Studi: Penggunaan Antibiotik Dunia Naik 65 Persen

AFP | CNN Indonesia
Selasa, 03 Apr 2018 17:59 WIB
Sebuah studi di Amerika Serikat menyebut perlu perubahan kebijakan penggunaan antibiotik untuk mengurangi kemungkinan tingkat resistensi di seluruh dunia.
Ancaman resistensi antibiotik dikhawatirkan akan terus meningkat jika tidak ada perubahan kebijakan penggunaan antibiotik. (Ilustrasi/Thinkstock/John Foxx)
Jakarta, CNN Indonesia -- Konsumsi antibiotik global yang meningkat tajam sejak tahun 2000 mendorong banyak pihak meminta agar ada kebijakan baru dalam penggunaan obat ini.

Desakan ini dikeluarkan karena kekhawatiran akan ancaman global dari virus mematikan yang tidak lagi bisa diatasi dengan antibiotik.

Sebuah studi dari Akademi Sains Nasional (PNAS) yang berdasar pada data penjualan di 76 negara, memperlihatkan bahwa konsumsi antibiotik dunia naik 65 persen pada 2015 dibandingkan tahun 2000.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Studi ini juga menemukan bahwa kenaikan itu didorong oleh penggunaan antibiotik di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Tim peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan Universitas John Hopkins dan Center for Disease Dynamics, Economics and Policy menyebutkan bahwa negara-negara di dunia harus mulai berinvestasi pada pengobatan alternatif, sanitasi dan vaksinasi.

"Peningkatan konsumsi antibiotik di seluruh dunia, tantangan dari resistensi terhadap antibiotik akan semakin memburuk," tulis para peneliti yang karyanya diterbitkan di PNAS.

"Resistensi antibiotik akibat konsumsi antibiotik merupakan ancaman kesehatan global yang terus meningkat," bunyi hasil penelitian itu.

"Seperti perubahan iklim, kemungkinan akan ada titik balik yang belum diketahui, dan hal ini mungkin akan menjadi masalah besar di masa depan jika tidak ada antibiotik yang efektif."
Dari 76 negara yang diteliti, jumlah konsumsi yang "didefinisi dosis harian" naik dari 21,2 miliar pada tahun 2000 menjadi 34,8 miliar pada 2015.

Eili Klein, peneliti dari Center for Disease Dynamics, Economics and Policy yang ikut dalam penelitian itu, mengatakan bahwa peningkatan konsumsi itu memperlihatkan "peningkatan akses akan obat-obatan yang diperlukan di negara-negara tempat banyak penyakit yang hanya bisa diatasi dengan antibiotik."

Tetapi, kata Klein: "Ketika semakin banyak negara bisa mendapatkan obat ini, tingkat penggunaan semakin tinggi dan akan membuat tingkat resistensi semakin tinggi pula."

Satu kelompok pakar yang dibentuk di Inggris pada 2014 memperkirakan bahwa pada 2016 terdapat setidaknya 700 ribu kematian akibat penyakit karena resistensi obat.

Jangan berlebihan

Selama 16 tahun yang diteliti, peningkatan konsumsi antibiotik tidak begitu tinggi di tiga negara yang memiliki tingkat penggunaan tertinggi: Amerika Serikat, Perancis dan Italia.

Tetapi di tempat lain situasinya berbeda.

Untuk kawasan Asia, konsumsi antibiotik India berlipat ganda, China naik 79 persen, sementara Pakistan naik 65 persen.

Tiga negara ini adalah pengguna antibiotik terbanyak di kelompok negara yang dalam studi ini masuk kategori dengan pendapatan rendah dan menengah.

Studi: Penggunaan Antibiotik Dunia naik 65 Persen.Studi ini menyebut untuk mencegah resistensi antibiotik perlu kebijakan baru untuk meningkatkan langkah pencegahan seperti investasi untuk vaksinasi. (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Rahmad)
Studi ini juga menemukan negara-negara yang bermasalah di sejumlah bidang, mulai dari sanitasi buruk, akses mendapatkan vaksin yang tidak teratur dan kurang air bersih. Kondisi ini seluruhnya bisa membuat penyakit menular dan penyakit yang memiliki resistensi tinggi pada obat menyebar.

"Pemikiran ulang radikal pada kebijakan untuk mengurangi penggunaan [antibiotik] sangat diperlukan, antara lain investasi besar-besaran untuk meningkatkan kebersihan, sanitasi, vaksinasi, dan akses mendapatkan alat pemeriksaan untuk mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu," tulis studi ini.

Bagi Klein, mengurangi penggunaan berlebihan antibiotik harus menjadi "langkah pertama dan prioritas semua negara" terutama karena perkiraan bahwa pada 2030 konsumsi akan meningkat 200 persen.

"Perkiraan bahwa 30 persen penggunaan ada di negara-negara berpenghasilan tinggi tidak tepat," ujar Klein kepada AFP. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER