Jakarta, CNN Indonesia -- Pariwisata menjadi sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Sukabumi. Letak geografisnya yang strategis membuat beragamnya objek wisata di sana, mulai dari wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus.
Terdapat sekitar 50 objek wisata yang memberikan dukungan terhadap perekonomian Kabupaten Sukabumi, meliputi 34 wisata alam, delapan wisata buatan, dan delapan wisata minat khusus.
Salah satunya adalah Situ Gunung. Berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Situ Gunung terletak di ketinggian 850 mdpl dengan panorama indah khas pegunungan dan udara yang sejuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhir pekan kemarin saya bersama lima orang teman saya dari Jakarta merapat ke Situ Gunung. Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB, saya tancap gas dari Jakarta menuju Cisaat, Sukabumi. Perlengkapan untuk bermalam di tenda sudah dipersiapkan dari jauh hari sebelumnya.
Perjalanan ke Sukabumi sudah tak lagi antahberantah, karena tinggal tol Jagorawi yang sudah terhubung langsung ke Sukabumi. Jarak dari Jakarta ke Sakabumi saya tempuh hanya empat jam dengan kendaraan pribadi. Tol berkelok dan aspal mulus menemani perjalanan malam itu.
Terlihat sudah banyak orang yang bernyanyi sembari membuat api unggun saat saya tiba di Situ Gunung. Hanya dengan membayar Rp35 ribu per orang saya sudah bisa bermalam di sini. Dibantu petugas Situ Gunung saya langsung disediakan tempat untuk mendirikan tenda.
Area berkemah di kawasan ini sudah berupa tanah lapang berumput yang datar, sehingga nyaman untuk mendirikan tenda. Penerangan dan akses jalan menuju camping ground juga sudah cukup baik. Sebagian jalanan berupa batuan sehingga tidak becek usai hujan.
Ada sejumlah lokasi berkemah yang tersedia. mulai dari dekat dengan akses keluar, hingga yang terjauh di sekitar Curug Sawer. Jadi, bebas memilih lokasi untuk berkemah.
Meski kawasan untuk berkemah sudah dibangun sedemikian rupa, suasana alam masih sangat terasa di kawasan ini.
Udara dingin tak terhindarkan, walaupun sudah memakai jaket yang cukup tebal, dinginnya masih menusuk kulit bahkan sampai ke tulang.
Salah satu teman bergegas mengambil kayu bakar yang sudah tersedia. Benar-benar sensasi kemah yang luar biasa.
Danau Situ GunungPagi masih gelap, saya bergegas mengambil foto matahari terbit di sekitar danau yang jaraknya 1 kilometer dari area berkemah.
Melihat kelima teman saya masih bermalas-malasan, saya berinisiatif pergi sendiri. Terbilang cukup nekat, karena saya masih belum tahu posisi danau cantik tersebut. Berbekal air mineral saya terus berjalan ke arah selatan.
Sebenarnya ada jasa ojek menuju ke danau, tapi saya memutuskan untuk berjalan kaki.
Hutan rimbun dan udara dingin membuat saya sedikit was-was pagi itu. Sesekali terdengar suara burung bersahutan dengan suara kera. Saya melihat ke arah kiri sudah nampak danau yang akan saya tuju.
Tetapi perjalanan saya belum juga menemukan tanda-tanda akan sampai, justru kabut semakin tebal. Sempat berpikir untuk kembali, sudah kepalang tanggung. Sesekali saya menengok ke belakang untuk memastikan keamanan saya pagi itu.
Setelah berjalan hampir setengah jam, saya sudah memasuki kawasan danau. Perasaan lega dan bahagia karena sudah melewati hutan rimbun.
Tidak menyesal saya berjalan sejauh itu. Karena panorama yang disuguhkan danau ini sungguh luar biasa. Embun dan kabut belum pergi, saya menjadi saksi keindahan alam Sukabumi pagi itu. Matahari juga masih tampak malu menampakkan keelokannya dari belakang bukit.
