Jakarta, Kota Rawan Pnemonia pada Balita

CNN Indonesia
Selasa, 25 Jun 2019 23:22 WIB
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat penyakit pneumonia pada balita menduduki peringkat kedua sebagai penyakit menular setelah diare.
Ilustrasi balita. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang wanita yang merupakan warga Krekot Bunder Raya, Provinsi DKI Jakarta hanya tercengang ketika ditanya tentang penyakit pneumonia, atau radang paru-paru pada bayi di bawah lima tahun (balita).

Cicih bersama putranya, Kahfi yang masih berusia dua bulan, rutin mengunjungi Posyandu di RW 06, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar setiap bulannya.

"Kalau pun ada sosialisasi tentang pencegahan bahayanya pneumonia, saya mau dan pengen tahu," kata Cicih seperti yang dikutip dari Antara, Selasa (25/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia bahkan tidak mengetahui, jika ada vaksin khusus yang diberikan untuk mencegah penyakit pneumonia pada balita.

Pneumonia merupakan infeksi paru-paru yang disebabkan bakteri, jamur dan virus. Penyakit itu sering disebut penyakit multifaktorial.

Selain karena infeksi, kebersihan dan kepadatan penduduk di tempat tinggal, turut mempengaruhi perkembangbiakan penyakit tersebut.



Sementara, perokok pasif juga mengakibatkan sering sekali mengalami batuk, pilek berulang akibat terpapar racun rokok.

Pada golongan ekonomi menengah ke bawah, kompor tungku, asap pembakaran sampah dan polusi dapat menyebabkan pneumonia.

Hal tersebut diungkapkan oleh

Seorang praktisi kesehatan anak, dr Achmad Rafli SPA, menuturkan pentingnya memberikan edukasi bagi orang tua, jika bukan asap yang keluar dari mulut perokok yang berbahaya, tetapi asap rokok yang menempel di tubuh perokok itu yang sangat berbahaya.

"Pajanan secondhand smoke (perokok pasif) lebih berbahaya bagi anak dibanding orang dewasa," kata dr Achmad.

Menurutnya pneumonia pada balita dan dewasa berbeda.

Pada balita konsepnya infeksi pada saluran nafas atas atau bawah, akan berhubungan terlebih infeksi pada jalur alveoli dan bronceolus.

Penyebabnya juga pada balita tersebut gizinya buruk dan penyakit jantung bawaan pada orang tuanya.



Sering disebut juga sebagai penyakit multifaktorial yang mengakibatkan sesak hingga kematian pada balita.

Achmad menjelaskan gejala yang paling mudah ditemui pada balita yang terkena pnemonia ringan, yakni sesak nafas atau gangguan dalam pengambilan oksigen dari paru-paru hingga demam.

Sehingga orangtua yang menemukan balitanya mengalami gejala pneumonia, disarankan jangan diberikan obat-obatan tradisional atau obat herbal.

Kemudian longgarkan pakaian anak agar dapat bernafas lega. Jangan berikan obat-obatan yang diminum melalui mulut, karena balita dapat tersedak.

"Kalau orang tua menemukan anaknya sesak, tidak mau makan hingga lemas, segera dibawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan botol oksigen. Nantinya dokter yang akan menilai apakah itu pneumonia atau bukan," katanya.

Sosialisasi tentang Pneumonia

Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat penyakit pneumonia pada balita menduduki peringkat kedua sebagai penyakit menular setelah diare.

Pada 2018 tercatat 42.305 balita ditemukan dan ditangani dengan diagnosis pneumonia. Prosentasenya sebesar 95,53 persen dari 44.285 balita yang diperkirakan sebagai penderita yang tersebar di enam kabupaten/kota.



Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sawah Besar, Jakarta Pusat mencatat sebanyak 35 kasus penyakit pneumonia yang menjangkiti balita hingga pertengahan 2019.

Gejala virus penyebab pneumonia sangat banyak, seperti rhibovirus, respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza dan virus campak.

Batas frekuensi napas cepat pada bayi kurang dari dua bulan adalah lebih atau sama 60 kali per menit, pada bayi dua-12 bulan adalah lebih atau sama 50 kali per menit dan usia 1-5 tahun adalah 40 kali per menit.

Balita yang rentan terserang penyakit pneumonia berada di rentang umur 0 bulan sampai tiga tahun, maka jika balita mengalami gejala sakit untuk segera membawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

Umumnya pasien diberikan bantuan oksigen, pemeriksaan darah, foto thorax hingga pemeriksaan penunjang lainnya untuk mengetahui penyebab pasti pneumonia.

Sementara, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Penular (P2P) Dinkes DKI Jakarta, dr. Dwi Oktavia menjelaskan salah satu upaya dilakukan dengan pencegahan primer.

Pneumonia menjadi penyebab terbesar kematian balita. Salah satu penyebab utama yakni penyakit campak.



"Campak yang berat dapat menimbulkan pneumonia," kata Dwi.

Pencegahan primer dilakukan dengan imunisasi dasar lengkap, salah satunya imunisasi campak.

Imunisasi campak diberikan untuk balita di bawah sembilan bulan, diulang pada umur 18-24 bulan dan terakhir pada umur 6 tahun.

"Semua balita punya perlindungan dan jangan sampai sakit campak yang berujung pada pneumonia hingga kematian," ujar Dwi.

[Gambas:Video CNN] (antara/agr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER