Jakarta, CNN Indonesia -- Ruang luas, sejuk, dan bersih menyambut setiap pengunjung saat menjejakkan kaki di lantai tiga Pasar Kenari, salah satu sentra penjualan alat listrik yang telah sekitar 20 tahun berdiri di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.
Berbeda dengan lantai-lantai di bawahnya yang sedikit kotor dan pengap, lantai tiga pasar itu lebih terlihat seperti pusat perbelanjaan modern yang banyak bertebaran di belantara beton ibu kota.
Namun bukan lampu, kabel maupun pompa air listrik yang dijual di lantai itu, tetapi buku-buku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada 29 April 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan lantai tiga Pasar Kenari sebagai salah satu sentra belanja buku di Jakarta yang diberi nama 'Jakbook'.
Sentra buku Pasar Kenari yang dikelola Pemprov DKI Jakarta melalui Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya itu digadang menjadi surga baru bagi para pecinta buku sekaligus dapat meningkatkan minat baca masyarakat.
Beragam fasilitas"Lokasinya strategis, harganya (buku) murah harapannya nanti warga Jakarta bisa lebih cepat pertumbuhan minat bacanya," kata Anies saat meresmikan sentra buku Pasar Kenari.
Di lantai tiga gedung Pasar Kenari ini sebanyak 66 kios pedagang dan satu gerai besar buku Jakbook akan memanjakan siapa saja yang ingin berburu buku.
Beraneka ragam jenis buku, dari baru maupun bekas, baik keluaran Indonesia maupun buku impor berbahasa Inggris, Arab, hingga Jepang, semua tersedia di tempat ini.
Pengunjung tidak akan berpeluh keringat saat mencari buku yang mereka inginkan, karena pendingin udara aktif menyejukkan ruang seluas sekitar 714 meter persegi itu.
Sejumlah fasilitas lainnya seperti eskalator, mesin-mesin ATM, ruang menyusui,
co-working space, dan tiga titik tempat membaca kekinian turut memanjakan pengunjung di pasar buku ini.
Ada juga gerai kopi dengan sofa-sofa yang empuk menjadi pilihan tempat membaca buku yang nyaman.
Kemudahan tidak hanya diberikan kepada pengunjung. Pasar Jaya juga memberikan kemudahan kepada para pedagang buku yang berjualan di lokasi tersebut.
Dari 66 kios yang ada, semuanya diisi pedagang dari sentra buku terdahulu di Kwitang dan Pasar Senen tanpa biaya sewa kios selama setahun.
Biaya yang dibayar para pedagang, kata Staf Pemasaran Perumda Pasar Jaya, Astri Vinasty, hanya untuk biaya perawatan, kebersihan, dan pelayanan yang berkisar Rp250 ribu-Rp500 ribu per kios tergantung ukurannya.
Dalam area yang sama Pasar Jaya juga menghadirkan layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang bernama Tempat Penitipan Anak (TPA) Negeri Bina Tunas Jaya 4.
Layanan gratis ini memfokuskan pada pengembangan anak usia dini, khususnya bagi anak dari para penjaga toko di Pasar Kenari.
Salah seorang pedagang buku di Pasar Kenari, Labora Sitorus mengatakan, suasana berjualan di lokasi barunya ini jauh lebih nyaman dibandingkan kios lamanya yang berada tak jauh dari Terminal Bus Pasar Senen.
Dahulu panas dan bising suara kendaraan bermotor. Kini setiap hari selalu sejuk dan tidak pernah merasakan polusi udara saat berjualan.
Apalagi Labora kini dalam proses pemulihan dari sakit berat yang diderita beberapa bulan terakhir.
"Kondisi lokasi jualan yang tidak panas seperti di sini membantu pemulihan sakit saya," kata Labora.
 Pengunjung berburu buku di Pasar Kenari, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Kondisi sepiHingga sejak dibuka oleh Anies, dari 66 kios yang ada banyak di antaranya yang tidak beroperasi.
"Ramainya pembeli hanya pada sepekan awal setelah tempat ini dibuka Gubernur Anis Baswedan pada akhir April 2019. Kalaupun ramai, ya Sabtu, Minggu atau hari libur. Saat hari biasa ya seperti sekarang, sepi," kata Labora.
Setelah itu, kata dia, jumlah pengunjung semakin menurun hingga saat ini.
Sejak pekan kedua sentra buku di Pasar Kenari ini dibuka, banyak pedagang yang menutup kiosnya dan memilih berjualan di kios maupun lapak lama mereka di Pasar Senen maupun Kwitang.
"Di sana penjualannya lebih menjanjikan. Saya pun masih membuka satu lapak di Pasar Senen dengan hasil penjualan yang lebih bagus dibandingkan di Pasar Kenari ini," kata salah satu pedagang yang sudah sejak 2013 berjualan buku di Pasar Senen.
Dia membandingkan, omset penjualan di Pasar Kenari hanya mencapai rata-rata sepuluh buku per hari. Sedangkan di Pasar Senen bisa mencapai 40 buku per hari.
"Untuk ujung tombak pemasukan penjualan buku dagangan saya berasal dari penjualan melalui toko daring. Itu memang sudah tiga tahun terakhir semenjak maraknya penjualan secara daring," kata Labora.
Senada dengan Labora, seorang pedagang lainnya, Indah Suciati mengaku merasakan berkah dari ramainya penjualan di Pasar Kenari berlangsung pada sebulan pertama.
"Untuk mencapai penjualan Rp100 ribu per hari susahnya bukan main," kata pemilik kios buku di Pasar Senen.
Padahal di kiosnya yang lama di Pasar Senen, omset penjualan rata-rata per hari bisa mencapai Rp300 ribu.
Mengenai sepinya pengunjung, Astri mengatakan Pasar Jaya sudah berupaya melakukan beragam promosi.
"Kami sudah bekerja sama dengan salah satu vendor biro iklan untuk mempromosikan Pasar Kenari sebagai destinasi wisata buku baru Jakarta Pusat di media iklan digital di sejumlah gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuterline dan stasiun KA di Jabodetabek," kata Astri.
Itu dilakukan agar cita-cita menjadikan Pasar Kenari sebagai "surga" yang nyaman bagi pedagang dan penggemar buku di Jakarta dapat tercapai.
(antara/ard)