Menunggu matahari terbit bagaikan menunggu anggukan seorang gadis yang akan dipinang. Yakin kalau si gadis tidak akan menolak, tetapi tetap membuat jantung berdebar.
Yakin bahwa matahari bakal terbit, tetapi ada perasaan khawatir jika bahwa sinarnya mungkin tertutup mendung.
Akhirnya sinar matahari muncul di balik pepohonan dan bersambut kabut pagi yang naik dari air danau. Saya mendapatkan pemandangan cantik yang tak terlupakan. Tak sia-sia perjalanan yang saya lalui pagi itu.
Danau Situ Gunung menawarkan keindahan alam dan hawa pegunungan yang sejuk. Suasana hutan pinus dan hutan damar serta indahnya air terjun menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang untuk berkemah di sini.
Di beberapa bagian danau terdapat semacam pulau-pulau kecil yang ditumbuhi rerumputan hijau. Tidak hanya panorama yang indah, suara kicauan burung kepondang, kutilang, dan perenjak menambah kemeriahan di danau pagi itu.
Sesekali saya melihat seekor monyet dengan ekor panjang di antara pepohonan sekitar danau.
Dari kisah warga setempat, diceritakan kalau Danau Situ Gunung adalah danau buatan seorang bangsawan Mataram yang bernama Rangga Jagad Syahadana alias Mbah Jalun.
Danau ini dibuat sebagai wujud syukur atas kelahiran anaknya. Nama Danau Situgunung sendiri dipilih karena danau ini ada di gunung.
Saking indahnya, jika dilihat dengan mata telanjang pasti tidak ada yang menyangka kalau danau ini adalah danau buatan.
Lancong Semalam penulis di Jembatan Situ Gunung dan Curug Sawer masih berlanjut ke halaman berikutnya...[Gambas:Video CNN]
Jembatan gantung Situ GunungSesudah menghabiskan pagi hari di tepi danau, saya kembali ke tenda untuk sarapan dan bersiap mengunjungi jembatan gantung yang menjadi ikon dari Situ Gunung. Jaraknya dari area berkemah hanya 20 menit saja.
Sebelum memasuki jembatan saya bersama teman-teman disuguhkan minuman seperti jahe, kopi dan teh, serta kudapan pisang kukus dan singkong rebus.
Sembari menyesap kopi, saya diajak menikmati pertunjukan musik khas Jawa Barat di tribun yang terbuat dari bale bambu.
Setelah berjalan 600 meter dari bale bambu, saya tiba di pintu masuk Jembatan Situ Gunung.
Untuk menikmati jembatan yang super epik ini saya hanya merogoh kocek Rp50 ribu saja. Untuk anak-anak dan lansia dikenakan biaya Rp25 ribu. Harga tersebut sudah termasuk tiket masuk ke Curug Sawer.
Setelah membayar, saya diberikan sabuk pengaman yang dilingkari di pinggang sebagai standar keselamatan.
Jembatan Gantung Situ Gunung merupakan yang terpanjang di Indonesia. Bahkan juga ada yang menyebutnya sebagai yang terpanjang di Asia.
Jembatan gantung ini memiliki panjang 243 meter dengan lebar 1,8 meter dan berada di ketinggian jurang mencapai 161 meter.
Kayu yang digunakan untuk membangun jembatan ini tidak sembarangan. Pihak swasta dan Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama untuk memilih menggunakan kayu ulin yang langsung dikirim dari Provinsi Papua.
Bukan tanpa alasan, ulin atau kayu besi dipilih karena tahan terhadap perubahan suhu, kelembapan, tidak mudah dimakan rayap, dan sifat yang sangat berat serta keras.
Selain kayu pemilihan kayu, agar jembatan lebih kokoh mereka menggunakan lima sling.
Sesuai dengan standar kapasitas yang telah ditetapkan, untuk satu kali lewat hanya mampu menampung sebanyak 40 hingga 50 orang sekaligus.
Di sana terdapat para petugas yang siap untuk mendampingi dan mengatur para pengunjung yang datang.
Beberapa hal juga harus diperhatikan seperti tidak boleh berlarian, loncat, melempar benda dalam bentuk apapun ketika menyebrang, dan diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan.
