Rotterdam, CNN Indonesia -- Rotterdam tak pernah jadi kota impian saya saat berkunjung ke Belanda. Selalu saja soal Amsterdam dan Amsterdam. Bayangan suasana yang modern dan unik, ditambah keberadaan bangunan, kanal dan jembatan populer seperti dalam foto selalu memanggil untuk ke Amsterdam.
Jujur, awalnya agak sedikit kecewa begitu tahu Amsterdam bukan kota yang akan saya tinggali saat datang ke Belanda pada bulan kemarin. Sampai di Bandara Schipol, sebuah kereta cepat sudah menunggu untuk membawa saya ke Rotterdam.
Perjalanan dari Schiphol ke Rotterdam Central Station memakan waktu sekitar 30 menit. Kereta berjalan cepat tanpa henti. Selama perjalanan, terlihat banyak kincir angin yang berputar perlahan. Tak heran bila Belanda disebut Negeri Kincir Angin, karena di setiap sudutnya terdapat banyak kincir angin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jangan bayangkan kincir angin ini berukuran 'gemuk' yang dibangun dari kayu atau batu bata. Kincir angin tradisional itu sudah berganti dengan kincir angin berukuran lebih ramping dan bergaya minimalis.
Kereta cepat yang membawa saya ke Rotterdam Central Station pun menghentikan lajunya. Saya sampai di Rotterdam.
Di akhir April, udara hangat musim panas seharusnya sudah mulai menyapa. Akan tetapi nyatanya, saya masih harus merapatkan jaket tebal yang dipakai. Sesekali membenahi posisinya, agar tak menggigil kedinginan di malam hari.
Saat itu sudah pukul 8 malam, namun masih ada sisa-sisa sinar matahari yang bersinar dan menggoreskan cahaya senja di langit. Di Jakarta, pada pukul yang sama, sinar matahari sudah benar-benar berganti sinar bulan.
Sesampainya di Rotterdam Central Station, saya langsung dibuat kagum dengan berbagai bangunan modern di sekitarnya. Sekeliling stasiun utama Rotterdam ini dipenuhi dengan bangunan yang apik. Ada kafe, restoran, dan ruko besar serta modern di sekitarnya. Dari kejauhan gereja antik seakan merangkum pemandangan cantik khas Eropa itu, kuno dan kekinian di saat yang bersamaan.
Sayangnya, saya tiba di malam hari dan sedikit sulit untuk menikmati malam yang semakin larut. Tak dimungkiri, Rotterdam memang berbeda dengan Amsterdam yang semakin malam semakin hidup. Jika Amsterdam adalah pusat kota yang tak pernah tidur, maka Rotterdam adalah 'desa' modern yang sepi dengan jam malam. Saya harus bersabar menunggu matahari terbit agar bisa menjelajah kotanya.
Malam itu, saya menginap di apartemen seorang warga negara Indonesia yang menikah dengan pria Belanda, Endang Fredriks. Meski baru pertama kali bertemu, namun ia menyambut saya dengan ramah dan hangat di tengah malam yang dingin di kota itu.
09.00 - Taman Sidelinge:Sinar matahari perlahan menyerbu masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela. Pagi yang cerah, meskipun angin dingin bertiup dan sedikit menusuk tulang. Pagi itu, Endang mengajak saya untuk berjalan-jalan pagi di sekitar Taman Prins Mauritssingel setelah sebelumnya menyantap seporsi roti bakar keju dan teh hangat.
"Ada taman di dekat sini, kebetulan hari ini Koningsdag, Hari Ulang Tahun Raja Belanda," kata Endang.
 (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
"Biasanya ada festival di mana semua orang menggelar toko dadakan dan menjual barang-barang bekas yang masih bagus," lanjutnya.
Saya pergi dengan bersenjatakan jaket tebal dan topi kupluk, tak lupa kamera. Namun Endang berpakaian sedikit berbeda. Dia berpakaian cerah.
Endang berpakaian serba oranye karena di hari Koeningsdag orang-orang Belanda berpakaian seperti itu. Ya Belanda, Negeri van Oranye.
Setelah berjalan kaki sekitar 15 menit, sampai juga saya di Taman Sidelinge. Tampak keramaian di sana. Anak-anak kecil berlarian sambil mengenakan atribut oranye dan khas Belanda. Mereka juga terlihat membuka lapak dagangan barang bekasnya untuk mendapatkan sedikit uang saku tambahan.
Bukan cuma pasar kaget ini yang seru. Area sekitar taman juga menyenangkan dan menenangkan. Taman dengan pohon-pohon besar dan aliran sungai yang bersih membuat pagi itu terasa lebih damai.
Kawanan bebek juga ikut merayakan bersinarnya matahari pagi sembari berenang sungainya.
Suasana yang menyenangkan untuk memulai pagi.
10.30 - Rotterdam Rijweg:Usai memulai hari di taman, saya langsung menuju ke kawasan 'Menteng'-nya Belanda, yaitu Rotterdam Rijweg. Di kawasan ini, rumah-rumah besar dengan dinding bata merah terlihat mewah dan tertata rapi.
Di Belanda, harga rumah tidaklah murah. Maka banyak orang yang lebih memilih untuk menyewa apartemen dengan luas tak seberapa. Namun, orang berduit tentunya memilih untuk membeli rumah dengan halaman besar. Tapi, tetap ada rumah-rumah kopel di Rijsweg.
Rumah kopel adalah dua rumah dengan satu atap. Di rumah kopel ini, satu pemilik 'berbagi atap' dengan pemilik lain, namun mereka tetap punya pintu masuk utama, halaman, dan pastinya kehidupan pribadi masing-masing.
Meski berada dalam kawasan mewah, namun warga di sini masih mengutamakan kehidupan bertetangga. Sama seperti perumahan di Jakarta, warganya tergabung dalam satu Rukun Tetangga dan memiliki grup bincang di aplikasi telepon genggam, yang digunakan untuk berbagi informasi sampai menitipkan rumah.
 (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
10.40 - Allerheiligste Verlosserkerk:Tak jauh dari Rotterdam Rijweg, terdapat sebuah gereja bernama Allerheiligste Verlosserkerk. Gereja ini dibangun pada 1882-1884. Seperti kebanyakan bangunan lain di Belanda, gereja rancangan arsitek Johannes Kayser ini dibangun dengan batu bata.
Gereja ini mengalami restorasi pada 1982-1984 setelah mengalami kebakaran di 1979. Saat itu, gereja ini sempat berubah menjadi kompleks apartemen. Namun di 1985, gereja ini kembali difungsikan sebagai gereja Katolik Roma.
Setelah pemboman Rotterdam pada Mei 1940, gereja ini menjadi kumpulan beberapa paroki yang dihancurkan. Namun setelah perang usai dan paroki gereja mulai dibangun kembali, gereja ini kembali menjadi gereja biasa.
11.00 - Stadsdriehoek:
Usai mengagumi gereja, di tengah udara dingin, saya terus berjalan kaki menuju ke halte bis. Jaraknya mungkin cukup jauh, tapi dengan lalu lintas yang tergolong sepi, serta pengendara mobil dan sepeda yang sangat menghormati pejalan kaki, berjalan santai terasa menyenangkan.
Mobil-mobil yang awalnya melaju kencang langsung menurunkan kecepatannya dan berhenti saat melihat ada pejalan kaki yang ingin menyeberang. Tak berapa lama, saya sampai di halte bus. Sudah ada bus yang menunggu penumpang.
"Busnya tidak akan jalan kalau waktu berangkatnya belum tiba, walaupun hanya kurang satu menit saja. Mereka sangat tepat waktu, kalau tidak penumpang bisa ngamuk," kata Endang.
Benar saja, di bagian depan bus terdapat layar yang menunjukkan arah serta jam keberangkatan. Informasi jam tiba dan berangkat ini juga bisa ditemukan di papan informasi halte.
Biaya bus ini biasanya dibayar dengan menggunakan kartu prabayar. Bisa juga membayar langsung di dalam bus, namun harganya akan jauh lebih mahal. Jadi pastikan Anda memiliki kartu transportasi sebelum berkeliling Belanda.
 Foto: CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti kartu transportasi |
Dengan perjalanan sekitar 30 menit, bus ini membawa saya berkeliling kota menuju ke Stadsdriehoek atau pusat kota.
Nama Stadsdriehoek berarti segitiga kota. Alasannya karena kawasan ini dibatasi oleh tiga kawasan yang membentuk segitiga, yaitu Coolsingel dan Schiedamsevest, Goudsevest, dan Nieuwe Mass.
Di area ini ada banyak ikon kota Rotterdam yang bisa dikunjungi, salah satunya adalah rumah kubus yang berada tepat di dekat Stasiun Kereta Bawah Tanah Blaak.
Rumah kubus ini merupakan rancangan karya desainer Piet Blom dan terletak di sebelah Gedung Pensil, Het Potlood.
Blom sendiri membuat rumah ini dengan derajat kemiringan 45 derajat dan membuatnya menjadi bentuk heksagonal. Desain rumah kubus ini mencerminkan desa di tengah kota, dengan tiap Rumah Kubus menggambarkan pohon sehingga membentuk hutan.
Hanya saja tujuan utama pembuatan Rumah Kubus ini adalah untuk mengoptimalkan luas lahan yang terbatas.
Rumah Kubus ini bukanlah mainan. Di dalamnya benar-benar ada orang yang tinggal.
Namun, karena penghuni 38 rumah kubus ini sering terganggu oleh kedatangan pengunjung, maka akhirnya dibuatlah sebuah Museum Kubus, di mana tamu bisa melihat dan merasakan hidup di dalam kubus.
Tepat di belakang Rumah Kubus terdapat pelabuhan tua Oude Haven. Di pelabuhan tua yang masih banyak kapal beroperasi ini terdapat jajaran kafe yang asik dijadikan tempat kongko.
Dari sini, Anda bisa melihat Witte Huis atau Gedung Putih. Tentunya bukan Gedung Putih Amerika, melainkan gedung tertinggi pertama di Eropa. Tapi itu dulu, kini ketinggiannya sudah tergantikan oleh gedung lainnya.
12.00 - Markthal:Suasana di sekitar Rumah Kubus sudah sangat ramai, Koningsdag yang menjadi hari libur nasional membuat banyak wisatawan dan warga lokal berbaur di Stadsdriehoek.
Usai melihat Rumah Kubus, perut sudah mulai terasa lapar. Tapi sebelum makan siang, lebih baik menikmati berbagai camilan unik yang ada di kota ini.
Di sini, saya bertemu dengan seorang kawan lagi, Annie Parwati. Bersama Annie dan Endang, saya mulai menuju ke Markthal. Gedung unik berbentuk huruf 'n' ini diresmikan pada Oktober 2014 oleh Ratu Maxima.
Awalnya, gedung ini adalah bangunan kantor, namun di bawahnya adalah sebuah pasar. Di dalam pasar modern ini, Anda bisa menemukan berbagai makanan, kafe, restoran, penjual keju, bunga, dan lainnya.
 (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Penjual keju di dalam Markthal terlihat diserbu banyak wisatawan. Tentu saja, siapa yang mau melewatkan keju saat ada di Belanda?
Toko keju ini menjual beragam keju misalnya De Rotterdamsche Oude, Kleine Boeren Kaasjes, dan lainnya. Tak hanya satu jenis keju, mereka menjual keju aneka rasa, seperti cabai, kelapa, bawang putih dan lainnya.
Namun yang menarik perhatian saya adalah adanya Kue Cannoli. Camilan ini sebenarnya bukanlah makanan khas Belanda, melainkan dari Sisilia, Italia.
Cannoli disebut juga sebagai tabung kecil karena bentuknya yang mirip. Tabung kecil kulit kue ini dipanggang sampai renyah, kemudian di bagian tengahnya diisi dengan krim keju, vanila, atau cappucino. Satu Cannoli ini jual seharga 1 Euro (sekitar Rp14.000).
12.30 - Stad:Setelah puas berkeliling bagian dalam Markthal, Endang dan Annie mengajak saya berkeliling lagi. Mereka berdua membawa saya berkeliling pusat perbelanjaan di Stad. Kawasan ini benar-benar memanjakan mata karena keindahan arsitektur kotanya.
Namun yang menarik perhatian adalah adanya mobil kotak musik. Mobil kotak musik antik yang masih diputar manual dengan tenaga manusia pun memainkan musiknya. Di bagian depan musiknya diberi hiasan boneka kayu dengan busana tradisionalnya.
