertebal dompet Anda," bunyi riset tersebut, dikutip dari
Travel and Leisure, Selasa (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Project Time Off menemukan bahwa karyawan yang mengambil libur justru lebih banyak memperoleh bonus dan kenaikan gaji. Pasalnya, karyawan yang lebih memilih bekerja tanpa liburan secara tidak sadar mengalami penurunan kualitas kerja karena rutinitas yang terus mereka lakukan di kantor.
"Mereka mungkin berpikir mengorbankan liburan akan membuat atasan senang. Padahal kenyataannya 23-27 persen yang mendapat promosi adalah mereka yang tidak melupakan liburan," ujar riset tersebut.
Selain itu, sebanyak 78 sampai 84 persen karyawan yang rajin berlibur juga tetap menerima kenaikan gaji dan mendapat bonus selama tiga tahun terakhir.
"Jadi mereka yang mengorbankan liburan untuk bekerja sama saja rugi. Keputusan untuk tidak berlibur juga membuat roda ekonomi AS tersendat," tulis Project Time Off.
Riset tersebut menyatakan, setidaknya uang sebanyak US$236 miliar tidak berputar di industri pariwisata AS karena warganya lebih banyak yang rajin bekerja.
"Uang sebesar itu seharusnya bisa dinikmati 1,8 juta tenaga kerja di AS dan menciptakan US$70 miliar pendapatan bagi mereka," ujar riset tersebut.
Katie Denis, Senior Program Director dari Project Time Off, mengimbau para manajer di perusahaan-perusahaan AS untuk mendorong anak buahnya mengambil jatah liburan.
"Tren ini harus diubah dari atasan. Kita membutuhkan bos yang memahami bahwa liburan bisa berdampak positif bagi produktivitas perusahaan," kata Denis.