Sebanyak tiga dari 10 orang tua di Amerika Serikat yang diwawancara mengungkapkan bahwa anak-anak mereka mendapatkan pengalaman mental dan emosi yang buruk selama pemberlakuan pembatasan jarak dan kebijakan lain di tengah pandemi virus corona. Hasil ini didapat dari survei Gallup Poll terhadap 1.232 orang tua dari anak-anak usia TK hingga 12 tahun.
Sebagian besar atau sekitar 97 persen anak-anak--yang orang tuanya menjadi responden survei--itu mengalami penutupan sekolah. Sampel survei diambil dari panel online berbasis probabilitas Gallup.
Dari pengambilan data yang berlangsung sejak 11 hingga 24 Mei itu didapatkan 29 persen responden orang tua mengungkapkan anak mereka mengalami kondisi emosional dan mental yang menyakitkan. Sementara 14 persen mengaku hanya bisa mengikuti pedoman pembatasan jarak sosial untuk beberapa pekan saja--sebelum anak mereka benar-benar terganggu mentalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, 23 persen mengatakan bisa mengikuti anjuran pembatasan jarak sosial itu selama beberapa bulan lagi. Lantas 33 persen lainnya mengatakan masih bisa mengikuti kebijakan sepanjang belum mengganggu kesehatan mental anak-anak mereka.
Studi juga menunjukkan bahwa pendapat soal buruknya kesehatan mental anak itu lebih banyak didapat dari orang tua dengan tingkat pendidikan di bawah sarjana dibanding yang lulusan perguruan tinggi. Perbandingannya 33 persen dan 23 persen untuk orang tua yang lulusan sarjana atau di atas itu.
Survei ini dikerjakan berdasarkan jajak pendapat melalui web yang dikelola Gallup Pol dengan margin kesalahan sekitar 6 persen. Gallup memberi catatan bahwa margin error ini terjadi pada subkelompok yang lebih tinggi.
Sebelumnya dikutip dari Medical Daily, diketahui bahwa sekelompok psikolog di Inggris mengutarakan keprihatinan serupa. Mereka berpendapat bahwa penutupan sementara sekolah karena Covid-19 berdampak negatif terhadap kesehatan mental anak juga remaja.
![]() INFOGRAFIS AGAR TAK TERTULAR VIRUS CORONA |
Lihat juga:5 Tanda Kecemasan pada Anak |
Kelompok psikolog tersebut melayangkan surat terbuka kepada Sekretaris Pendidikan Gavin Williamson. Para psikolog itu mengatakan, penguncian wilayah atau lockdown telah memengaruhi kondisi anak dan penutupan sekolah yang berkelanjutan bukan tak mungkin berpotensi memunculkan masalah.
Surat yang ditandatangani lebih 100 spesialis di bidang psikologi, kesehatan mental dan ilmu saraf itu menyoroti pentingnya memerhatikan kondisi kesehatan mental anak-anak. Memang di beberapa negara disebut bahwa anak-anak memiliki risiko yang lebih rendah terhadap infeksi virus corona, namun tetap saja pemerintah harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengurai masalah ini.
Bukan hanya anak-anak yang menderita, pada awal April lalu Gallup juga telah merilis survei yang menemukan 15 orang dewasa di Amerika Serikat melaporkan diri mereka sendiri telah mengalami gangguan emosional dan kesehatan mental. Hal ini terjadi salah satunya lantaran pemberlakuan pembatasan jarak fisik dan sosial. Tapi kemudian dengan periode waktu yang sama namun pada Mei, lebih banyak orang tua menunjukkan perhatian mengenai kesehatan mental anak-anak mereka yang mulai terganggu.
(nma)