SURAT DARI RANTAU

Di Negara Singa Saat Datangnya Virus Corona

Jeremia Juanputra | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mar 2020 15:03 WIB
Belakangan ini ketenangan hidup di Singapura terusik dengan datangnya COVID-19 atau virus corona.
Ilustrasi. (Philip FONG / AFP)
Singapura, CNN Indonesia -- Di saat banyak yang memilih mengambil gap year atau jeda studi setelah lulus SMA, saya malah langsung berangkat ke Singapura untuk kuliah di Singapore University of Technology and Design (SUTD), tepatnya dua hari setelah kelulusan saya dari SMA Kolese Kanisius Jakarta pada Mei 2017.

Singapura sudah dikenal sebagai kota yang serba mahal. Sebagai mahasiswa, tentu saja saya menjalani gaya hidup hemat di sini.

Selain masak di rumah, saya memilih makan di kantin kampus yang jauh lebih murah dari restoran. Saya juga lebih sering menggunakan transportasi umum yang bukan taksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak juga yang menganggap kalau penduduk Singapura sangat individualistis. Ke luar rumah hanya untuk ke kantor atau ke sekolah.

Namun anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Teman-teman Singapura saya di sini sering kongko jika sedang tidak ada tugas dari kampus.

Yang bisa saya bilang, sebagian besar anak muda di Singapura punya komitmen besar untuk menyelesaikan pendidikannya sebaik mungkin.

Harus diakui bahwa standar pendidikan di Singapura sangat tinggi dibandingkan di Indonesia, seperti bisa dilihat dari hasil PISA - ujian yang mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di dunia termasuk Indonesia, di mana Singapura menduduki posisi nomor 2 dunia.

Hal ini mencerminkan komitmen pelajar Singapura yang memang menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk fokus pada pendidikan dibandingkan dengan kongko di kafe atau bar.

Belakangan ini ketenangan hidup di Singapura terusik dengan datangnya COVID-19 atau virus corona.

Bisa saya katakan warga negara Indonesia yang tinggal di Negeri Singa cenderung lebih panik dan mencari aman dibandingkan dengan warga Singapura sendiri.

Pada minggu-minggu awal saat COVID-19 mulai muncul dan merebak di Singapura, tentu para WNI termasuk para pelajar langsung menyetok barang-barang seperti hand sanitizer dan masker.

Bahkan tidak sedikit pula yang membawa barang-barang tersebut dari Indonesia, mengingat semakin menipisnya stok perlengkapan kedua barang tersebut di Singapura.

Masker dan hand sanitizer

Puncak kepanikan di Singapura datang saat status DOSCORN Singapura (pengkajian bahaya suatu penyakit menular) diubah dari kuning menjadi oranye, level peringatan kedua paling tinggi di Singapura.

Setelah pengumuman DOSCORN tersebut, terjadi panic buying di sejumlah supermarket di Singapura, di mana masyarakat, termasuk para WNI, berbondong-bondong segera menyetok barang-barang kebutuhan pokok secara berlebihan, terutama mi instan, beras, dan tisu.

Sebetulnya hal semacam ini tidaklah dibutuhkan, sebab pemerintah Singapura sendiri sudah menekankan bahwa situasi masih dapat terkontrol.

Cukup banyak perubahan signifikan dalam pola hidup saya semenjak virus COVID-19 melanda, terutama pada minggu-minggu awal wabah datang ke Singapura.

Masker dan hand sanitizer menjadi barang yang wajib saya bawa kemanapun saya pergi.

Awalnya, saya sangat tidak terbiasa menggunakan masker di luar rumah. Namun, saya merasa terlalu paranoid untuk berpergian tanpa menggunakan masker.

Saya juga jadi mengurangi kegiatan di luar rumah selain pergi kuliah. Rasanya enggan berinteraksi dengan orang lain di tengah pemberitaan tentang virus menular yang mematikan itu.

Di Negara Singa Saat Datangnya Virus Corona Supermarket di Singapura yang barang-barangnya habis terjual saat wabah virus corona muncul pertama kali. (Roslan RAHMAN / AFP)

Antisipasi penyebaran

Pihak kampus sendiri melakukan sejumlah tindakan preventif untuk penghuninya.

Pertama-tama, seluruh staff, profesor, dan siswa yang baru datang dari China diwajibkan untuk absen dari kegiatan universitas mereka selama 14 hari dan dilarang total untuk datang ke universitas.

Karena kegiatan belajar mengajar di semester baru saya dimulai pada minggu yang sama dengan masuknya COVID-19 masuk ke Singapura, banyak sekali orang-orang yang baru datang dari China yang terjerat aturan ini.

Lalu, karena cukup banyak pelajar dan profesor yang tinggal di asrama kampus, universitas saya terpaksa mengkarantinakan mereka yang baru datang dari China untuk tinggal di gedung yang sama, dengan tujuan mengurangi kontak dengan orang-orang lain.

Alhasil, sejumlah penghuni asrama, termasuk saya, harus dipindahkan ke gedung asrama lain karena kamar-kamar kami digunakan untuk tempat karantina.

Tindakan preventif kedua adalah implementasi e-learning, dimana kelas-kelas dengan siswa lebih dari 50 orang diubah jadi kelas online.

Terakhir, universitas saya membatalkan banyak kegiatan mereka yang partisipannya melebihi 50 orang.

Akibatnya, banyak sekali kegiatan tahunan penting yang harus ditunda, seperti acara penghargaan, seminar, dan workshop.

Dari universitas saya sendiri tidak ada pelajar yang sampai pulang ke Indonesia, karena ada beberapa kelas yang masih dilaksanakan seperti normal sehingga mereka tetap harus datang ke kelas pada hari-hari tertentu.

Secara keseluruhan pula, tidak banyak pelajar dan pekerja WNI yang pulang ke Indonesia karena secara keseluruhan, aktivitas-aktivitas pendidikan dan perbisnisan di Singapura berjalan seperti biasa.

Di Negara Singa Saat Datangnya Virus Corona Antrean panjang di supermarket Singapura. (Martin Abuggao / various sources / AFP)

Berharap terus membaik

Yang membuat saya lega, dalam beberapa minggu terakhir situasi panik sudah mereda.

Saya dan teman-teman sudah mulai melakukan aktivitas seperti biasa, tanpa repot menggunakan masker dan hand sanitizer.

Meskipun banyak acara-acara besar yang dibatalkan, acara kumpul-kumpul di luar jam kuliah kini kembali terlaksana.

Saya tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Singapura, sehingga bisa dengan mudah mendapatkan segala informasi mengenai keadaan terkini di Singapura maupun Indonesia, seperti saat virus corona mewabah sekarang ini.

Selain bertukar informasi, salah satu manfaat dari kuatnya jaringan PPI di dunia ialah kita sebagai perantau seakan punya keluarga baru.

Jadi bagi yang ingin mencoba kuliah di Singapura, mungkin bisa mencari informasinya di situs atau media sosial PPI Singapura. Siapa tahu juga bisa mendapat teman baru.

Sampai jumpa di Singapura!

-

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi [email protected]

[Gambas:Video CNN]

(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER