Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang tahun lalu, kata bucin menduduki peringkat nomor satu di
Google Trends 2019. Diikuti kemudian Ferguso, Gerd, KKN dan
Unicorn. Bucin sendiri belum dimuat dalam KBBI. Penggunaan kata ini lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari di tongkrongan atau percakapan warganet di media sosial. Sebagian mengartikan bucin kependekan dari 'budak
cinta', ada pula yang menyebut 'butuh cinta'.
Belum ada yang secara pasti bisa menjelaskan muasal kata ini.
Hanya saja jika Anda mengetikkan kata 'bucin' ke mesin pencari Google, akan ada 6.590.000 hasil dalam 0,35 detik. Grafik Google Trends menunjukkan pencarian kata 'bucin' merangkak naik mulai Januari 2019 hingga Desember 2019. Namun kemudian menurun saat memasuki Januari 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi lebih banyak yang mengasosiasikan 'bucin' sebagai budak cinta.
Sementara menurut Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Anna Surti Ariani menjelaskan istilah 'budak cinta' yang mengemuka setahun belakangan ini kecenderungannya dialami remaja.
"Sebenarnya ini kan tidak ada di buku referensi psikologi manapun. Yang saya tangkap sih--ketika para anak muda ini ngomong bucin dan lain sebagainya--ini kan orang yang sangat menghamba pada seseorang gitu kan. Betul-betul mencari, kepengen disayang, dicintai dan lain sebagainya," tutur Anna ketika dihubungi
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Sebenarnya membutuhkan cinta dan kasih sayang adalah perilaku yang normal. Namun jadi mengkhawatirkan jika laku yang muncul sudah berlebihan.
"Tentunya setiap orang kan ingin disayang dan dicintai, cuma kalau dia punya kebutuhan yang berlebihan dan kayak nggak bisa sendirian gitu, tentu saja ini sebetulnya ada masalah psikologis yang dialami yang belum betul-betul selesai dalam dirinya," tutur dia lagi.
Sebabnya bisa beragam dan kompleks bergantung pada masing-masing individu. Anna mencontohkan, salah satunya bisa dilatari pengalaman buruk semasa kanak-kanak. Boleh jadi orang tersebut memiliki kekecewaan terhadap cinta kasih dari orang tua.
Sehingga, merasa harus mencari cinta dan kasih sayang itu ke orang lain.
"Tapi ini satu kemungkinan. Misalnya seperti itu, tapi kita tidak bisa menggeneralisir bahwa semua pasti kayak gitu. Cuma cukup banyak ditemui bahwa mereka yang betul-betul berusaha keras untuk mendapatkan cinta itu terjadi karena dia mengalami deprivasi cinta pada masa kecilnya," kata Anna.
Hanya saja Anna menekankan, 'bucin' ini berbeda dengan orang dengan cinta yang berlebihan. Perilaku bucin lebih mengarah ke tindakan di luar nalar untuk orang yang dicintai--bisa berstatus pacar atau sekadar gebetan.
"Ini beda sama cinta yang berlebihan. Tapi intinya, orang yang benar-benar mencari [cinta] banget, dan kadang-kadang orang seperti ini justru bisa dirugikan, karena bisa dimanfaatkan oleh orang yang didekati," pungkas Anna.
Ada kalanya bucin bisa diidentikan dengan cinta buta. Ketika orang yang tengah jatuh cinta rela melakukan apapun untuk orang yang dicintainya bahkan untuk hal-hal yang tak masuk akal dan merugikan banyak orang. Beberapa di antaranya misalnya rela menguras uang tabungan yang seharusnya digunakan untuk melanjutkan sekolah atau urusan penting lainnya ketika si partner meminta uang hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri.
Tentunya tak semua hal yang dilakukan atas nama cinta bisa disebut bucin alias budak cinta --meskipun anak zaman sekarang seringkali 'bercanda' dengan menyebut bucin pada orang yang tengah jatuh cinta-- semua tergantung 'kadarnya.'
Jika sudah berlebihan dan mulai menjurus ke arah 'lebay' saat membuat semua pengecualian yang tak perlu pada hal-hal yang tak bisa diberi pengecualian dan diterima akal sehat, di sinilah peran orang terdekat seperti sahabat dan keluarga harus mengambil peran dan membuat si pecinta yang tengah melayang ke langit ke-tujuh, 'kembali menginjak bumi.'
Tulisan ini merupakan bagian dari fokus yang berjudul 'Bianglala Budak Cinta'[Gambas:Video CNN] (nma)