Jakarta, CNN Indonesia -- Larangan berpuasa bagi perempuan saat menstruasi bersifat ta'abudi atau termasuk dalam hitungan ibadah. Hal ini didasari atas alasan bahwa perempuan dinilai dalam keadaan lemah ketika menstruasi dan ketika melakukan puasa justru akan menambah kelemahan yang dapat membahayakan jiwanya.
Meski batal saat berpuasa, mereka dapat 'membayarnya' setelah Hari Raya Lebaran. Namun, tidak sedikit perempuan yang merasa ingin menjalani ibadah puasa dengan penuh tanpa tersendat oleh masa menstruasi tersebut.
Menurut Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Riyan Hari Kurniawan, perempuan memang akan mengalami menstruasi setiap satu bulan sekali. Menstruasi terjadi karena rontoknya dinding rahim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika seseorang ingin menjalani massa puasa dengan penuh, tentu bisa dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan memberikan hormon progesteron.
Hormon progesteron merupakan hormon steroid yang dibuat oleh korpus luteum ovarium dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh kelenjar adrenal. Hormon itu dinilai sebagai penyeimbang hormonal. Progesteron dapat diberikan dengan cara suntik dan obat berupa pil.
"Seseorang haid karena progesteron mendadak turun, kalau diberikan progesteron tertentu maka bisa dipertahankan. Hal ini biasanya dilakukan pada perempuan yang ibadah haji," ujarnya beberapa saat lalu.
Riyan mengklaim, tidak ada efek samping dari penggunaan hormon progesteron tersebut. Biasanya, seseorang dapat menggunakan progesteron 14 hari sebelum hari menstruasi.
Siklus menstruasi, kata Riyan, dapat dihitung sekitar 21-35 hari dari massa menstruasi yang dialami di bulan sebelumnya.
Karena progesteron hanya menghentikan menstruasi secara sementara maka saat penggunaan progesteron dihentikan, seseorang dapat mengalami menstruasi secara normal kembali.
"Sebelum menggunakan progesteron, harus konsultasikan ke dokter dan merasa yakin untuk melakukannya. Jika, merasa tidak perlu maka tidak usah dilakukan," tuturnya.
(rah)