Jembatan yang belum memiliki nama resmi ini menghubungkan ke wisata alam lain yaitu Curug Sawer dan hanya membutuhkan waktu 10 menit saja untuk sampai.
Ketika saya melewati jembatan ini guncangan hebat sangat terasa. Badan seperti terayun ke kanan dan ke kiri.
Menyeberanginya perlu adrenalin ekstra. Belum lagi pengunjung yang berswafoto di tengah jembatan, ingin rasanya buru-buru sampai ke seberang.
Tetapi setelah terbiasa, saya begitu menikmati primadona Situ Gunung ini. Ayunan jembatan membuat sangat nyaman dan menyenangkan.
Terlebih lagi pemandangan khas pegunungan terhampar sejauh mata memandang. Memburu foto dengan latar belakang bukit berkabut menjadi 'teman setia' di selama di jembatan.
Curug SawerKetika sampai di seberang jembatan, saya terus melanjutkan perjalanan ke Curug Sawer. Menariknya jembatan gantung ini dapat mempersingkat jarak tempuh untuk menuju ke Curug Sawer.
Air terjun yang menjadi primadona di kawasan ini. Sebelumnya perjalanan menuju Curug Sawer ditempuh dengan berjalan kaki selama satu jam. Kini pengunjung dapat menempuhnya hanya dalam waktu 30 menit saja.
Saya melewati jalan setapak dengan batuan tersusun rapih. Selama perjalanan ke Curug Sawer juga disediakan fasilitas lengkap seperti musala, kantin, dan toilet yang terjaga kebersihannya.
Tak berselang lama terlihat tebing batu menjukang tinggi, terdapat juga air mengalir dari Sungai Cigunung dengan membentuk air terjun. Ternyata saya sudah tiba di Curug Sawer. Petugas kawasan wisata menyebut tingginya mencapai 35 meter.
Pemandangan di sini sangat eksotis yang akan memanjakan mata. Batu-batu besar yang dikelilingi pepohonan rindang memberikan kesan menarik. Udara sesegar di sini juga mampu menghilangkan kepenatan di tengah kerjaan yang menumpuk.
Saya merasakan suara air terjun dan cipratan yang mengenai wajah dan tubuh saya. Curug Sawer memiliki ke dalaman 10 meter, jadi tidak disarankan untuk berenang di sini.
Berdasarkan penuturan beberapa orang yang biasa berada di sekitar curug, konon pada zaman Belanda curug ini biasa dijadikan tempat untuk ritual yang berbau mistis.
Penamaan curug ini sendiri berkaitan dengan salah satu desa di Gunung Gede yang terkenal dengan tradisi saweran pada acara Tari Jaipong. Sehingga dinamakan Curug Sawer.
Konon, rangkaian dari Curug Sawer tercipta setelah seseorang yang sakti yang tinggal di kaki Gunung Ciremai menyelenggarakan Upacara Saweran di Sungai Cipada untuk mendapatkan berkah bagi dirinya dan keturunannya.
Ia bertapa selama bertahun-tahun hingga wafat. Menurut cerita yang turun temurun, jasad pertapa itu tidak hancur, melainkan sekarang menjelma menjadi ular raksasa yang hidup secara gaib.
Namun, belakangan ini banyak yang mengatakan bahwa pengunjung sering menemui pertapa tersebut jika tak mengucap permisi atau tak mengajak pemandu.
Kemudian, ada mitos yang mengatakan kalau pertapa itu sering menjelma menjadi ular raksasa.
Hal itulah yang menyebabkan warga sekitar membatasi aktivitas mereka agar tidak masuk melebihi kawasan mistis.
Lebih dari itu, sampai saat ini nggak sedikit orang yang datang ke Curug Sawer untuk membawa seserahan yang katanya dipersembahkan untuk pertapa sakti tersebut.
Meski demikian pengunjung tidak perlu khawatir, keeksotisan Curug Sawer mengurangi rasa mistis di dalamnya. Yang terpenting niat baik dan taat dengan aturan.