Kenali Hubungan Gejala Palsu Corona dan Gangguan Psikosomatis

CNN Indonesia
Senin, 22 Jun 2020 13:01 WIB
Warga berkonsultasi di Pos Pemantauan Virus Covid-19 RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020. Pos pemantauan tersebut dibuka untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi apabila mengalami gejala terjangkit virus covid-19. CNNIndonesia/Safir Makki
Ilustrasi: Gejala palsu corona bisa jadi muncul karena gangguan psikosomatis akibat faktor mental seperti stres dan cemas di tengah menghadapi wabah Covid-19 ini. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Gangguan psikosomatis dapat menjadi gejala palsu virus corona (SARS-CoV-2). Pasalnya, gangguan psikosomatis bisa memunculkan reaksi berupa gejala-gejala yang mirip dengan indikasi penyakit Covid-19.

Namun, berbeda dengan Covid-19, gangguan psikosomatis bukan disebabkan oleh virus melainkan karena faktor psikologi.

Psikosomatis berasal dari dua kata yakni psyche berarti pikiran dan soma yang berarti tubuh. Sementara gangguan psikosomatis merupakan kondisi penyakit fisik yang dipicu oleh faktor mental seperti stres dan cemas.

"Perubahan psikologis pada diri kita akan mempengaruhi fisik. Bila tubuh tidak bisa melakukan adaptasi, reaksinya itu disebut gangguan psikosomatis," kata dokter konsulen psikosomatik Rudi Putranto dalam konferensi pers di BNPB, Minggu (21/6).


Rudi menyebut psikosomatis merupakan reaksi normal pada setiap manusia. Namun, reaksi ini mesti diantisipasi agar tidak terus berlanjut menjadi kronis yang dapat mengganggu daya tahan tubuh.

Ia pun menjelaskan, gejala-gejala itu muncul melalui sejumlah proses. Awalnya, tubuh akan memproses semua informasi yang masuk. Saat informasi negatif mendominasi, otak akan terus memikirkannya dan menstimulasi hormon stres. Hormon stres itu dapat menimbulkan berbagai reaksi yang merusak sistem dan organ tubuh.

Misalnya, jika terus-terusan mendapatkan informasi negatif mengenai pandemi Covid-19, otak bereaksi dan mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh. Hasilnya, tubuh dapat memunculkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala Covid-19.

"Hormon stres yang berlebihan akan memicu detak jantung jadi cepat, jadi sesak napas, perut tidak enak, termasuk sistem kekebalan akan menurun. ... Tubuh bisa capek sesak, bisa badan seperti hangat padahal kalau diukur suhu tidak ada kenaikan suhu." jelas Rudi yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam di RSCM Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

INFOGRAFIS AGAR TAK TERTULAR VIRUS CORONAFoto: CNN Indonesia/Fajrian
INFOGRAFIS AGAR TAK TERTULAR VIRUS CORONA


Gangguan psikosomatis bisa terjadi pada orang yang sehat atau belum memiliki penyakit atau juga memperparah orang yang sudah punya penyakit bawaan.

"Misalnya ada darah tinggi, maka darah tingginya jadi tidak terkontrol. Ada diabetes, gula darahnya tidak terkontrol," ucap Rudi.

Untuk mengatasi gangguan psikosomatis ini, Rudi menyarankan melakukan sejumlah cara. Pada tahap awal, saat tubuh mulai merasa cemas segera beristirahat.


"Istirahat sebentar, relaksasi, reaksi biasanya akan hilang sendiri," ujar Rudi.

Lalu, alihkan pikiran negatif pada kegiatan yang positif. Lakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan seperti hobi, mendengarkan musik, dan berolahraga. Tidur yang cukup juga dapat mengurangi gejala gangguan psikosomatis.

(ptj/nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER