Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Kementerian ESDM dan pakar dari Universitas Padjajaran menyelenggarakan program inisiatif pengembangan pulau-pulau kecil (SIDI) termasuk di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, guna menggali potensinya menjadi geopark dunia.
Program yang dijalankan sejak 2016 itu telah menjadi referensi kerja sama Asosiasi Negara-Negara di Lingkar Samudra Hindia (IORA) dan lokakarya Laut China Selatan.
SIDI-Natuna tahun ini mengambil tema sentral 'Kekayaan Alam dan Budaya di Natuna sebagai Aset Diplomasi Maritim'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia telah berhasil memperjuangkan beberapa geopark nasional menjadi bagian dari Geopark UNESCO, antara lain Danau Batur, Gunung Sewu, Gunung Rinjani, dan Ciletuh.
Saat ini Indonesia juga sedang memperjuangkan geopark Danau Toba ke dalam jaringan geopark dunia tersebut.
Keuntungan dari suatu situs menjadi bagian dari Geopark UNESCO adalah terjaganya kelestarian situs dan meningkatnya kunjungan turis ke kawasan tersebut.
Banyak situs di Natuna, termasuk batu granit yang berusia lebih dari 100 juta tahun, dan situs-situs laut lainnya, yang bisa menjadi geopark maritim.
Selain itu, aspek budaya dan kesejarahan Natuna juga perlu terus didalami dan dilestarikan.
Contohnya seni budaya pantun yang sedang dalam proses untuk diajukan menjadi salah satu warisan budaya dunia melalui UNESCO.
Natuna juga menyumbang sejarah dalam jalur rempah nusantara, karena menjadi bandar laut internasional di abad keemasan era keemasan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Pengenalan sejarah tersebut membuat dunia tidak hanya dijejali dengan sejarah Jalur Sutera China.
Upaya menjadikan Natuna sebagai geopark maritim juga didukung oleh Pemprov Kepulauan Riau dan Pemkab Natuna yang ingin menggali Natuna dan perairannya sebagai bagian integral dari sejarah Indonesia.
Menurut Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau Syamsu Bahrun, Natuna bisa mencontoh Hawaii.
Hawaii adalah pangkalan angkatan laut AS yang terbesar di Kawasan Pasifik.
Namun pada saat yang sama, Pemerintah Federal AS maupun otoritas lokal di Hawaii, berhasil mengembangkan kepulauan tersebut menjadi destinasi wisata sehingga perekonomian kawasannya berkembang pesat.
"Ini contoh yang bagus, di mana pembangunan pertahanan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat berjalan bersama-sama dan saling menguatkan. Natuna bisa mencontoh pola pembangunan seperti ini," kata Syamsu.
 Pemandangan Natuna dari udara. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) |
Kaya SejarahSecara geografis Natuna dikelilingi oleh empat negara ASEAN dan berbatasan dengan Laut China Selatan.
Kabupaten Natuna merupakan bagian dari wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI I), yang merupakan jalur perdagangan global yang sangat ramai.
Secara geopolitik kawasan Natuna selama seribu tahun terakhir menjadi titik penting dalam jalur pelayaran dari Laut China Selatan ke Samudera Hindia.
Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit (abad ke-tujuh hingga ke-11) Kepulauan Natuna telah menjadi pusat bandar laut internasional.
Di Museum Sri Serindit terdapat lebih dari 10 ribu artifak yang sudah diverifikasi oleh Kemendikbud dan diteliti para arkeolog. Masih banyak lagi yang belum diverifikasi.
Museum tersebut berisi berbagai peninggalan China dari era Dinasti Tang, Chung, Yuang, Ming, dan Qing. Selain itu, dilestarikan pula peninggalan dari kerajaan di Vietnam, Thailand, Khmer, Jepang, Iran, dan Eropa.
Yang paling penting, Natuna juga kaya peninggalan dari berbagai kerajaan di Nusantara.
Nama Museum Sri Serindit sendiri, konon, adalah nama dari keris Kerajaan Majapahit yang diberikan kepada tokoh di Natuna kala itu, yang menunjukkan adanya ikatan khusus antara Natuna dan Kerajaan Majapahit.
(ard)