Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak orang menganggap bahwa tubuh gemuk berarti
obesitas. Padahal, tak demikian adanya.
Tak semua orang berbadan besar tergolong dalam obesitas. Obesitas merupakan kondisi gizi berlebih yang menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh dalam jumlah yang sangat tinggi.
"Tidak semua orang yang badannya besar adalah obesitas. Obesitas itu karena berlebihnya timbunan lemak, bukan besar karena otot. Kalau olahragawan karena otot," kata ahli gizi Profesor Hardinsyah kepada
CNNIndonesia.com yang dijumpai usai temu media memperingati Hari Gizi Nasional di Jakarta, Rabu (23/1). Hari Gizi Nasional diperingati pada tanggal 25 Januari setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hardinsyah menjelaskan, mayoritas obesitas terjadi karena karena faktor gaya hidup tidak sehat. Faktor gaya hidup ditunjang oleh makanan yang berlebih dan tidak diimbangngi oleh aktivitas fisik yang cukup.
"Sederhananya karena makanan berlebih, makanan enggak seimbang. Energinya kebanyakan karbohidrat, kebanyakan lemak gorengan, atau kedua-duanya. Jadi, kelebihan energi, kurang aktivitas fisik," tutur Hardinsyah yang merupakan Ketua Pergizi Pangan.
Pendapat yang sama juga diutarakan Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy.
"Pola konsumsi manusia ini tidak bisa dikontrol. Sehingga terjadilah saat ini obesitas meningkat," kata Doddy kepada CNNIndonesia.com, Kamis (24/1).
Kementerian Kesehatan menganjurkan konsumsi gula maksimal 50 gr, garam 5 gr dan lemak 67 gr per hari.
Selain itu, tingkat stres dan kurang tidur juga dapat menyebabkan obesitas. Tidur yang tidak teratur dapat mengaktifkan hormon ghrelin yang membuat nafsu makan meningkat.
"Hormon ghrelin meningkat, nafsu makan meningkat. Jadi, makannya rakus," ujar Hardinsyah.
Tolak Ukur ObesitasUntuk mengetahui seseorang tergolong dalam obesitas, diperlukan pengukuran yang tepat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur obesitas.
Pertama, melalui indeks massa tubuh (IMT) yang didapat dari berat baran (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m). Hasilnya, jika lebih dari 25 hingga 27 tergolong dalam berat badan berlebih. Jika lebih dari 27-30 masuk dalam kategori obesitas tingkat I, 30-34 obesitas tingkat II, dan lebih dari 34 obesitas tingkat III atau obesitas morbid.
"Obesitas morbid itu sampai tidak bisa jalan, sampai diabetes," kata ahli gizi, dr Damayanti Rusli Sjarif.
Kedua, pengukuran obesitas sentral atau mengukur dengan lingkar perut. Jika pada perempuan lebih dari 80 cm dan laki-laki lebih dari 90 cm maka tergolong obesitas.
Ketiga, cara yang paling praktis menggunakan alat canggih bernama
body compotition analyzer. Alat ini akan menghitung lemak dalam tubuh menggolongkannya dalam obesitas.
(ptj/asr)