Masihkah SBMPTN Dianggap Jadi Standar Anak Pintar?

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Selasa, 13 Jun 2017 23:13 WIB
SBMPTN atau ujian saringan masuk PTN seringkali dianggap sebagai ukuran standar kepandaian seorang anak. Namun, masihkah orang tua berpikir demikian?
ilustrasi (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) sudah diumumkan. Dari total 797 ribu peserta SBMPTN di seluruh Indonesia hanya ada 148 ribu peserta yang lolos ujian. Jumlah ini setara dengan 14,36 persen. Persentase kelulusan peserta ini tergolong cukup kecil.

Namun, bagi peserta yang tak lulus ujian, tak perlu berkecil hati. Pasalnya, SBMPTN bukanlah jaminan atas kesuksesan seseorang.

Bagi sebagian peserta, ikut SBMPTN mungkin dilakukan untuk mengikuti keinginan orangtua. Namun, tak sedikit pula yang ikut atas keinginannya sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dua dari tiga ibu yang dihubungi CNNIndonesia.com mengaku meminta anaknya untuk mengikuti ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri tersebut. Dian, ibu dari tiga orang anak perempuan dan Dini, ibu satu putra mengaku akan meminta anaknya untuk mengikuti ujian tersebut.

"Karena dulu ayahnya semua kuliah di PTN, saya juga meminta anak saya untuk ikut SBMPTN," kata Dini.

Hanya saja Dian dan Dini punya alasan sendiri menginginkan anaknya untuk ikut ujian tersebut.

Dini mengungkapkan bahwa mengikuti ujian ini akan membantu menguji kompetensi sang anak. Sedangkan Dian mengatakan bahwa mengikuti ujian ini akan membuat anak jadi lebih termotivasi untuk belajar giat.

Satu ibu lainnya mengatakan akan membebaskan anaknya ikut SBMPTN atau tidak.

"Saya serahkan ke anaknya, mau ikut silakan, tidak juga tidak apa-apa. Banyak jalan menuju Roma," kata Inggrid saat dihubungi CNNIndonesia.com.


Standar kepandaian

Sebelum berubah nama menjadi SBMPTN, ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri ini dianggap menjadi salah satu ukuran standar kepandaian seorang anak.

Selain jadi ukuran kepandaian, SBMPTN juga dianggap menjadi 'status' atau lambang gengsi seseorang.

Ketiga ibu secara pribadi mengaku bahwa SBMPTN sudah bukan lagi standar tepat untuk mengukur kepandaian. Mereka juga mengaku tak setuju kalau SBMPTN ini dianggap sebagai lambang status dan gengsi seseorang.


"Mau PTN atau PTS, yang penting hasil kerja kerasnya sendiri saya akan bangga," kata Inggrid.

Dini mengungkapkan bahwa sebenarnya kompetensi seorang anak tak hanya tergantung pada sekolahnya. Kompetensi seorang anak juga dilihat dari keterampilan lain yang dipelajari di luar sekolah yang bisa membuatnya bersaing dengan lulusan sekolah lain.

Hanya saja tak dimungkiri bahwa tak semua orang tua punya pemikiran yang senada dengan mereka. Secara umum, ketiganya berpendapat bahwa masih banyak orang tua yang menganggap ujian ini adalah lambang kepandaian anak.

"Kalau dulu ujian PTN ini memang standar buat anak-anak pintar, soalnya universitas negeri dianggap lebih berkualitas, jadi harus bersaing untuk masuk ke situ," ucap Dini.


"Dulu memang masih bergengsi, dan sekarang kayanya masih."

Senada dengan Dian, ibu tiga anak mengaku mau tak mau hal ini masih jadi anggapan banyak orang. Dian bahkan juga menambahkan, SBMPTN atau ujian masuk perguran tinggi ini juga menjadi sebuah anggapan untuk meringankan beban orang tua.

"Ya tidak bisa dimungkiri, kalau bisa lulus ujian masuk pasti akan membantu orang tua karena biaya kuliahnya pasti lebih murah dari PTS," kata Dian.

"Anggapan umum iya, yang kuliah di PTN dianggap pintar. Tapi menurut saya sendiri, lulus ujian masuk PTN lebih besar faktor keberuntungannya. Teman-teman yang juara kelas beberapa malah tidak lolos. Yang biasa-biasa saja malah lolos," ucap Inggrid.

"Tapi yang pasti SBMPTN bukan satu-satunya, kalau gagal juga bukan akhir dunia." (chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER