Jakarta, CNN Indonesia -- LSM Lingkungan Hidup Greenpeace menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta termasuk yang membahayakan kesehatan warga. Hal itu serupa dengan pemantauan kualitas udara yang dilakukan Kedutaan Besar Amerika Serikat dengan mengukur konsentrasi PM2,5 di bulan Mei-Juli 2017.
Menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, hal itu berefek pada udara yang dihirup masyarakat setiap harinya. Dia mencontohkan, saat seseorang merasa lemas atau mengantuk saat berkendara hal itu disebabkan karena keracunan pada polusi udara.
"Ketika seseorang merasa lemas bukan karena mengantuk tapi karena keracunan udara yang sudah tercemar," ujarnya usai diskusi terkait kualitas udara yang buruk di Jabodetabek di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (30/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad mengatakan, keracunan itu karena zat karbon monoksida. Dalam tahapan yang rendah, seseorang yang menghirup karbon monoksida biasanya akan mengalami alergi dan lemas serta mengantuk.
"Seseorang yang terhirup karbon monoksida jangka rendah, dia hanya alergi yang efeknya mengantuk dan lemas sebenarnya tapi kalau dosisnya bertambah dia akan alami pingsan," ucapnya.
Bahkan, Ahmad mengatakan, efek berkepanjangan dari keracunan tersebut dapat menyebabkan kematian. Hal itu biasanya karena terlalu banyak racun yang ditampung dalam tubuh.
Tidak hanya pengendara motor, Ahmad menyebutkan, seorang pengendara dapat mengalami tujuh kali lipat keracunan karbon monoksida saat berada di dalam mobil. Hal tersebut terjadi jika jendela mobil saat berjalan yang dibuka kemudian ditutup kembali.
Karbon monoksida akan diam dan berputar di dalam ruang kendaraan yang menggunakan air conditioner (AC).
Ahmad mencontohkan, seseorang yang berdiri selama 15 menit di pinggir jalan akan merasa lemas. Namun, biasanya hal itu hanya dinilai karena merasa haus atau dehidrasi. Padahal, lemas itu akibat dari terlalu banyak menghirup polusi udara yang terkandung karbon monoksida.
Saat seseorang merasa lemas, Ahmad mengatakan, dia harus mencari tempat yang lebih segar seperti ruang terbuka hijau. Penggunaan masker, dikatakannya dapat menolong meskipun tidak sepenuhnya.
"Kalau dosis karbon monoksida yang dihirupnya bertambah, dia bisa pingsan. Untuk menyegarkannya, dia harus dibawa ke ruang terbuka hijau. Menghirup udara yang lebih segar," tuturnya.
Berdasarkan data terakhir Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang menunjukkan bahwa infeksi akut pada pernapasan atas merupakan penyakit dengan kasus terbesar di beberapa kecamatan di Jabodetabek.
Seperti di Cengkareng sebanyak 2867 kasus, Duren Sawit 2789 kasus, Matraman 2150 kasus, Kalideres 2078 kasus, Cempaka Putih 1216 kasus, Pademangan 1268 kasus hingga Cilincing 1058 kasus.
(frt)