Jailolo, CNN Indonesia -- Jangan mencari kedai kopi atau kelab malam di Teluk Jailolo. Walau sudah modern, namun kecamatan yang berada di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara ini masih jauh dari suasana keriaan ala kota besar.
Masyarakat di Teluk Jailolo bukannya anti sosial. Mereka justru sangat gemar berkumpul bersama teman atau keluarga besar. Salah satu suku di Kesultanan Jailolo, Suku Sahu, punya kegiatan kongko bersama yang dinamakan Oram Sasadu.
Kegiatan kongko mereka diadakan di pendopo sederhana yang dinamakan Sasadu. Setiap pemukiman Suku Sadu pasti memiliki Sasadu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sasadu berupa pendopo dengan bahan bangunan dari kayu. Di pinggirannya dibangun kursi dan meja yang menyatu, mirip meja piknik. Sementara di tengahnya dibiarkan lapang untuk ruang gerak.
Satu unit Sasadu sekiranya bisa menampung sebanyak 50 orang dewasa.
Ketua adat Suku Sahu, Martin Radjabaycolle mengatakan bahwa Sasadu punya tiga fungsi, yakni; ruang pertemuan, ruang penyelesaian masalah, dan ruang keriaan.
Martin yang baru saja dikukuhkan sebagai pemimpin Suku Sahu di Desa Akomoloe pada Selasa (1/5) lanjut mengatakan bahwa tradisi kongko di Sasadu sempat dilarang oleh penjajah Jepang yang pernah datang ke Ternate.
"Mereka tak ingin kami kumpul-kumpul karena dianggap mau melakukan pemberontakan. Saat masa penjajahan, tradisi ini hilang. Baru setelah Indonesia merdeka kami bisa melakukan tradisi ini lagi," kata Martin kepada CNNIndonesia.com.
Terhitung ada sebanyak 28 unit Sasadu di Teluk Jailolo. Kurang dua unit lagi di dua pemukian Suku Sahu yang lain.
Tak murah membuat bangunan tanpa pintu dan jendela ini. Satu unit Sasadu seharga berkisar Rp150 juta. Bahan dari Kayu Gofasa menjadi alasan bangunan ini dibangun secara patungan masyarakat.
"Kayu Gofasa itu nomor dua kayu yang kuat setelah Kayu Jati. Mahal karena awet bukan untuk sombong-sombongan," ujar Martin.
Sasadu yang menjadi saksi bisu pelantikan Martin baru saja diresmikan pada siang harinya.
Dansa dan makan menjadi kegiatan utama di dalam bangunan ini.
Hal yang sama juga terulang di malam harinya. Durasinya bisa semalam suntuk dan biasanya minuman alkohol dari hasil fermentasi Buah Aren, Zaguer, ikut menjadi hidangan.
Tapi tak sembarang orang bisa masuk Sasadu, terutama jika sedang ada kegiatan adat. Pria harus mengenakan baju adat berupa sarung dan ikat kepala. Sementara wanita wajib mengenakan kain penutup kaki.
Saat Oram Sasadu yang duduk di mejanya juga orang terpilih. Untuk hal ini Martin menjelaskan bahwa Suku Sahu mengenal tiga golongan dalam kesukuannya.
![[EMBARGO]](https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2018/05/02/a1eaedf6-c6c0-4f7e-ad9a-ae5b9c0458f7_169.jpeg?w=620) Pria dan wanita dibedakan dalam bagian tempat duduk. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Bukan kasta, melainkan golongan latar belakang. Walasae (pemimpin), Walangatum (pasukan), dan Ngoarepe (pendatang)," jelas Martin.
"Yang bisa duduk di dalam itu keturunan tertua dari Walasae dan Walangatum. Nah yang membangun Sasadu boleh dari Walangatum atau Ngoarepe," lanjutnya.
Maluku Utara dipimpin seorang wali kota. Halmahera Barat dipimpin seorang bupati. Lantas apa tugas seorang kepala adat bagi masyarakat zaman now?
Martin hanya tertawa saat ditanya demikian. Ia menjawab bahwa setiap kepala adat masih punya peran penting terutama saat terjadi masalah antar anggota adat.
Suku Sahu punya cara unik untuk menyelesaikan masalah pencurian. Mereka baru mengenakan denda jika pelaku mencuri sesuatu yang berjumlah di atas sepuluh barang. Di bawah itu, sang pelaku masih mendapat teguran.
Terkesan ringan namun denda yang harus dibayarkan ternyata dalam mata uang Riyal.
"Aturan ini sudah berlaku sejak zaman dulu. Saat pengadilan adat nanti ditentukan harus bayar berapa Riyal. Pikir saja jika ada yang mencuri di zaman sekarang, pasti akan kapok karena kursnya sangat tinggi," pungkas Martin.
Oram Sasadu menjadi salah satu rangkaian acara Festival Teluk Jailolo 2018. Tahun ini acara tersebut memiliki tema 'Pesona Budaya Kepulauan Rempah'.
Dimulai sejak 30 April hingga 5 Mei 2018, festival ini masih memiliki beragam acara yang menarik seperti jelajah rempah di Bobanehena, Danau Talaga Rano, dan Pantai Loloda.
(ard)