Paris, CNN Indonesia --
Couture ibarat 'laboratorium'
fesyen. Setiap perancang bebas berekspresi dan berfantasi dalam menciptakan koleksi. Tak peduli apakah karya memiliki nilai komersial atau tidak.
Couturier asal China, Guo Pei, tampaknya memanfaatkan betul momen ini. Seperti hasrat, ekspresi, ide, dan konsep mengenai dunia mimpi tak terbatas. Sekali pun itu eksplorasi keindahan ihwal kehidupan dan kematian.
Berlokasi di Beaux-Art de Paris, Prancis, Guo Pei menyelami kehidupan setelah kematian. Burung gagak hitam menatap tajam di antara lenggokan model. Dikelilingi oleh patung malaikat dan kumpulan iblis, imajinasi Guo Pei menjadi bagian dari gelaran Paris Couture Week.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak main-main Guo Pei bereksperimen. Bak kembar siam, tubuh dua model dibiarkannya melenggok dalam satu gaun.
Look pertama ini menantang standar definisi pakaian sebagai sebuah produk singular dan personal. Keduanya beriringan menyamakan langkah dalam gaun dengan dekorasi sulam bermotif naga dan burung Phoenix.
Guo Pei juga mengkombinasikan teknik
Lafite dengan bunga sulam tiga dimensi pada sebuah gaun.
 Presentasi koleksi Guo Pei dalam gelaran Paris Couture Week. (Foto: REUTERS/Regis Duvignau) |
Belum lagi siluet yang dihadirkan. Siluet bak dewi Yunani, mantel dengan kerah Ralph dari era Barok, hingga bawahan
panier berbentuk oval yang berasal dari zaman Renaissance. Semuanya menjadi satu kesatuan.
Tak hanya itu, Guo Pei juga bereksperimen dengan penggunaan bahan. Dia banyak menggunakan serat nanas dalam koleksinya. Berasal dari Filipina, serat nanas mengalami proses hingga tujuh tahap sebelum menjadi pakaian.
Meski tak terlihat modern atau kontemporer, koleksi Guo Pei memiliki level kompleksitas yang tinggi. Ide yang terlampau imajinatif, tingkat kerumitan, hingga proses produksi yang membutuhkan waktu lama, membuat Guo Pei memiliki kemewahan yang tak dipunyai desainer lain.
[Gambas:Video CNN] (asr)