Jakarta, CNN Indonesia -- Sekolah ternyata belum menjadi tempat aman bagi siswa berusia remaja. Laporan terbaru dari UNICEF menyebutkan, setengah dari remaja di dunia mengalami kekerasan di sekolah.
Laporan yang baru saja dipublikasikan itu menyatakan, sebanyak setengah siswa berusia 13-15 tahun atau setara 150 juta remaja di dunia pernah mengalami kekerasan berupa perkelahian fisik serta perundungan atau
bullying dari teman sebaya di sekolah. Siswa juga mengalami bentuk kekerasan lain seperti hukuman fisik dari guru mereka di sekolah.
Secara global, laporan UNICEF menemukan 720 juta anak usia sekolah tinggal di negara yang tidak melindungi mereka dari hukuman fisik di institusi pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekolah tidak menjadi tempat aman sebagaimana mestinya, karena perundungan, karena hukuman fisik oleh guru, dan serangan terhadap sekolah," kata penasihat senior UNICEF, Claudia Cappa, dikutip dari
CNN.
Laporan ini menganalisis data 122 negara yang mewakili 51 persen dari populasi remaja berusia 13-15 tahun.
Penelitian ini menemukan sebaran merata pada anak-anak yang mengalami kekerasan di seluruh dunia. Rata-rata setiap 50 persen remaja di setiap negara di dunia mengalami kekerasan di sekolah.
Secara global, satu dari tiga remaja antara 13-15 tahun pernah mengalami perundungan dan satu dari tiga anak juga terlibat perkelahian fisik.
Sedangkan pada kekerasan yang terjadi akibat guru, laporan menunjukkan hal itu terjadi pada siswa yang lebih muda. Seperti di India, 78 persen siswa berusia 8 tahun mengalami kekerasan akibat hukuman daru guru dibandingkan 34 persen siswa berusia 15 tahun dengan hukuman serupa.
Selain itu, laporan juga menyoroti kekerasan seksual yang terjadi di sekolah antarteman sebaya. Di Kenya, misalnya, satu dari lima anak perempuan dan laki-laki dilaporkan mengalami kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun. Rata-rata dari mereka mengaku kejadian itu pertama kali terjadi di sekolah.
Laporan juga memperkirakan biaya yang timbul akibat kekerasan pada remaja. Disebutkan biaya yang timbul mencapai US$57 triliun di seluruh dunia.
Di sisi lain, penelitian ini juga menemukan kesadaran anak pada kekerasan mulai meningkat. Cappa optimistis kekerasan serupa bakal menurun di masa depan.
"Ada lebih banyak anak yang berani berbicara melawan kekerasan dan banyak guru yang mulai dilatih. Kami punya alasan untuk optimistis bahwa kekerasan dapat ditangani segera," ucap Cappa.
Cappa menyebut, saat ini UNICEF tengah bekerja dengan mitra sekolah di seluruh dunia untuk menangani kasus-kasus kekerasan. UNICEF mendorong agar anak lebih berani berbicara dan menolak kekerasan di sekolah dengan memperlakukan teman sebaya dan guru dengan baik dan hormat.
(asr/chs)