Jakarta, CNN Indonesia -- Tak sedikit orang yang langsung merasa lapar begitu mendengar nama Gedung Sate, karena kata sate di belakang nama gedung bersejarah yang ada di Bandung itu.
Banyak orang yang mengira bahwa Gedung Sate mendapat namanya karena banyak tukang sate yang berjualan di sekitarnya.
Memang ada satu dua tukang sate yang berjualan di sekitar gedung karya arsitektur Belanda itu, tapi bukan itu yang menjadi alasan gedung ini bernama Gedung Sate.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gedung Sate mendapat namanya dari hiasan di atapnya yang berupa tiang dengan enam benda berbentuk bulat. Mirip bentuk tusuk sate memang, namun bola tersebut bukanlah daging ayam atau daging kambing.
Ada banyak versi yang beredar di masyarakat mengenai benda bulat yang ditusuk pada tiang itu.
Ada yang mengatakan itu adalah jambu air penanda kesuburan Jawa Barat, ada pula yang mengatakan itu adalah bunga teratai penanda keberuntungan.
Ada pula yang mengatakan bahwa bulatan berjumlah enam menandakan biaya pembangunan Gedung Sate pada saat itu, yakni 6 juta gulden.
Yang jelas, gedung itu disebut Gedung Sate karena masyarakat kesulitan mengucapkan nama asli sang gedung; Gouvernements Bedrijven.
Gedung Sate dirancang oleh arsitek asal Belanda, J. Gerber yang dibantu oleh Eh. De Roo dan G. Hendriks.
Belanda memang ciamik dalam soal merancang bangunan yang disebut anti gempa hingga 9 SR ini, namun kuli-kuli Indonesia-lah yang tetap menyumbangkan waktu dan peluhnya demi pembangunan gedung ini.
Tercatat ada sekitar 2.000 pekerja selama Gedung Sate dibangun pada tahun 1920-1924. Dari ribuan pekerja lokal, disebutkan ada 150 pemahat yang didatangkan dari Tionghoa.
Dalam buku Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, disebut bahwa Gedung Sate merupakan bangunan terindah di Indonesia, karena berhasil memadukan kemegahan arsitektur klasik khas Eropa dan Indonesia.
Dikutip dari tulisan SejarahLengkap.com, Gedung Sate mengawinkan eksterior khas Italia, pintu dan jendela khas Moor Spanyol, serta atap yang mirip pura-pura di Indonesia.
Gedung Sate yang dibangun menghadap ke arah Gunung Tangkuban Parahu awalnya digunakan sebagai kantor Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum pada zaman pendudukan Belanda.
Beberapa tahun setelah itu, gedung ini digunakan sebagai pusat pemerintahan Belanda, karena kompeni berpendapat bahwa Batavia yang sesak dan padat sudah tak nyaman lagi.
Tanggal 3 Desember 1945 tercatat menjadi hari bersejarah bagi Gedung Sate, karena terjadi pertumpahan darat merebutkan gedung ini.
Belanda menunggangi sekutu dari Inggris berusaha merebut Gedung Sate dari tangan pemuda Indonesia.
Pertempuran selama dua jam itu dimenangkan Indonesia, namun mengakibatkan tujuh pemuda tewas. Tugunya kini berada di halaman depan Gedung Sate.
Sejak tahun 1980, Gedung Sate dikenal sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat.
Ada banyak alasan untuk berwisata ke Gedung Sate, mulai dari mengunjungi museum interaktifnya sampai berfoto di tamannya.
Tersiar pula kabar mengenai lorong rahasia yang berada di bawah gedung dan bisa tembus hingga Gedung Merdeka.
Lalu ada pula sirene penanda perang yang katanya bisa terdengar sampai Cianjur.
Kasubbag Urusan Dalam Biro Umum Setda Pemprov Jawa Barat (Jabar) Ervin Yanuardi Effendi mengatakan Gedung Sate akan mulai dibuka untuk umum mulai akhir pekan kemarin.
Dia mengatakan nantinya Gedung Sate akan dibuka untuk umum setiap Sabtu pukul 15.00 hingga 16.00 WIB.
Sementara untuk hari Minggu pada pukul 08.00 hingga 09.00 WIB.
"Dari depan Gedung Sate sampai taman belakang bisa dijelajahi. Ini gratis. Kecuali masuk museum Rp5.000 per orang," katanya.
[Gambas:Video CNN] (ard)