Jakarta, CNN Indonesia -- Palet warna menduduki elemen penting dalam
seni rupa, khususnya
seni lukis. Namun pada penerapannya, warna objek tak selalu sama dengan warna alam. Langit tak selalu biru, rumput tak selalu hijau.
Di masa sekarang, ini bukan hal aneh. Hipotesa itu akan menjadi 'aneh' saat orang menoleh ke masa kemunculan aliran fauvisme pada 1888 silam.
Ada seruan pemberontakan di balik munculnya aliran fauvisme yang dipelopori oleh pelukis Prancis, Henri Matisse. Sebelum era seni rupa modern berkembang, dia ingin mendobrak pakem-pakem yang telah ditanamkan sebelumnya oleh aliran impresionisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semangat dan pemikiran Matisse inilah yang ditangkap oleh pasangan perancang busana Sebastian Gunawan dan Cristina Panarese. Lewat koleksi bertajuk "Cromia", keduanya memberanikan diri sejenak beranjak dari kemapanan pakem dunia mode.
"Kami melihat dan mengagumi karya Matisse. Kami pun berdiskusi. Dia bikin dobrakan yang berbeda, ini kombinasi warna yang canggih," ujar perancang yang akrab disapa Seba pada
CNNIndonesia.com di sela pertunjukan busananya di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu.
'Cromia' sendiri berasal dari kata '
chroma' yang berarti 'intensitas warna'. "Cromia" seolah ingin menegaskan penggunaan palet-palet warna khas Matisse.
Inspirasi karya dan pemikiran Matisse pun diwujudkan dalam 88 tampilan
cocktail dress dan
evening dress.
Sama seperti Matisse yang melukis di atas kanvas dengan catnya, Seba pun turut 'melukis' dengan caranya sendiri. Paduan 'nyeleneh' warna-warna blok lalu lalang di hadapan penikmat fesyen.
 Peragaan busana koleksi "Cromia" milik Sebastian Gunawan dan Cristina Panarese. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sekilas, palet warna yang digunakan Seba mengingatkan orang akan lukisan Vincent van Gogh. Tak heran, sebab Matisse banyak mendapat pengaruh dari pelukis era pos-impresionisme ini.
Seba mempertemukan berbagai warna dengan magis. Ungu dipertemukannya dengan hijau pupus, mauve dengan emas, biru muda dengan emas dan merah marun.
Kombinasi 'liar' ini juga diimbangi perpaduan warna komplementer seperti ungu dengan oranye kemerahan, kuning kenari dengan biru muda, atau hijau dengan putih.
Memadukan warna tak biasa ini perlu kehati-hatian. Contohnya saja hijau pupus dan ungu. Pertimbangan lebih detail warna hijau pupus maupun ungu harus dipertimbangkan.
 Peragaan busana koleksi "Cromia" milik Sebastian Gunawan dan Cristina Panarese. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
"Kami merasa masuk dalam pemikiran pelukis (Matisse). Tabrak saja. Kami pun memberanikan diri," kata Seba.
Selain menyoroti warna-warna blok, Seba dan Cri juga memberikan sentuhan motif pada beberapa tampilan. Contohnya saja goresan abstrak warna-warni maupun motif serupa bingkai potret atau motif pemandangan dengan siluet orang-orang yang bergandengan tangan. Lalu, ada pula sentuhan motif garis horisontal pada
cocktail dress.
Eksplorasi liar pasangan perancang ini tak berhenti hanya pada warna. Siluet pun jadi sasaran 'pemberontakan' mereka. Celana palazo disatukan dengan tunik tanpa lengan, bawahan hasil 'perkawinan' rok dan celana, serta gaun-gaun dengan
ruffles dan lengan
puff berukuran besar. Ada pula
oversized dress berpotongan
A-line.
Alih-alih busana tampak simpel dengan permainan warna dan siluet, justru Seba menampakkan keahliannya meramu bahan. Ramuan inilah yang menjadikan busana lebih berkarakter meski tanpa keramaian detail.
Paduan bahan seperti tulle tipis, tafetta, tweed hingga bahan tebal seperti lame matelasse, mikado, jaquard hadir membawa kesan berbeda di tiap tampilan.
Lipatan, lekukan, dan susunan bahan menjadi detail tersendiri buat koleksi mereka kali ini. Tulle-tulle tipis ditumpuk sedemikian rupa sehingga membentuk baris garis yang timbul. Bahan jaquard yang cukup tebal digunakan untuk atasan sehingga tampilan terlihat memiliki tekstur.
Tak cuma itu, Seba juga memberikan sentuhan
print di atas bahan maupun payet yang disematkan pada beberapa bagian busana, termasuk pundak.
Jika Matisse menggunakan medium kanvas sebagai wadah ekspresi seninya, Seba memilih berbagai medium bahan dengan karakter berbeda.
Alhasil, peragaan busana malam itu tak ubahnya ekshibisi lukisan Matisse. Karakter 'berontak' hadir di sana-sini.
"Koleksi ini seperti sebuah lukisan."
(els/asr)