Jakarta, CNN Indonesia -- Di masa tuanya di Bandung, Andi--bukan nama sebenarnya--mesti berkawan dengan
demensia alzheimer yang mengubah jalan hidupnya. Ingatan pria 74 tahun ini merosot tajam. Andi juga tak bisa beraktivitas dan bergantung sepenuhnya pada sang istri, Ayu.
Demensia alzheimer yang diderita Andi tak datang tiba-tiba. Pensiunan industri pehotelan ini pertama kali merasakan gejala pada 20 tahun lalu. Ketika itu, Ayu mulai mencari-cari sesuatu yang tak diketahuinya.
"Gejala awal itu akhir tahun 1997, bapak (Andi) terus-terusan mencari-cari sesuatu, yang enggak ketemu-ketemu. Saya tanya apa yang dicari, tapi enggak tahu. Saya sampai kesal," kata Ayu bercerita kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (20/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setahun berselang, saat sedang mengendarai mobil bersama Ayu, Andi mendadak berhenti di tengah jalan. Dia kebingungan lantaran tak tahu mau kemana.
"Mukanya kebingungan. Dia bilang, 'Aku enggak tahu, aku enggak ngerti kemana'," ucap Ayu menirukan suaminya.
Pernah pula Andi menanyakan hal yang sama berulang kali. Dia juga pernah keluar dari kamar mandi saat masih dipenuhi busa sampo. Kala itu, Andi beranggapan dirinya sudah kelar mandi.
Lupa ingatan atau penurunan fungsi kognitif memang merupakan gejala awal yang terjadi pada penderita demensia alzheimer. Hal ini terjadi karena penyakit ini pertama kali merusak hipokampus atau bagian otak yang berhubungan dengan memori. Perusakan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Seperti Andi, yang mengalami gejala itu selama tiga tahun.
"Memang tidak setiap hari. Misalnya sebulan atau dua bulan, ada jangka waktunya baru muncul lagi, misalnya di bulan kelima baru ada gejala lagi," ujar Ayu yang sudah menikah dengan Andi sejak 46 tahun lalu.
Saat gejala itu muncul, Ayu tak lantas curiga suaminya mengidap demensia alzheimer. Dia baru memeriksakannya saat Andi jatuh tertelungkup dan berdarah di jalanan pada 2010 lalu.
Ayu membawa suaminya ke sebuah klinik lansia di Bandung. Dari situ, dia dirujuk ke sebuah klinik memori. Di sana, Andi mengikuti serangkaian tes psikologis dan didiagnosis menderita demensia alzheimer.
Sejak saat itu, gejala yang muncul semakin parah. Perilaku Andi makin tak karuan. Pernah setiap malam, Andi membuka gorden, mematikan lampu, dan menggedor-gedor pintu.
Tak cuma itu, Andi juga mengalami halusinasi dan paranoid. Alhasil, atas rekomendasi dokter, Ayu mesti merombak beberapa tata letak rumahnya untuk menunjang keadaan Andi. Dia tak lagi memasang kaca besar karena memicu paranoid.
"Setelah 2010 itu semakin parah, pernah ada fase tidak berhenti makan, pernah pula BAB berceceran sepanjang rumah atau semua yang di rumah diludahi," ungkap Ayu. Andi juga bahkan tak mengenali ketiga anak dan cucu-cucunya.
Baru dua tahun terakhir kondisi Andi lebih tenang. Emosinya tak lagi membuncah seperti semula. Andi lebih banyak berdiam diri.
Setiap aktivitasnya kini bergantung pada Ayu. Sang istri yang merawat, mulai dari memandikan, memberi makan, hingga memantau gerak-gerik Andi.
"Aktivitasnya sekarang duduk, makan, tidur. Sekarang makannya sudah bisa diatur, walaupun suka jajanan anak-anak di warung," kata Ayu.
Andi kini hanya mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang dibuatkan Ayu setiap hari. Dia juga meminum susu khusus untuk penderita alzheimer.
Ayu sengaja tak memberikan obat-obatan lantaran tak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini. "Ini tidak ada obatnya, saya hanya berikan rasa aman dan nyaman," ujarnya.
(ptj/asr)