Jakarta, CNN Indonesia -- Setahun silam, malam di bulan Agustus, Laura Marrylin tiba-tiba merasakan
sesak napas dan
sakit kepala hebat. Ia merasa susah menelan, seperti ada yang tersangkut di tenggorokannya dan tak jua hilang.
"Keliyengan parah seperti mau jatuh, deg-degan dan dada panas," cerita Laura kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Saat itu Laura mengira terkena serangan jantung atau, barangkali
stroke. Tapi setelah ke empat rumah sakit dan melakukan pengecekan menyeluruh, rupanya dugaan Laura keliru. Ternyata ia terkena
GERD atau
Gastroesophageal Reflux Disease.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketemu dokter spesialis jantung dan [penyakit] dalam, akhirnya saya paham kena GERD-Anxiety," tutur dia.
Dari situ Laura berpikir, jangan-jangan banyak yang salah kaprah seperti dirinya dan karena itu ia merasa publik perlu lebih banyak tahu mengenai penyakit ini.
"Terutama para milenial yang saya lihat pola hidupnya kurang teratur. Apalagi makanan zaman sekarang yang isinya cabai semua," tambah perempuan usia 36 tahun tersebut.
Laura menambahkan, sebagian anak muda abai dengan gaya hidup sehat. "Saya lihat kurang memperhatikan pola makan, makanannya yang pedas dan ngopi yang lagi tren sekarang. [kurang memperhatikan] pola hidupnya, istirahat, tidur dan olahraga, juga pola pikirnya yang di zaman ini tekanannya menjadi lebih besar," terang dia lagi.
Sejak itu, ibu rumah tangga yang belakangan aktif menjadi
podcaster ini mulai sering berbagi pengalaman. Terkadang dilakukan dengan obrolan-obrolan secara langsung, kadang juga ia bagikan cerita itu melalui akun Instagram, juga
podcast. Melalui akun @laura_marrylin ia kini fokus membantu pengidap lain GERD dengan bertukar cerita dan berbagi pengalaman.
[Gambas:Instagram]Hal serupa ia lakukan melalui medium audio,
podcast. "Saya sebagai mentor untuk anak-anak muda dan
podcaster, nama program saya "Let's Talk GERD", kata dia.
Podcast itu membahas spesifik mengenai GERD-anxiety, apakah GERD menyebabkan kematian, lantas berbagi pengalaman tentang pantangan makanan dan pelbagai informasi lain.
"Karena saya prihatin masyarakat kita banyak yang belum tahu bahkan tidak sedikit yang menganggap ini penyakit mematikan atau keluarga penderita menganggap si penderita ini stres, lebai, dan lain-lain," ungkap Laura.
Pandemi virus corona membuat banyak orang di dunia was-was. Belum ada yang berani menaksir kapan wabah ini berakhir. Kecemasan serupa pun boleh jadi dirasakan para pengidap GERD, tak terkecuali Laura.
"Kami para pengidap GERD-Anxiety, terutama yang ada anxietynya ya tentu [pandemi virus corona] membuat lebih cemas. Orang yang nggak ada anxietynya saja bisa cemas apalagi yang sudah ada anxiety atau cemas berlebihan," ungkap Laura.
"Yang terpenting, selama beraktivitas di luar rumah selalu jaga kebersihan, tetap jaga jarak, sebisa mungkin yang enggak kerja tetap di rumah aja. Karena tipe anxiety ini selalu ketakutan, ketakutan akan ajal menjemput, merasakan penyakit GERD ini menyebabkan kematian," tambah dia lagi.
Karena itu ia mengingatkan pengidap GERD untuk selalu berpikir positif. Yakinlah bahwa segala yang ditakutkan dan terbersit di benak pada pengidap GERD, lanjut Laura, takkan benar-benar terjadi.
"Itu biasanya enggak kejadian, tapi sudah ditakuti duluan. Nah ini yang akhirnya bikin GERD kita jadi kambuh lagi, stres," tutur dia lagi.
 Ilustrasi: Di tengah wabah corona, tak bisa ditampik jika kecemasan acap mampir ke benak para pengidap GERD. Karena itu Laura menyarankan untuk lebih memperbanyak menyibukkan diri dengan berkutat ke hobi atau hal-hal menyenangkan lainnya. (Foto: Istockphoto/valentinrussanov) |
Laura pun menyarankan para pengidap GERD untuk lebih sering menekuni hobi juga melakukan kegiatan yang dianggap menyenangkan; seperti mendengar musik atau menonton film.
Dari dialog-dialognya dengan dokter spesialis dan sesama penderita GERD-Anxiety ia semakin yakin bahwa GERD bukanlah penyakit mematikan.
"Saya mau lebih banyak orang lebih paham, saya mau membantu melalui pengalaman saya, agar ketakutan-ketakutan akibat kurang pahamnya kita soal GERD tidak menimbulkan kecemasan berlebihan," ucap dia.
Pengalaman-pengalaman dan cerita seperti itu adalah bagian yang ia bagikan di media sosial dan podcastnya. Dengan begitu ia berharap pelbagai bahan obrolan itu bisa jadi penguat sekaligus pengingat antar-sesama pengidap GERD juga publik luas umumnya.
GERD adalah kondisi naiknya asam lambung yang lebih parah ketimbang penyakit maag. Sebab situasi ini membuat badan terasa seperti terbakar. Menurut dokter ahli gastroenterologi, Ari Fahrial Syam, keadaan naiknya asam lambung menuju kerongkongan ini umumnya ditandai nyeri pada bagian dada atau sensasi seperti terbakar dan, mulut akan terasa pahit.
(nma)
[Gambas:Video CNN]