SURAT DARI RANTAU

Ramadan Kedua di Negara Mozart

Uno Kartika | CNN Indonesia
Minggu, 26 Apr 2020 12:22 WIB
A horse-drawn carriage drives on a street in the 3rd district in Vienna, Austria on April 8, 2020. - The Hotel Intercontinental cooks up to 350 lunches a day for people in need who are unable to feed themselves due to the coronavirus pandemic. The meals are delivered voluntarily by fiaker drivers. (Photo by ALEX HALADA / AFP)
Suasana kota Wina, Austria, di tengah pandemi virus corona. (AFP/ALEX HALADA)
Wina, CNN Indonesia -- Setahun setelah saya menikah dengan pria asal Jerman pada tahun 2017, saya pindah ke Wina, Austria. Kebetulan kontrak kerja suami di Jakarta habis dan ada tawaran bekerja di Wina.

Pertama kali datang ke Wina saya sangat terkesan dengan arsitektur kota ini yang kuno dan nyeni. Transportasi umumnya juga tak kalah nyaman dengan kota-kota besar di Eropa lainnya.

Hanya saja di sini pendatang harus menguasai bahasa Jerman dasar, karena sebagian besar penduduknya berbicara bahasa tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal cuaca empat musim saya tidak masalah, karena saya juga lebih suka udara dingin ketimbang panas.

Tapi untuk bahasa Jerman dasar saya cukup terkendala. Orang-orang di sini bakal ekstra ramah kalau kita ajak berbincang dengan bahasa Jerman, terutama para orang tua.

Demi kelancaran komunikasi, akhirnya memutuskan untuk les bahasa Jerman. Tidak mudah memang, tapi saat ini saya sudah sampai di level pertengahan.

Pemerintah Austria sudah menetapkan karantina mandiri untuk menghentikan penyebaran virus corona COVID-19 sejak 13 Maret. Suami bekerja dari rumah, begitu pula dengan aktivitas les bahasa saya yang berubah menjadi online.

Penduduk masih diizinkan keluar rumah untuk hal penting, seperti berbelanja. Mereka sangat patuh dengan aturan pemerintah, sehingga tidak ada yang keluyuran.

Agar urusan belanja lebih efisien, saya dan suami membuat daftar belanja dari rumah sehingga tak perlu menghabiskan banyak waktu di supermarket.

Sejak 15 April, toko-toko kecil sudah mulai boleh buka kembali, meski transportasi umum masih dibatasi. Suasana Ramadan di tengah pandemi corona tentu saja terasa berbeda.

[Gambas:Instagram]

Ini adalah Ramadan kedua saya di Wina. Tahun lalu, Islamische Zentrum Wien (Pusat Islam Wina) dan Warga Pengajian Austria selalu mengadakan acara selama Ramadan, mulai dari buka bersama, salat tarawih berjamaah, dan berbagai kajian.

Namun sekarang masjid masih ditutup, sehingga acara kajian misalnya, harus dilakukan secara online.

Waktu berpuasa di Wina lebih panjang dari Jakarta, mulai pukul 03.00 sampai 20.00. Sebelum ada aturan karantina mandiri, salat tarawih di masjid biasanya dilakukan pukul 22.30, oleh karena itu saya lebih memilih melakukannya di rumah.

Beruntung, tahun ini bulan Ramadan bertepatan dengan musim semi, sehingga cuacanya terasa lebih sejuk.

Di Indonesia atau di Austria, mie instan masih menjadi penyelamat untuk saya dan suami kala sahur. Terkadang sayur sisa semalam. Untuk berbuka, saya biasanya membuat camilan, misalnya kue pastel. Berada dalam perantauan membuat saya sering bereksperimen masak.

Walau ada saja kaum lansia yang tidak ramah - mungin karena tak terbiasa dengan pendatang, sebagai orang Asia dan pemeluk Islam saya belum pernah mendapat perlakukan rasisme selama tinggal di sini. Saya harap itu jangan sampai terjadi. Tetapi sebagian besar penduduk Austria itu bisa dibilang bersahabat.

[Gambas:Instagram]

Kalau tertarik dengan arsitektur, saya bisa merekomendasikan Austria sebagai destinasi wisata. Ada banyak bangunan kuno bersejarah di sini, mulai dari gereja sampai istana. Misalnya Stephandom, Karlskirche, atau Schönbrunn Palace.

Beberapa museum dibuka gratis. Rathaus atau Balai Kota juga bisa didatangi tanpa tiket. Begitu juga dengan taman-taman di sekitar kota.

Kota ini juga menjadi tempat kelahiran musisi legendaris Mozart. Museum Mozarthaus dan rumah kelahirannya di Salzburg selalu ramai didatangi turis.

Kalau mengaku pecinta musik, tak ada salahnya menonton pertunjukan opera di sini. Harga tiketnya memang tidak murah, tapi jika pesan dari jauh hari bisa dapat harga miring.

Untuk pecinta kuliner, wajib makan Wiener Schnitzel dan Sachertorte. Keduanya paling terkenal di Austria, terutama di Wina.

Sama seperti tahun lalu, tahun ini saya belum punya rencana untuk Lebaran di Indonesia. Kangen keluarga sudah pasti, terutama masakan khas Idul Fitri.

Biasanya Wisma Duta Besar RI di Wina menggelar salat Ied bersama dan makan-makan setelahnya. Tapi mungkin karena masih dalam suasana pandemi virus corona, acara itu tak bisa digelar pada tahun ini.

Semoga pandemi ini bisa cepat berlalu, baik di Austria dan di Indonesia.

-

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi [email protected]


(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER