Sedotan Berlapis Perak, Cara Fesyen Merespons Isu AntiPlastik

asr | CNN Indonesia
Rabu, 29 Agu 2018 07:48 WIB
Gerakan anti-plastik diam-diam menciptakan peluang bisnis anyar bagi industri fesyen.
Ilustrasi. Foto: Kapa65/Pixabay
Jakarta, CNN Indonesia -- Belakangan, gerakan anti-plastik tengah mencuri perhatian. Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah plastik di dunia.

Tak cuma itu, gerakan itu juga diam-diam mendorong industri fesyen untuk bergerak. Dengan kemampuannya untuk mengkapitalisasi segala hal, industri fesyen kini diramaikan oleh 'sustainable straw' atawa sedotan berkelanjutan.

Kini, ragam sedotan itu muncul di tengah-tengah publik. Mulai dari sedotan yang terbuat dari kaca berbagai warna buatan duet desainer Duncan Campbell dan Charlotte Rey seharga Rp833 ribu untuk satu kemasan hingga sedotan berlapis perak keluaran Stephen Webster yang dibanderol Rp2,4 juta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Orsola de Castro, pendiri Fashion Revolution, sebuah gerakan fesyen di dunia, mengatakan bahwa berbagai cara bisa dilakukan industri fesyen untuk merespons beragam isu yang tengah hangat diperbincangkan. "Namun, sedotan berlapis perak itu tidak bisa dikatakan demikian," katanya, mengutip The Guardian.

Sedotan berlapis perak milik Webster yang disebut "The Last Straw" itu diklaim mengambil peran tanggung jawab sosial atas permasalahan plastik di dunia. Dalam situs resminya, sedotan berlapis perak itu digambarkan sebagai produk berkelanjutan dan menjadi aksesori yang wajib dimiliki orang-orang masa kini.

"Memanfaatkan peluang untuk menciptakan bisnis itu normal. Tapi, berpura-pura menjadi bagian dari percakapan besar itu patut ditertawakan," ujar de Castro.


Kini, sekitar delapan juta metrik ton plastik di dunia berakhir di lautan. Hal itu membuat sederet alternatif produk plastik menjadi sangat diperhitungkan.

Usaha fesyen untuk membangun kesadaran masyarakat atau membawa perubahan politik melalui produknya bukanlah hal baru.

Sebelumnya, warna hitam pernah mendominasi karpet merah beberapa helatan besar. Warna hitam itu muncul sebagai pernyataan melawan kasus pelecehan yang dilakukan Harvey Weinstein yang menyeruak selama 2017 lalu.

Dengan pernyataan yang sama, Dior juga pernah menelurkan t-shirt yang di dalamnya tersematkan kalimat "We Should All Be Feminist".

Tahun 2017 adalah masanya bagi industri fesyen untuk menyuarakan pandangan politiknya. Namun, kini adalah waktunya bagi produk-produk berkelanjutan untuk mengambil alih tren mode 2018. (asr/chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER