Status PNSPerjalanan Diana untuk memberikan pendidikan usia dini yang layak bukan tanpa lika-liku.
Kali ini, bukan banjir yang menerjang kelangsungan TK miliknya, melainkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diidamkan banyak orang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2014, Diana berhasil mendapatkan status PNS dan menjadi guru di SD 03 Jagakarsa, tak jauh dari SD 04, tempat suaminya bertugas.
Namun, setelah menjalani tugas sebagai CPNS, TK yang sudah dikembangkan pun terbengkalai. Diana dihadapkan dilema dan memikirkan ulang status PNS yang diterimanya. Dengan pemikiran matang, Diana mantap melepas status PNS yang diterimanya.
“Akhirnya kami rembukan keluarga bagaimana baiknya. Oke kita bisa kaya, berdua PNS tinggal ambil uang saja. Tapi, setelah dipikir-pikir, kalau PNS, saya saja (yang dapat manfaat). Tapi, kalau yang kecil-kecil ditinggal, nanti terbengkalai semua,” tutur Diana.
Saat menerima SK PNS, saat itu pula Diana langsung menyerahkan kembali SK tersebut dan menyatakan mengundurkan diri.
Semua guru dan wali murid bersorak kegirangan karena Diana memilih mengabdi pada PAUD dan TK. Di sisi lain, keputusan ini juga jadi pembicaraan banyak orang. Tapi Diana tak peduli, niatnya bulat mengajar TK yang digagasnya.
“Dikatain goblok, dikatain bego. Kalau ibu
mah cuek saja, biarin, yang penting saya senang,” ujar Diana.
Tekad Hadiana melanjutkan perjuangan di PAUD dan TK terus dijalankan secara konsisten. PAUD dan TK Nur Rahmah besutan Diana menjadi satu-satunya yang tersisa dan bertahan di Gugus Mawar, kelurahan Tanjung Barat.
“Satu gugus ada 5 TK, 4 sudah tutup semua. PAUD dan kelompok bermain juga tutup,” ujar Diana.
Saat ini siswa di TK tersebut berjumlah 31 anak dan Kelompok Bermain 20 anak. Karena keterbatasan tempat, banyak pendaftar yang akhirnya terpaksa Diana tolak.
“Sudah penuh banget karena ruangannya terbatas, tempat mainnya juga terbatas,” ucap Hadiana.
Keterbatasan tempat membuat Diana menyiasati ruangan yang ada. Satu ruang berisi khusus tempat bermain anak-anak, perpustakaan di buat di sudut kelas, perosotan dan permainan lainnya dibuat di teras.
Diana dan guru-guru di TK memilih tetap bertahan agar anak-anak dapat mendapat pendidikan yang layak. Para guru, tetap mengajar meski hanya diberi gaji Rp500 ribu per bulan.
Gaji Rp500 ribu memang tak mencukupi untuk hidup di Jakarta. Seorang guru bahkan menanggung biaya transportasi yang lebih besar dibandingkan gaji karena tinggal jauh dari TK.
“Tapi lihat amalnya, ibadahnya,” kata seorang guru, Siti di TK Nur Rahmah.
Dengan segala keterbatasan itu, TK Nur Rahmah tetap mampu berprestasi. Sudah 115 piala yang berhasil diraih, belum termasuk piagam yang sudah menumpuk.
Kini, Diana juga sedang berjuang memenangkan penghargaan terbaru. Diana masuk sebagai salah satu nominasi 'Ibu Ibukota Awards 2019' yang akan digelar 20 Desember mendatang.
(ptj/ayk)