Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) akan memberikan penilaian dan apresiasi terhadap
homestay desa-desa wisata di Indonesia. Proses penilaian dilakukan Agustus 2017 hingga pertengahan September 2017. Pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada September 2017 di Jakarta, bertepatan dengan rangkaian Hari Pariwisata Dunia.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Dadang Rizki Ratman menjelaskan kompetisi ini merupakan upaya Kemenpar untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat yang telah membangun dan mengelola
homestay dengan baik. Juga memotivasi masyarakat agar berlomba dan bersaing menyediakan
homestay yang terbaik bagi wisatawan.
"Selain
homestay, CBT (Community Based Tourism) atau pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat lokal di tiap-tiap desa wisata juga akan dinilai. Baik dari segi operasional maupun manajemennya. Para pemenang nantinya akan berhak ikut kompetisi homestay dan CBT tingkat ASEAN difasilitasi pemerintah," ujar Dadang dalam rilisnya, Sabtu (12/8/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadang menjelaskan keberadaan homestay dan CBT atau pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat sangat berpengaruh terhadap kemajuan pariwisata di destinasi wisata sekitarnya.Sehingga perlu diberikan apresiasi juga.
“
Homestay masuk dalam urutan kedua dari 10 prioritas Kemenpar. Pertama
e-tourism, kedua
homestay, airlines, branding, top-10 originasi, top destinasi utama (destinasi
branding), pengembangan 10 destinasi pariwisata prioritas, sertifikasi kompetensi SDM dan gerakan sadar wisata, peningkatan investasi pariwisata dan pengelolaan crisis centre,” ujar Dadang.
Sementara Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenpar Oneng Setya menambahkan, pihaknya terus mendorong agar masyarakat di desa wisata bersama pemerintah daerah bisa meningkatkan
homestay.
Dia juga menyebut keberadaan CBT akan turut memajukan
homestay itu sendiri karena pengelolaan dan pemasarannya akan lebih bagus dan terpadu.
“Ketertarikan pengunjung terhadap
homestay akan naik dari 10 persen di 2016 menjadi 15 persen di 2020, di kota-kota besar dunia. Dari 2 persen di 2016, menjadi 5 persen di 2020 di Asia Tenggara. Karena itu,
homestay kini tidak bisa dianggap remeh,” ujar Oneng.
Oneng mengatakan
homestay harus memiliki karakter dan kriteria, seperti
homestay harus memiliki atraksi wisata, khususnya wisata budaya yang dicerminkan melalui arsitektur tradisional nusantara.
Kemudian lokasinya berada di desa wisata sehingga masyarakat dapat berinteraksi dengan masyarakat lokal. “Yang penting lagi, menjadi tempat tinggal yang aman bersih dan nyaman bagi wisatawan dengan pengelolaan
homestay berstandar internasional,” ujarnya.
Oneng mengaku
homestay lebih unggul dibandingkan hotel karena proses pembangunannya yang lebih cepat. Lama pembangunan
homestay sekitar enam bulan, sedangkan hotel bisa sampai lima tahun.
Homestay low cost tourism, sedangkan
hotel high cost tourism. Lebih penting lagi, masyarakat lokal di desa wisata menikmati langsung dampak ekonominya.
Pada kesempatan yang sama, Vitria Ariani Ketua Dewan Juri menjelaskan saat ini sudah terdata 53 Kabupaten di Indonesia yang masuk. Para peserta dapat mengirimkan datanya ke dewan juri hingga pertengahan Juli 2017.
“Setelah data peserta terkumpul kami akan melakukan penilaian langsung ke lapangan pada periode Agustus 2017 hingga pertengahan September 2017. Mengingat sebaran wilayah yang luas di Indonesia, kami akan melakukan penyebaran juri untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan efektif,” ujar Vitria.
Vitria yang juga Ketua Tim Percepatan Wisata Desa/Kota menjelaskan, ada tiga aspek utama yang dinilai dari
homestay yaitu produknya, pelayanannya dan pengelolaannya.
Ketiga aspek tersebut dijabarkan dalam 12 kriteria dan 37 sub-kriteria penilaian, agar mendapatkan hasil penilaian yang detail dan berkualitas.
“Sedangkan untuk penilaian CBT kita mengacu pada standar ASEAN, ada beberapa kriteria utama penilaian, yaitu bagaimana kepemilikan dan kepengurusannya oleh masyarakat, kontribusinya terhadap kesejahteraan sosial, kontribusinya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, bisa mendorong terjadinya partisipasi interaktif antara masyarakat lokal dengan wisatawan, dan yang tidak kalah pentingnya bagaimana kualitas kulinernya,” jelas Vitria Ariani.
Para dewan juri terdiri dari berbagai kalangan
stakeholder pariwisata.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut baik apresiasi yang diberikan untuk pengelola
homestay dan CBT. Menurutnya, di era serba digital, industri pariwisata harus mengikuti perkembangan. Termasuk soal pengelolaan
homestay yang diharapkan kelak bisa menjadi yang terbaik di dunia.
"Dengan perkembangan homestay desa wisata yang terus menggeliat.
Homestay memang menjadi prioritas utama Kemenpar, setelah Go Digital dan Air Connectivity. Target kami terbangun 100 ribu
homestay di 2019," ujar Arief.