Jakarta, CNN Indonesia -- Sosok pria tua berjenggot putih, tambun, dan berbaju bernuansa merah dan putih selalu muncul setiap momen Natal. Sinterklas, sosok pria tua tersebut sejatinya memiliki kisah yang amat panjang.
Sosok yang menjadi inspirasi awal sang pemberi kado setiap Natal itu adalah Santa Nicholas, seorang Uskup dari Myra, Turki, yang hidup 280 tahun setelah kelahiran Yesus.
Lahir di Asia Kecil yang kini dikenal sebagai bagian dari Turki, Nicholas justru berbeda jauh dari citra gemuk. Meski begitu, dilansir dari
Biography, Nicholas dikenal sebagai pelindung para pelaut, pedagang, pemanah, anak-anak dan pelajar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika muda, Nicholas sudah menjalankan perjalanan rohani ke Mesir dan Palestina. Usai menjalankan peribadatan tersebut, ia menjadi uskup di Myra dan sempat dikirim ke penjara semasa penjajahan era Romawi Kuno, di bawah Diokletianus.
Nicholas dibebaskan dari penjara setelah raja Romawi, Constantine memutuskan memeluk agama Kristen dan mengadakan Konsili Pertama Nicea. Nicholas disebut turut hadir dalam pertemuan fundamental agama Kristen tersebut.
Ketenaran Nicholas berlangsung hingga beberapa abad setelah ia meninggal, lantaran beragam keajaiban yang diasosiasikan dengan dirinya.
Menurut Gerry Bowler, penulis
Santa Claus: A Biography dan dilansir dari
National Geographic, Nicholas dikenal sebagai patron alias orang suci anak-anak berkat dua kisah terkenal yang terjadi saat ia hidup.
Dalam salah satu kisah yang terkenal dari kisah hidup Nicholas, tiga gadis muda terbebas dari ancaman menjadi pekerja seks setelah Nicholas muda mengirimkan secara rahasia tiga kantung berisi emas kepada ayah para gadis tersebut yang terlilit hutang. Emas tersebut dijadikan mahar atas tiga gadis tersebut.
Sedangkan kisah lainnya, konon terkenal saat abad pertengahan, berupa aksi Nicholas membangkitkan kembali anak-anak korban kejahatan.
Dikisahkan, tiga bocah menjadi korban kejahatan seorang penjaga penginapan yang memutilasi mereka. Nicholas disebut merasakan kejahatan tersebut, dan memasuki penginapan itu, lalu membangkitkan anak-anak tersebut.
 Sosok Sinterklas selalu identik dengan pria tua berjenggot putih dengan badan gempal. (REUTERS/Kim Hong-Ji) |
Menjadi legendaKisah kebaikan Nicholas bergema dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, dan melintasi batasan negara serta benua. Ia lambat laun menjadi legenda di Eropa, yang menjadi inspirasi dari sosok Sinterklaas (sesuai bahasa lokal) atau yang dikenal dengan Sinterklas dalam bahasa Indonesia.
Sinterklas, merupakan sosok legendaris yang terkenal di Eropa, seperti di Belanda, Belgia, Luxemburg, dan Perancis. Ia digambarkan dengan sosok pria tua dengan jenggot putih dan berbaju keuskupan yang berwarna merah.
Alih-alih pada 25 Desember, sosok Sinterklas di Eropa ini muncul pada perayaan Santa Nicholas pada 6 Desember. Sinterklas muncul setiap tahunnya dengan memberi hadiah pada malam Santa Nicholas.
Selain bukan muncul pada 25 Desember, sosok Sinterklas ini juga tidak muncul dari Kutub Utara. Sinterklas di Eropa dikenal datang dari Spanyol dengan sebuah kapal uap yang memasuki kota melalui jalur sungai.
Momen kedatangan Sinterklas ini dirayakan di Eropa mulai dari 11 November. Di Belanda, pusat perayaan terjadi secara bergantian di pelabuhan negara itu. Sedangkan di Belgia, perayaan selalu terpusat di kora Antwerp.
Ada alasan khusus mengapa Sinterklas disebut datang dari Spanyol.
Salah satu alasanya, konon pada 1087, sebagian relikui Santa Nicholas dibawa ke kota Bari, Italia, yang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Napoli yang ditaklukkan oleh Spanyol.
Alasan lainnya mulai dari warna oranye yang diasosiasikan dengan pakaian Santa Nicholas menimbulkan pemahaman bahwa ia berasal dari Spanyol, hingga teori puisi berbahasa Belanda pada 1810 yang menyebut Sinterklas pergi dari Amsterdam ke Spanyol.
Penggunaan Sinterklas ini kemudian diteruskan ke berbagai negara koloni Eropa, termasuk ke Hindia-Belanda yang saat ini menjadi Indonesia dan New Amsterdam yang kini menjadi New York.
 Baik Santa Claus ataupun Sinterklas melegenda di berbagai negara. (AFP PHOTO / Scanpix Denmark / Nikolai Linares / Denmark OUT) |
Namun perkembangan Sinterklas di New York atau di tanah Amerika sedikit berbeda.
Pemahaman Sinterklas di New York bercampur dengan karakter Father Christmas dari Inggris, ketika negara Ratu Elizabeth itu mengambil New Amsterdam dari Belanda pada 1664. Inggris mengganti New Amsterdam menjadi New York untuk menghormati Duke of York yang kemudian menjadi Raja Inggris, James II.
Sosok Father Christmas merupakan legenda yang datang dari Inggris dan berkembang pada abad ke-16 Masehi saat era Henry VIII.
Father Christmas digambarkan sebagai sosok pria bertubuh besar dengan jubah hijau atau merah tua yang dilapisi sedikit bulu di bajunya. Dia kerap menunjukkan kegembiraan ketika Natal, kerap bersorak, membawa kedamaian, suka cita, makanan enak, anggur, dan pesta.
Berbeda dengan negara Eropa lainnya yang masih mempertahankan hari Santa Nicholas pada 6 Desember, Inggris memutuskan memindahkan perayaan Father Christmas pada Natal, 25 Desember.
Seiring dengan pendudukan Inggris, citra Sinterklas pun berubah dan berganti nama menjadi Santa Claus pada abad ke-19 Masehi.
Diberitakan
The Guardian, pada abad ke-20, sosok Santa Claus semakin terkenal ketika buku anak-anak karangan L Frank Baum,
The Life and Adventures of Santa Claus terbit.
Seiring dengan perkembangan budaya populer sejak saat itu, sosok Sinterklas pun berkembang dengan beragam imej, mulai dari tertawa 'hohoho', menggunakan kereta terbang yang ditarik rusa, membagikan mainan, hingga berasal dari Kutub Utara.
(stu)