Misteri Debus Banten, Seni Teatrikal Sufi Nusantara

CNN Indonesia
Jumat, 24 Apr 2020 03:03 WIB
This picture taken on February 4, 2018 shows Indonesian debus master Aris Afandi putting broken glass on his face during a skills demonstration in Bandung. - Many outside superstitious Indonesia would write off the Javanese art of
Ilustrasi debus. (ADEK BERRY / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika Muslim di Turki punya Tari Rummi maka Muslim di Banten memiliki seni Debus. Debus Banten memiliki ciri khusus yang tidak didapati di daerah lain, seperti Debus Aceh dan lainnya.

Ciri khusus Debus Banten adalah senjata berbentuk godo (Jawa) yang memiliki ujung menyerupai pahat. Alat untuk uji kekebalan ini disebut debus (al-madad).

Dalam atraksi debus, senjata berbentuk seperti pahat itu dihujamkan ke tubuh peraga seni tetapi tidak tembus badannya. Benda tajam itu seakan menjadi benda bohongan (gedebus), seperti benda mainan di hadapan orang berilmu kebal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari Alif.id, konon permainan debus sudah dikenalkan kepada masyarakat sejak masa Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama Banten.

Tetapi, informasi lengkap tentang gambar senjata debus dan filosofinya terdapat dalam naskah pontang yang ditulis di masa Sultan Abul Mafakhir, penguasa keempat Kesultanan Banten (1596-1651).

Gambar senjata debus merupakan ilustrasi susunan kata 'Muhammad' secara berhadapan, dan bertemu antara ujung huruf 'mim' di pangkal dan huruf 'dal' di ujungnya.

Sementara di tengah-tengah antara dua kata 'Muhammad' itu tertulis kalimat 'la Ilaha illa Allah'.

Gambar senjata debus melambangkan ajaran tasawuf martabat tujuh yang diajarkan melalui kitab Tuhfat al-mursalat.

Filosofi 'martabat tujuh'

Martabat tujuh sendiri berisi ajaran kesatuan Tuhan dalam alam semesta, mulai dari ahadiyah, wahdah, wadiyah-wahdaniyah, alam arwah, alam amsal, alam ajsam, dan alam insan.

Ahadiyah melambangkan Allah SWT. Wahdah melambangkan nama dan sifat Allah SWT. Wahidiyah dan wahdaniyah melambangkan penciptaan Muhammad SAW berikut penciptaan Nabi Adam.

Alam arwah melambangkan ruh seluruh makhluk. Alam amsal melambangkan rupa-rupa makhluk. Alam ajsam melambangkan fisik makhluk. Alam insan melambangkan manusia secara utuh.

Pengertian sederhananya, pada diri manusia bersemayam secara akumulatif mulai dari sifat ketuhanan, anasir penciptaan manusia utama (Muhammad SAW), anasir penciptaan manusia pertama (Nabi Adam), serta jiwa halus dan kasar yang terhimpun dalam raga manusia.

Manusia yang mampu mengelola dan merawat potensi martabat tujuh itu pada dirinya maka selamat lahir batin.

Ilustrasi salat. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Tak Bisa Ditembus

Debus - yang dikonotasikan dengan tubuh tak bisa ditembus, merupakan pembuktian manusia yang selamat.

Mengapa tak bisa ditembus? Sebab tubuh manusia yang mampu mengelola dan merawat potensi martabat tujuh layaknya ruang kosong.

Tubuh manusia yang dihujam menggunakan debus tak berbekas, sebab benda itu sesungguhnya mengenai ruang kosong.

Wadah yang kosong itu wujud ahadiyah Allah SWT. Sedangkan debus yang dihujamkan itu wujud wahidiyah-wahdaniyah; perpaduan antara anasir Muhammad SWT dan anasir penciptaan Adam.

Sebelum Allah menciptakan Nabi Adam, Ia terlebih dulu menciptakan Muhammad SWT. Dalam hadis Qudsi dijelaskan "Sekiranya tidak ada kamu, Muhammad, Aku tak akan ciptakan jagat alam semesta." Oleh sebab itu nama Muhammad dijadikan ikon debus.

Muhammad terdiri huruf 'min' (menggambarkan unsur api yang selalu menjilat ke atas seperti posisi berdiri i'tidal), huruf 'ha' (melambangkan angin yang bertiup seperti posisi orang ruku'), huruf 'mim' diulang dua kali (melambangkan air yang mengalir ke bawah laksana orang sujud), huruf 'dal' (melambangkan tanah yang lapang sebagaimana duduknya orang shalat).

Dari empat anasir itu, yang tergolong benda padat hanya unsur tanah, sementara api, angin, dan air bukan benda padat. Secara kimiawi benda padat yang sedikit menjadi larut bersama benda tidak padat lainnya.

Makanya, debus dengan sendirinya larut tak berbentuk, tajam jadi tumpul, dihujamkan tapi tak berbekas.

Wajib Didampingi

Seni pertunjukan debus dimainkan sebagai bentuk rasa keasyikan seseorang saat bersanding dengan Sang Maha Pencipta. Pemain debus larut terbawa emosi kecintaannya terhadap Tuhannya, sehingga tak menghiraukan jiwa kasarnya dihujam bertubi-tubi menggunakan debus/al-madad.

Boleh saja penonton merasa ngilu menyaksikan benda tajam dihujamkan ke badan. Tetapi bagi pemain debus, realita sesungguhnya adalah larutan yang disiramkan di atas permukaan badan.

Sekalipun begitu, permainan ini tidak boleh dicoba sendiri sebab harus ada pendamping (guru sufi atau mursyid) yang membimbing laku rohani.

Dalam seni teatrikal debus, tergambar kuat pola relasi murid dengan mursyid. Seorang murid agar selamat dan tidak salah arah harus didampingi mursyid.

Debus adalah simbol totalitas keimanan seorang Muslim. Oleh sebab itu jika bermain debus tapi masih tembus, maka hal itu karena imannya belum tembus.

Artikel ini merupakan bentuk kerja sama CNNIndonesia.com dengan Alif.id yang ditulis sebelumnya oleh M. Ishom El-Saha.

[Gambas:Video CNN]

(ard/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER