Para wisatawan nekat, atau yang hanya senang menikmati perjalanan wisata tapi tidak patuh pada protokol kesehatan, bisa menjadi pemicu gelombang ke dua pandemi COVID-19, seperti yang dikatakan oleh Pakar Komunikasi dan Manajemen Krisis Universitas Brawijaya (UB) Malang Maulina Pia Wulandari, Ph.D.
Pandemi virus corona yang memaksa penduduk Indonesia berada di rumah selama berbulan-bulan menjadi pemicu orang-orang yang sudah tak sabar liburan.
Namun jika pengelola tempat wisata hanya menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan tegas di awal pembukaan, ditambah dengan datangnya wisatawan nekat, maka gelombang kedua pandemi virus corona bisa saja terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang perlu diwaspadai adalah wisatawan nekat ini, saya prediksi jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan wisatawan yang bijak dalam berwisata dan patuh dengan protokol kesehatan," kata Pia seperti yang dikutip dari Antara pada Rabu (17/6).
"Oleh karena itu, pengelola tempat wisata harus benar-benar menganalisis segala risiko dan kemungkinan yang timbul dengan pembukaan tempat kembali yang bakal mengundang berkumpulnya orang," lanjutnya.
Ada tiga tipe wisatawan saat new normal yang perlu dipahami pengelola tempat wisata.
Pertama, wisatawan paranoid, atau yang pergi berlibur masih dalam keadaan cemas dan khawatir akan tertular virus COVID-19.
Kedua, wisatawan stay alert, atau yang berlibur sendirian/dengan keluarga inti, naik kendaraan pribadi dengan jarak tidak jauh, menikmati keindahan alam, pergi ke tempat yang tidak banyak didatangi oleh pengunjung, dan tidak menghabiskan biaya yang besar.
Ketiga, wisatawan travel wise, atau yang ingin memastikan dan harus merasa yakin bahwa hotel, tempat wisata, restoran, kafé, dan tempat oleh-oleh yang akan dikunjungi betul-betul memenuhi tiga unsur utama pariwisata, yakni kebersihan, kesehatan dan keselamatan.
Pia mengingatkan, pengelola tempat wisata jangan hanya sibuk promosi dengan memberikan diskon besar-besaran, tapi melupakan esensi apa yang sebenarnya diinginkan oleh wisatawan.
"Strategi komunikasi pemasaran ini harus dijalankan minimal tiga pekan berturut-turut sebelum tempat wisata kembali beroperasi. Pengelola tempat wisata harus menyosialisasikan hal-hal yang harus diketahui dan dipatuhi oleh wisatawan serta konsekuensinya jika melanggar protokol kesehatan yang telah diterapkan oleh para pelaku pariwisata," ujarnya.
Sosialisasi soal 3K (Kebersihan, Kesehatan dan Keselamatan) wajib diberikan pengelola tempat wisata kepada wisata saat kedatangan, selama kunjungan, dan saat kepulangannya.
Spanduk, selebaran, audio dan video, hingga pesan pendek bisa menjadi media informasi soal protokol kesehatan di tempat wisata.