Jakarta, CNN Indonesia -- Para
pekerja Jepang beramai-ramai merasa galau. Bukan karena patah hati, melainkan galau karena
libur 'terlalu' panjang.Akhir April hingga awal Mei seharusnya penuh kebahagiaan bagi pekerja Jepang. Mereka mendapat jatah libur panjang selama 10 hari. Libur panjang itu diberikan dalam rangka peringatan turun takhta
Kaisar Akihito dan 'Pekan Emas' Mei.
Alih-alih bikin bahagia, libur panjang justru membuat mereka yang terkenal gila kerja itu kebingungan. Seishu Sato, misalnya. Pekerja Jepang 31 tahun ini tak tahu bagaimana cara menghabiskan waktu selama 10 hari libur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejujurnya, saya tidak tahu bagaimana menghabiskan waktu ketika tiba-tiba diberikan 10 hari libur," ujar Seishu, melansir
AFP.
Melancong pun Seishu enggan. Biaya liburan yang melonjak dan keramaian di mana-mana membuatnya urung bergerak.
"Saya mungkin akhirnya akan berlibur di tempat orang tua saya," ujar Seishu.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh harian
Asahi Shimbun menunjukkan, sebanyak 45 persen orang Jepang merasa tak bahagia dengan libur panjangnya. Hanya 35 persen di antaranya yang mengaku bahagia.
Namun, tak semua pekerja di Jepang mendapatkan jatah libur. Tengok saja para pekerja yang bergerak di bidang jasa wisata.
"Saya tidak akan bisa mengambil libur. Sebaliknya, saya akan sangat sibuk," ujar Takeru Jo, seorang pegawai di salah satu kedai piza di Jepang. Takeru justru harus melayani orang-orang yang pergi berlibur.
Bukannya bahagia karena tak perlu kebingungan menghabiskan waktu libur, Takeru malah mengeluh tentang pengasuhan anak. Betapa tidak, jika biasanya dia kerap menitipkan sang buah hati pada jasa penitipan anak, momen libur ini membuatnya kebingungan antara bekerja dan mengasuh anak.
"Untuk orang tua yang bekerja di sektor jasa pariwisata, liburan 10 hari adalah sakit kepala," kata Takeru. Hampir semua tempat penitipan anak tutup dan tidak beroperasi lantaran pegawainya yang mendapat jatah libur.
Tetap Menghormati Keluarga KekaisaranKendati mengeluh akibat libur panjang, warga Jepang tak lantas membenci keluarga kekaisaran. Euforia turunnya takhka Kaisar Akihito tetap menjadi perbincangan publik.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh media lokal
NHK menemukan, hampir tak ada warga Jepang yang antipati terhadap momen pergantian takhta ini. Mayoritas warga tetap menyimpan rasa hormatnya untuk keluarga kekaisaran. Hanya 22 persen yang menyuarakan ketidakpedulian.
Sentimen positif ini terus meningkat sejak 2003 lalu. Meningkatnya citra keluarga kekaisaran sedikit banyak didorong oleh eksistensi Kaisar Akihito.
"Perhatian mereka [Kaisar Akihito dan keluarga kekaisaran] kepada para lansia, penyandang cacat, dan korban bencana alam yang diabaikan oleh para politisi dalam tiga dekade terakhir telah mendapatkan dukungan publik," ujar pengamat politik Jepang, Takeshi Hara.
Fakta bahwa Kaisar Akihito menikahi kekasih yang dicintainya juga telah meningkatkan kedudukannya di mata publik.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)