Jakarta, CNN Indonesia -- Belum halalnya imunisasi Measless dan Rubella (MR) buatan Serum Institute of India (SII) berpengaruh pada terhambatnya cakupan penyeberan di masyarakat.
"Sebelumnya memang ada beberapa daerah yang pimpinannya melarang sebelum adanya fatwa," ujar Menteri Kesehatan RI, Nila F Moeloek usai rapat di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jumat (31/8).
Kendati demikian, Nila belum memegang angka terbaru cakupan persebaran vaksin MR. Namun, sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, Otto Parorrongan, mencatat persentase cakupan vaksin MR di 28 provinsi di Indonesia per Kamis (30/8) baru mencapai 36,21 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka itu masih terbilang sedikit. Pasalnya, MUI sendiri telah memperbolehkan vaksin MR sejak 20 Agustus 2018 lalu melalui Fatwa Nomor 33 Tahun 2018. Para ulama sepakat bahwa vaksin MR bersifat mubah (diperbolehkan).
Sebagaimana diketahui, LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak bisa memberikan sertifikat halal karena adanya kandungan babi di dalam vaksin. Sejumlah pimpinan daerah dan MUI sempat meminta Kemenkes menunda penyuntikan imunisasi hingga terbitnya sertifikat halal.
Untuk meningkatkan angka cakupan penyebaran vaksin MR, Kemenkes telah merangkul MUI demi mensosialisasikan vaksin MR kepada masyarakat. "Kami sudah berkumpul antara MUI, kepala dinas kesehatan, Kementerian Kesehatan. Sudah mulai banyak, kok, yang melakukannya," kata Nila.
Saat ini, imunisasi MR telah memasuki fase kedua sejak awal Agustus hingga September 2018. Imunisasi berfokus pada 28 provinsi di luar Pulau Jawa. Targetnya adalah menjangkau 31,9 juta anak dengan perhitungan 1,5 persen per harinya.
(asr/asr)