Setelah aksi 'Gilang Bungkus Jarik', kasus kekerasan seksual berkedok penelitian kembali menyeruak di publik. Kali ini, aksi pelecehan seksual diduga dilakukan seorang dosen di perguruan tinggi Yogyakarta berinisial BA.
Sejumlah perempuan satu per satu memberi kesaksian melalui media sosial. Dalam aksinya, BA mengklaim tengah melakukan penelitian mengenai perilaku swinger atau para pelaku praktik tukar-pasangan dalam hubungan seks.
Apa sebenarnya swinging?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Swinging merupakan bentuk aktivitas seksual rekreasional antara dua pasangan dewasa atau, antara pasangan dengan seorang laki-laki dan perempuan. Sementara individu yang melakukan praktik bertukar-pasangan ini disebut, swinger.
Menurut terapis seks, Matty Silver, ada pasangan yang mencapai gairah lebih baik ketika berhubungan seks dengan orang yang selain pasangannya. Swinging, bagi sebagian orang, dianggap bisa menjadi katalis untuk meningkatkan kehidupan seks dan sebuah relasi.
"Mereka menyukai kegembiraan pertemuan yang dinanti dengan pasangan lain atau seseorang," kata Silver mengutip dari Yahoo Lifestyle.
Barangkali Anda sulit membayangkan, pasangan Anda berhubungan intim dengan orang lain. Sementara Anda berhubungan intim dengan orang selain pasangan Anda.
Namun ada pula jenis swinging yang dilakukan dengan versi menonton pasangan lain melakukan hubungan seksual.
Apa dampak aktivitas swinging atau menjadi seorang swinger?
Psikolog klinis Seth Meyers sempat memiliki klien pasangan swinger dan pasangan non-swinger (monogami). Satu perbedaan yang cukup menonjol dari keduanya adalah pasangan yang melakukan swinging memiliki ketakutan yang lebih kecil daripada pasangan monogami.
Dengan kata lain, pasangan swinger memiliki kemungkinan lebih kecil pula untuk selingkuh.
"Dalam hal rasa takut, pasangan monogami sering jatuh ke dalam perangkap kecemburuan, takut bahwa perilaku atau gerakan tertentu dapat mengakibatkan perselingkuhan dan akhir dari hubungan. Pasangan monogami juga sering takut bahwa hari-hari terbaik meninggalkan mereka, bahwa mereka kehilangan kesempatan untuk gairah seksual demi menetap dan menikah," tulis Meyers dalam laman Psychology Today.
"Di sisi lain, pasangan swinger seringkali mencintai begitu dalam dan terhubung secara emosional, tetapi mereka tidak menghargai seks dengan cara yang sama dengan rekan monogami mereka," sambung dia lagi.
Akan tetapi, bukan berarti swinging lebih baik daripada monogami. Di sini jelas ada perbedaan kebutuhan seksual dan emosional.
Sexpert Tracey Cox menekankan pada, adanya unsur kesepakatan dengan pasangan. Jangan sampai Anda melakukan swinging karena dipaksa.
"Jika pasangan Anda memaksa dan Anda tidak ingin, pikirkan kembali hubungan Anda. Ini permainan tim bukan individu. Anda berdua perlu merasa bahagia dan nyaman dengan konsep dan realita," kata Cox mengutip dari Daily Mail.
(els/nma)