LANCONG SEMALAM

Jatuh Cinta dengan Kota Pelabuhan Rotterdam

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Minggu, 28 Mei 2017 18:45 WIB
Rotterdam memang bukan kota wisata, tapi di kota pelabuhan terbesar di Eropa ini Anda bisa bisa jatuh cinta dengan ketenangan dan kenyamanannya.
Rumah Kubus di Rotterdam (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)
Rotterdam, CNN Indonesia -- Rotterdam tak pernah jadi kota impian saya saat berkunjung ke Belanda. Selalu saja soal Amsterdam dan Amsterdam. Bayangan suasana yang modern dan unik, ditambah keberadaan bangunan, kanal dan jembatan populer seperti dalam foto selalu memanggil untuk ke Amsterdam.

Jujur, awalnya agak sedikit kecewa begitu tahu Amsterdam bukan kota yang akan saya tinggali saat datang ke Belanda pada bulan kemarin. Sampai di Bandara Schipol, sebuah kereta cepat sudah menunggu untuk membawa saya ke Rotterdam.


Perjalanan dari Schiphol ke Rotterdam Central Station memakan waktu sekitar 30 menit. Kereta berjalan cepat tanpa henti. Selama perjalanan, terlihat banyak kincir angin yang berputar perlahan. Tak heran bila Belanda disebut Negeri Kincir Angin, karena di setiap sudutnya terdapat banyak kincir angin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun jangan bayangkan kincir angin ini berukuran 'gemuk' yang dibangun dari kayu atau batu bata. Kincir angin tradisional itu sudah berganti dengan kincir angin berukuran lebih ramping dan bergaya minimalis.


Kereta cepat yang membawa saya ke Rotterdam Central Station pun menghentikan lajunya. Saya sampai di Rotterdam.

Di akhir April, udara hangat musim panas seharusnya sudah mulai menyapa. Akan tetapi nyatanya, saya masih harus merapatkan jaket tebal yang dipakai. Sesekali membenahi posisinya, agar tak menggigil kedinginan di malam hari.

Saat itu sudah pukul 8 malam, namun masih ada sisa-sisa sinar matahari yang bersinar dan menggoreskan cahaya senja di langit. Di Jakarta, pada pukul yang sama, sinar matahari sudah benar-benar berganti sinar bulan.


Sesampainya di Rotterdam Central Station, saya langsung dibuat kagum dengan berbagai bangunan modern di sekitarnya. Sekeliling stasiun utama Rotterdam ini dipenuhi dengan bangunan yang apik. Ada kafe, restoran, dan ruko besar serta modern di sekitarnya. Dari kejauhan gereja antik seakan merangkum pemandangan cantik khas Eropa itu, kuno dan kekinian di saat yang bersamaan.

Sayangnya, saya tiba di malam hari dan sedikit sulit untuk menikmati malam yang semakin larut. Tak dimungkiri, Rotterdam memang berbeda dengan Amsterdam yang semakin malam semakin hidup. Jika Amsterdam adalah pusat kota yang tak pernah tidur, maka Rotterdam adalah 'desa' modern yang sepi dengan jam malam. Saya harus bersabar menunggu matahari terbit agar bisa menjelajah kotanya.

Malam itu, saya menginap di apartemen seorang warga negara Indonesia yang menikah dengan pria Belanda, Endang Fredriks. Meski baru pertama kali bertemu, namun ia menyambut saya dengan ramah dan hangat di tengah malam yang dingin di kota itu.

09.00 - Taman Sidelinge:

Sinar matahari perlahan menyerbu masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela. Pagi yang cerah, meskipun angin dingin bertiup dan sedikit menusuk tulang. Pagi itu, Endang mengajak saya untuk berjalan-jalan pagi di sekitar Taman Prins Mauritssingel setelah sebelumnya menyantap seporsi roti bakar keju dan teh hangat.

"Ada taman di dekat sini, kebetulan hari ini Koningsdag, Hari Ulang Tahun Raja Belanda," kata Endang.

perayaan Koningsdag 2017(CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)
"Biasanya ada festival di mana semua orang menggelar toko dadakan dan menjual barang-barang bekas yang masih bagus," lanjutnya.

Saya pergi dengan bersenjatakan jaket tebal dan topi kupluk, tak lupa kamera. Namun Endang berpakaian sedikit berbeda. Dia berpakaian cerah.

Endang berpakaian serba oranye karena di hari Koeningsdag orang-orang Belanda berpakaian seperti itu. Ya Belanda, Negeri van Oranye.

Setelah berjalan kaki sekitar 15 menit, sampai juga saya di Taman Sidelinge. Tampak keramaian di sana. Anak-anak kecil berlarian sambil mengenakan atribut oranye dan khas Belanda. Mereka juga terlihat membuka lapak dagangan barang bekasnya untuk mendapatkan sedikit uang saku tambahan.

Bukan cuma pasar kaget ini yang seru. Area sekitar taman juga menyenangkan dan menenangkan. Taman dengan pohon-pohon besar dan aliran sungai yang bersih membuat pagi itu terasa lebih damai.

Kawanan bebek juga ikut merayakan bersinarnya matahari pagi sembari berenang sungainya.

Suasana yang menyenangkan untuk memulai pagi.

10.30 - Rotterdam Rijweg:

Usai memulai hari di taman, saya langsung menuju ke kawasan 'Menteng'-nya Belanda, yaitu Rotterdam Rijweg. Di kawasan ini, rumah-rumah besar dengan dinding bata merah terlihat mewah dan tertata rapi.

Di Belanda, harga rumah tidaklah murah. Maka banyak orang yang lebih memilih untuk menyewa apartemen dengan luas tak seberapa. Namun, orang berduit tentunya memilih untuk membeli rumah dengan halaman besar. Tapi, tetap ada rumah-rumah kopel di Rijsweg.

Rumah kopel adalah dua rumah dengan satu atap. Di rumah kopel ini, satu pemilik 'berbagi atap' dengan pemilik lain, namun mereka tetap punya pintu masuk utama, halaman, dan pastinya kehidupan pribadi masing-masing.

Meski berada dalam kawasan mewah, namun warga di sini masih mengutamakan kehidupan bertetangga. Sama seperti perumahan di Jakarta, warganya tergabung dalam satu Rukun Tetangga dan memiliki grup bincang di aplikasi telepon genggam, yang digunakan untuk berbagi informasi sampai menitipkan rumah.

Jatuh Cinta dengan Kota Pelabuhan Terbesar Eropa, Rotterdam(CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)

10.40 - Allerheiligste Verlosserkerk:


Tak jauh dari Rotterdam Rijweg, terdapat sebuah gereja bernama Allerheiligste Verlosserkerk. Gereja ini dibangun pada 1882-1884. Seperti kebanyakan bangunan lain di Belanda, gereja rancangan arsitek Johannes Kayser ini dibangun dengan batu bata.

Gereja ini mengalami restorasi pada 1982-1984 setelah mengalami kebakaran di 1979. Saat itu, gereja ini sempat berubah menjadi kompleks apartemen. Namun di 1985, gereja ini kembali difungsikan sebagai gereja Katolik Roma.

Setelah pemboman Rotterdam pada Mei 1940, gereja ini menjadi kumpulan beberapa paroki yang dihancurkan. Namun setelah perang usai dan paroki gereja mulai dibangun kembali, gereja ini kembali menjadi gereja biasa.


HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER