Jakarta, CNN Indonesia -- Satu per satu bongsang alias keranjang bambu dilapisi daun pisang. Kemudian Dudu Duroni dan petani lain di Kampung Tunggilis Pojok dan Sarongge, Pacet, Cianjur, Jawa Barat memasukkan aneka sayur hasil tanah mereka.
Sayuran tampak segar karena baru dipanen. Di sela kesibukan meracik isi bongsang dengan sayur-mayur, ibu-ibu petani tetap bisa bersenda gurau sambil sesekali mengawasi anak mereka bermain.
Kondisi pandemi
virus corona memukul petani. Di Tunggilis Pojok dan Sarongge, petani menggantungkan hidup dari hasil bumi berupa kopi dan sayuran. Perawatan kebun kopi dikenal memerlukan biaya besar termasuk menyiangi rumput liar dan pemangkasan pohon yang sudah terlalu tinggi. Kebun sayur pun jadi solusi akan kebutuhan biaya perawatan kebun kopi sekaligus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Setelah ada corona semua drastis berubah. (Distribusi sayur mayur) sering macet, kadang dikembaliin lagi dari Jakarta. Katanya di Jakarta enggak ada yang beli, harga turun," kata Dudu pada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dudu bercerita biasanya jelang Idul Fitri seperti sekarang, cabai bisa menyentuh harga Rp100ribu per kilogram atau minimal Rp50ribu. Sekarang, cabai 'cuma' dihargai Rp7ribu. Bahkan ada pula jenis sayur lain yang sempat tidak laku seperti sawi dan daun bawang.
Kemudian permintaan dari Jakarta dibatasi lalu ini pun berpengaruh pada permintaan pengepul sayur. Biasanya, lanjut dia, satu pengepul bisa mengirim 2-4 ton sayuran. Kini yang mereka angkut hanya berkisar 500 kilogram hingga 1 ton. Padahal, total lahan pertanian bisa mencapai ratusan hektar dengan total panen tidak sedikit. Dan tentu saja, ini berarti pendapatan mereka dari bertani juga menurun drastis.
"Untuk para petani, untuk saat ini alam ya, kami enggak bisa melawan alam. Corona bisa masuk kategori alam. Kita manusia mengiringi sambil doa, mohon kesabaran, semoga musibah ini tidak berkepanjangan. Enggak mikir kami aja, (tapi juga) saudara-saudara di seluruh Indonesia juga harus dipikirkan," ucapnya pasrah.
Pada akhirnya, beragam cara pun dilakukan untuk menyambung hidup, salah satunya adalah donasi sayur. Kegiatan 'Donasi Sayur' yang digagas sesama petani, Anastasia Ika, rupanya jadi titik terang. Dudu melihat antusiasme para petani mulai dari yang muda hingga tua, juga kelompok ibu yang tak jarang turut terlibat hingga larut.
[Gambas:Instagram]Kegiatan ini merupakan kegiatan donasi berupa paket sayur untuk membantu petani sayur sekaligus kepada orang yang berkekurangan. Orang bisa turut terlibat sehingga hasil bumi dari para petani tertampung sekaligus membantu mereka yang terdampak pandemi. Donatur bisa mendonasikan dana yang kemudian akan diwujudkan jadi bongsang-bongsang sayur yang akan disalurkan ke mereka yang memerlukan.
Donasi sayur sendiri adalah gerakan #BantuPetaniBantuSesama, gerakan ini akan mendonasikan 200-300 bongsang sayuran. Satu bongsang didesain untuk dikonsumsi 4 orang dan bisa untuk 3 kali makan. Donasi sayur ini seharga Rp8 juta untuk sekitar 300 bongsang. Jika tidak memungkinkan, donasi bisa dilakukan bersama donatur-donatur lain dan akan dikumpulkan. Donasi ini kemudian diwujudkan menjadi bongsang sayur dan disalurkan melalui komunitas relawan Lumbung Pangan, Jakarta Pusat.
 Dudu Duroni, petani di Kampung Tunggilis Pojok, Pacet, Cianjur mau tak mau terdampak corona. Kegiatan Donasi Sayur pun jadi titik terang akan masalah penyerapan hasil panen. (Dok. Istimewa) |
"Dari satu paket harganya Rp25ribu. Sayuran ada 8 macam, mulai dari daun bawang, cabai, kacang panjang, terong, tomat, wortel, labu siam, dan buncis. Kalau 300 bongsang butuh sekitar 100 kilogram buncis, itu bisa ambil dari 3-4 petani. Terong 100 kilogram bisa 4-5 petani. Nah itu bisa menyerap dari hasil panen 20-30 orang petani," jelas Dudu.
Akan cukup sulit jika ingin dihitung secara Rupiah. Namun buat Dudu dan para petani lain, ada rasa bahagia saat hasil panen ada yang menampung. "Itu belum ada yang beli, baru ditampung saja sudah senang. Ada ini petani semangat lagi. Harapannya aktivitas petani walau lambat tapi pasti, murah tapi lancar," imbuhnya bersemangat.
Pengiriman bongsang-bongsang sayur ke Jakarta baru berjalan dua kali. Namun ini cukup jadi pemantik semangat para petani. Dirinya pun berharap ada makin banyak yang tergerak berdonasi dan turut memberikan semangat pada petani.Mereka tetap bisa mengolah tanah dan tanaman dikelilingi udara segar kampung dan hutan. Beruntung aktivitas pertanian tak menuntut petani untuk bekerja berkerumun apalagi mengenakan masker.
"Kadang saya sendiri
nyangkul pakai masker (rasanya seperti mau) pingsan atau
engap (susah napas). Paling petani pakai masker kalau mau ke pasar atau naik motor.
Pas mau ke Jakarta kemarin saya
paksain pakai masker," ucapnya.
(els/chs)
[Gambas:Video CNN]