13.00 - Saint-Laurenskerk:Petualangan kami berlanjut ke Rotterdam Central Station. Di sana saya membuat janji untuk bertemu dengan salah satu warga lokal Rotterdam, food blogger, sekaligus penulis buku panduan wisata Rotterdam, 'Discover My City Rotterdam', Guido Leurs.
"Dalam 14 tahun belakangan, saya melihat kota ini berkembang sangat signifikan. Rotterdam punya banyak petualangan baru yang ditawarkan untuk wisatawan," kata Guido pada saya.
Usai sebentar bercakap-cakap, kami melanjutkan perjalanan di area Rotterdam Central Station. Area yang semalam belum sempat saya jelajahi seluruhnya.
"Di area ini semua bangunan baru kecuali gereja dan balai kotanya," kata Annie.
"Saat Perang Dunia II, seluruh bangunan di sini terkena bom dan hancur. Hanya dua bangunan itu saja yang bertahan dan masih dipertahankan seperti aslinya sampai sekarang. yaitu balai kota dan Gereja Saint-Laurenskerk.
Gereja ini dibangun antara tahun 1449 dan 1525 dan didesain oleh Hendrick de Kayser. Gereja Laurenskerk merupakan bagian dari saksi sejarah PD II pada 1940.
Gereja tersebut sempat mengalami rusak berat dan ingin dihancurkan, namun ini dicegah oleh Ratu Wilhemina. Akhirnya gereja direstorasi pada 1950. Gereja Protestan ini merupakan basilika pertama yang dibangun dengan batu di Rotterdam.
13.30 - Coolsingel: (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Usai kilas balik sejarah Perang Dunia II di Sint-Laurenskerk, perjalanan pun dilanjutkan ke bangunan ke-dua yang selamat dari PD II, balai kota. Untuk menghemat waktu, kami menggunakan kereta bawah tanah dan berjalan melalui Karel Doormanstraat menuju Coolsingel, salah satu jalan tersibuk di Rotterdam.
Di Belanda, balai kota disebut sebagai Stadhuis. Stadhuis berada di pinggir jalan area Coolsingel. Gedung bergaya Eropa yang penuh arsitektur megah khas Eropa, lengkap dengan menara utama yang berwarna tosca. Gedung besar dengan banyak jendela dan terbuat dari bata ini menjadi pusat pemerintahan kota Rotterdam.
"Buat saya ini adalah salah satu gedung dengan eksterior terindah di Rotterdam. Detail gedung dan fakta bahwa gedung ini berdiri tegak sejak sebelum PD II menarik perhatian saya," kata Guido.
"Prof. Dr. Evers, yang membuat gedung ini terinspirasi dari beaux-arts dengan byzantine, romanesque dan art-deco."
14.00 - Hema:Terlalu senang melihat berbagai hal di Rotterdam ternyata sempat membuat kami lupa untuk mengisi perut. Akhirnya, kami memutuskan untuk sejenak istirahat dan makan.
Karena perut sudah terlalu lapar, akhirnya kami memutuskan untuk mencari restoran terdekat untuk makan. Restoran makanan cepat saji Hema jadi pilihan.
Restoran ini menghadirkan beragam makanan internasional, termasuk makanan Belanda, Inggris, sampai Indonesia.
Mereka menyajikan nasi goreng sampai rendang. Ada juga stamppot dan fish and chips.
Karena suka dengan sajian yang garing dan renyah, warga Belanda biasanya menggoreng ikan untuk menu Fish and Chips sampai warna yang nyaris terlalu pekat alias gosong. Untungnya lapisan tepung ini ternyata tak membuat daging ikan di dalamnya jadi terlalu matang.
15.30 - Pulang:Sayangnya, petualangan di Rotterdam harus berakhir. Saya segera menuju ke Rotterdam Airport untuk melanjutkan petualangan selanjutnya di Eropa, menuju ke kota wisata Barcelona di Spanyol.
Dalam semalam, Rotterdam mengubah anggapan kecewa saya. Di luar dugaan, saya kekecawaan saya berubah jadi kesenangan dan pengalaman tak terlupakan. Meski bukan kota tujuan wisata utama di Belanda, namun kota ini berhasil memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi yang jengah dengan kota besar dan mendambakan liburan yang benar-benar liburan.