Fakta Thalassemia: 'Butuh Darah' untuk Bertahan Hidup

CNN Indonesia
Kamis, 18 Jun 2020 17:12 WIB
ilustrasi thalassemia
Media sosial diramaikan dengan curhatan seorang pasien thalassemia yang kesulitan mencari pasokan darah saat pandemi virus corona. Apa sebenarnya penyakit ini? ( iStockphoto/jarun011)
Jakarta, CNN Indonesia --

Media sosial diramaikan dengan curhatan seorang pasien thalassemia yang kesulitan mencari pasokan darah saat pandemi virus corona.

Tak dimungkiri, situasi berubah sejak pandemi Covid-19 merebak mulai Maret 2020. Pandemi secara tidak langsung mempengaruhi pasien thalassemia. Apa hubungannya?

Dokter Anna Mira Lubis, spesialis hematologi-onkologi di RS Cipto Mangunkusumo, menuturkan pandemi membuat pasien kesulitan memperoleh transfusi darah. Namun, ini tak hanya thalassemia, kata dia, tetapi juga seluruh pasien yang mengalami kelainan darah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasien lebih sulit (memperoleh pendonor darah) karena Covid-19 membuat pendonor jadi takut keluar rumah, ada aturan harus di rumah, dia sendiri juga khawatir saat donor darah, enggak bisa physical distancing," kata Mira pada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (18/6).

Padahal, pasien thalassemia memerlukan transfusi darah untuk tetap bisa bertahan hidup. Rata-rata transfusi darah dibutuhkan sekali dalam dua minggu.Mira menjelaskan thalassemia merupakan penyakit kelainan sel darah merah yang bersifat autosomal recessive atau diturunkan dari orang tua ke anaknya. Kelainan mengakibatkan rantai globin sebagai struktur utama sel darah merah tidak diproduksi atau terbentuk. Akibatnya sel darah merah tidak stabil dan mudah pecah.

Thalassemia bukan penyakit menular, namun diturunkan oleh orang tua kepada anak. 

Mira berkata carrier atau trait biasanya tidak menunjukkan gejala. Umumnya orang dinyatakan sebagai carrier setelah menjalani medical check up. Sedangkan thalassemia intermedia bisa dibilang berada di tengah-tengah dengan gejala ringan seperti hemoglobin (Hb) tidak rendah dan transfusi darah hanya di saat-saat tertentu misal saat hamil karena kondisi ini kerap membuat Hb ibu turun.

Berdasarkan jenis, thalassemia bisa dibedakan menjadi dua yakni thalassemia alfa dan thalassemia beta. Alfa dan beta menunjukkan globin yang hilang pada hemoglobin pasien thalassemia. Sedangkan secara klinis atau fenotip (dilihat dari karakteristik) bisa dibedakan menjadi carrier (trait atau pembawa sifat), thalassemia intermedia, dan thalassemia mayor.

"Paling ekstrem (thalassemia) mayor. Gejalanya anemia berat sekali, pucat, cepat letih, kulit kuning. Kalau dari usia anak-anak bentuk wajah jadi lain karena tulang-tulangnya membesar, bisa anak enggak tumbuh-tumbuh, biasanya hati dan limpa besar. Gejalanya kalau yang mayor semua terkait Hb yang rendah," katanya.

Pasien thalassemia mayor umumnya memerlukan transfusi darah tiap 2-4 minggu sekali. Kemudian kelompok lain yang memerlukan adalah intermedia meski lebih jarang. Kebutuhan darah pun akan berbeda tiap pasien tergantung dari severity atau keparahan penyakit.

Mira menuturkan dari UTD PMI sudah merespons kebutuhan darah yang begitu besar. Terutama saat pandemi seperti sekarang, PMI berupaya menerapkan protokol kesehatan yang ketat agar pendonor tidak ragu untuk donor. Dia menambahkan aturan-aturan ini seperti aturan jarak fisik antarpendonor, pembuatan jadwal untuk menghindari penumpukan pendonor serta memastikan kebersihan alat serta kursi atau tempat tidur pendonor.

Menurut data Kemenkes 2019, Indonesia masuk ke dalam 'sabuk thalassemia' dunia, artinya negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Saat ini, terdapat lebih dari 10.531 pasien thalassemia di Indonesia, dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalassemia setiap tahunnya di Indonesia.

Pasien Thalassemia Harus Hindari vitamin C

Menurut Mira, rata-rata pasien thalassemia dewasa sudah mandiri dan teredukasi dengan baik. Pasien mengerti kebutuhannya mulai dari transfusi darah, konsumsi obat kelasi besi (obat pengikat zat besi atau iron chelating agent) dan melakukan monitor kondisi badan. Obat kelasi besi harus dikonsumsi setiap hari seumur hidup.

Obat ini, kata Mira, berfungsi sebagai pengikat zat besi. Transfusi darah menimbulkan efek penumpukan zat besi padahal tubuh tidak memiliki mekanisme membuang zat besi. Zat besi bisa menumpuk dan mengganggu fungsi organ seperti kulit, jantung dan hati.

Ilustrasi suplemen vitaminFoto: Pixabay/Mizianitka
Ilustrasi suplemen vitamin C

"Jangan lupa, jangan lengah, kelasi besi tetap diminum, karena saat zat besi menumpuk, imun rendah. Makanya pasien thalassemia gampang infeksi karena penumpukan zat besi. Jangan sampai kendor sehingga enggak menambah kerusakan atau memperberat gangguan imunitas," imbuhnya.

Selama pandemi, kebutuhan nutrisi pun harus dipenuhi mulai dari makronutrien maupun mikronutrien. Namun yang perlu diingat, pasien tidak boleh mengonsumsi vitamin C. Vitamin C bisa meningkatkan penyerapan zat besi.

Saat ini pasien pun harus sadar ada penyakit lain yang juga mengancam kesehatan. Mira berharap pasien benar-benar membuka mata dan menerapkan protokol kesehatan.

"Kalau ada gejala demam, batuk, sesak napas, secepatnya datang ke gawat darurat," kata dia.

(els/chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER