Jakarta, CNN Indonesia --
“Terima kasih, Ahok!”Itulah kalimat yang diunggah netizen di media sosial, ketika Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok digantikan oleh wakilnya, Djarot Saiful Hidayat.
Ahok “lengser” dari jabatan DKI 1 karena divonis bersalah atas kasus penistaan agama. Hakim mengetuk palu atas kasus tersebut pada 11 Mei 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, ucapan terima kasih kembali berkumandang, karena kepemimpinan Ahok-Djarot akan resmi digantikan oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Senin (16/10).
Para netizen mengucapkan terima kasih kepada dirinya karena selama kepemimpinannya Ahok dirasa membuat Jakarta lebih ramah dan menyenangkan. Berbagai akses dibuat lebih layak, bahkan juga di sektor pariwisatanya.
Program tersebut memang bukan murni ide Ahok. Ia meneruskan program yang dirancang bersama mantan pimpinannya, Joko Widodo--yang lalu "naik kelas" Presiden Indonesia, sambil dibantu Djarot--yang lalu meneruskan kepemimpinannya.
Gubernur DKI Jakarta yang pernah diidolakan warganya bukan cuma Ahok. Dulu, Ali Sadikin juga demikian. Komplek Institut Kesenian Jakarta yang megah cuma satu dari sekian banyak warisan dalam masa kepemimpinannya.
Dalam rangka akhir masa pemerintahan Ahok-Djarot, mari kita bernostalgia mengingat warisan-warisan yang bakal menjadi pekerjaan rumah baru Anies-Sandi untuk pengelolaannya:
Beberapa hari sebelum dirinya lengser, Djarot meresmikan 100 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Peresmian tersebut merupakan amanat Ahok, seperti yang diakuinya.
Dalam acara peresmian, Djarot juga meluncurkan Pasukan Pink, yang bakal bertugas mengedukasi anak-anak dan masyarakat di sekitar RPTA.
Konsep RPTRA dinilai berhasil mengubah wajah kawasan yang tadinya kumuh menjadi layak huni. Dana pembangunannya dari anggaran pemerintah sampai kerja sama dengan perusahaan swasta.
Hingga saat ini, sudah ada 184 RPTRA yang diresmikan. RPTRA Kalijodo merupakan yang paling besar.
Belum lama ini, ada patahan Tembok Berlin yang menjadi pameran menarik di sana.
Sebagai ibukota, Jakarta dianggap bagai ibu tiri. Serba mahal dan komersial, begitu anggapan para perantau.
Namun, pemerintahan Ahok malah membuat wisata keliling Jakarta semakin menyenangkan, karena adanya Bus Wisata TransJakarta yang tidak menarik biaya untuk penumpangnya.
Busnya berupa dua tingkat, jadwal beroperasinya setiap hari di jam tertentu, dengan lima rute yang menarik untuk dijelajahi.
Jakarta dulu bernama Batavia. Saat ini, sisa peninggalan sejarahnya masih bisa dinikmati di kawasan Kota Tua.
Berbagai bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda masih berdiri tegak di sana. Keberadaan museum dan lapangan besar membuat kawasan ini selalu menarik untuk dikunjungi. Pemerintahan Ahok—yang dilakukan Djarot, berusaha menata kembali kawasan ini agar tidak amburadul.
Pedagang kaki lima dan parkiran mendapat tempatnya, sehingga berkeliling sambil berjalan kaki nantinya tidak akan lagi menyebalkan.
Monumen Nasional (Monas) dibangun di era kepemimpinan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Monumen dengan pucuk lidah api berlapis emas di puncaknya itu dibangun demi mengenang perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan. Monumen tersebut mulai dibangun pada 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Walau tak semegah Air Mancur Bergoyang di Purwakarta, Air Mancur Monas yang kembali difungsikan sejak terakhir kali pada 2005, juga menjadi atraksi wisata murah meriah yang dianggap berharga bagi warga kalangan menengah ke bawah di Jakarta.
Setiap akhir pekan, mereka yang tak ingin mengeluarkan uang bisa duduk di atas rerumputan sambil melihat penampilan band.
Beberapa tahun yang lalu, tidak ada yang tak memalingkan muka saat melewati sungai di Jakarta. Bukan ikan, bahkan ada kasur bekas yang mengambang di atasnya.
Pemerintahan Ahok membuat sungai tak lagi dianggap sebagai tempat pembuangan sampah dadakan. Ia mengerahkan petugas kebersihan untuk mengeruk dan menata pinggirannya.
Hasilnya kini, sungai terlihat lebih manusiawi, meski rasanya belum bisa untuk direnangi. Siapa tahu, di masa pemerintahan Anies-Sandi, Jakarta bisa memiliki wisata sungai seperti di Amsterdam atau Paris.