Begitu membuka akun Instagramnya, tampak sesosok perempuan berkebaya dengan bawahan lilitan kain. Ia menggendong sekeranjang sayur dan melirik genit. Tenang, ini bukan akun abal-abal melainkan toko yang menyediakan aneka kebutuhan sayur bernama Tante Sayur. Poetri Andayani, sang pemilik usaha, bercerita Tante Sayur mulai berjualan sejak 2015 silam.
Saat itu jualan via daring (online) belum sepopuler sekarang. Poetri dan sang suami mulai berjualan bermodal dua kontak Whatsapp sebelum akhirnya merambah ke Instagram dan marketplace.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keluarga kami memang lebih memilih sayuran organik, cuma dulu harganya kan enggak kira-kira. Nah sekali kami ada kesempatan travelling, kenapa enggak ke kebun? Kami mulai mencoba ngobrol sama petani. Ternyata mereka butuh banget insight baru. (Dari situ) kami ada relasi dengan banyak desa petani, lalu membuat ekosistem sendiri," ujar Poetri dalam webinar bersama penyedia layanan kasir digital, Moka, beberapa waktu lalu.
Lihat juga:Mengenal Macam-macam Tanaman Hortikultura |
Merintis jualan berbasis digital saat itu memang bukan persoalan mudah. Ia memulai dari berjualan ke teman-teman sendiri, kemudian sedikit demi sedikit ada pelanggan-pelanggan baru di luar lingkaran pertemanan.
Upaya memperluas pemasaran dan penjualan pun diimbangi dengan mengedukasi petani termasuk cara melayani pelanggan seperti tokonya. Buat Poetri, buat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) seperti dirinya, bukan saatnya bersaing. Justru UMKM sebaiknya saling bantu dan membangun ekosistem bisnis yang sehat.
Selain berkat ekosistem yang sehat, Tante Sayur mengandalkan pelayanan terbaik untuk pelanggan. Berkat ini, 'Tante' tetap bisa bertahan saat pandemi melanda.
"Pelanggan utama kami tuh ibu-ibu umur 45 atau 50 tahun ke atas. Ketika pandemi, yang mesen tambah banyak. Tapi kami mendahulukan pelanggan Whatsapp. Kami ada daftar pelanggan lengkap, kapan pertama kali mereka belanja bahkan kami tahu pelanggan mana saja yang belanja di awal kami berdiri," kata Poetri sumringah.
Harus diakui, penjualan Tante Sayur meningkat sekitar 300 persen semenjak pandemi. Tuntutan untuk beradaptasi dengan segala sesuatu yang serba digital pun tak jadi soal. Namun Poetri mengamati kompetitor pun menjamur, toko-toko dengan konten serupa makin banyak, petani juga mulai berjualan sendiri. Ia pun sempat mengalami penurunan penjualan tetapi ini tak membuat tokonya redup.
"Karena pelayanan, kedekatan dengan pelanggan, (kami optimistis) pelanggan tetap pasti balik," imbuhnya.
Sementara itu Fiki Satari, staf khusus Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan sebanyak 99 persen pelaku usaha di Indonesia berasal dari UMKM. Selama masa pandemi, semua UMKM seolah ditantang untuk mengakses teknologi demi mempertahankan kelangsungannya.
Awal pandemi atau di 17 Maret 2020 lalu, KemenKop UKM melakukan pendataan terhadap UMKM terdampak Covid-19. Pendataan melibatkan beragam sektor usaha antara lain, transportasi dan logistik, pertanian/perhutanan/perikanan, jasa, makanan dan minuman, industri pengolahan dan perdagangan besar juga eceran. Sejumlah permasalahan diungkapkan pelaku UMKM yakni, penjualan/permintaan menurun (23,1 persen), distribusi terhambat (19,5 persen), akses permodalan (19,45 persen), kesulitan bahan baku (19,08 persen), dan produksi terhambat (18,87 persen).
Sebagian permasalahan bisa diatasi dengan teknologi dan digital. Digitalisasi UMKM bukan sekadar memindahkan dagangan ke akun-akun digital. Pelaku UMKM pun musti siap masuk ke marketplace termasuk bertahan, juga memahami karakteristik konsumen pasar daring.
Akan tetapi masih banyak UMKM yang belum mengakses penjualan secara daring. Dari data KemenKop UKM, ada sebanyak 10 juta UMKM yang menjadi target digitalisasi di 2020. Awal 2020, sudah sekitar 8 juta sudah terdigitalisasi, kemudian ada pertambahan sehingga kini ada sekitar 9,4 juta atau bertambah 1,4 juta UMKM.
Di sini pemerintah bergerak dengan tiga tahapan yakni, mitigasi dan survive, reaktivasi dan redevelop/sustain.
![]() |
"Di poin pertama (mitigasi dan survive), pemerintah memastikan surviving, ada kewajiban-kewajiban yang ditahan seperti insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit, bansos dihadirkan tanpa merusak mekanisme pasar. Kemudian reaktivasi, usaha-usaha kembali beroperasi sesuai protokol Covid-19, ada pelatihan dan pendampingan, baru ketiga redevelop ada standarisasi global, pasar digital UMKM untuk BUMN,"jelas Fiki dalam kesempatan serupa.
Tak bisa dimungkiri, digitalisasi UMKM jadi salah satu jalan menuju pemulihan ekonomi. Selain dari sisi pemerintah, Poetri berpendapat peralihan ke dunia digital juga harus dimulai dari kesadaran pelaku usahanya. Dia menilai banyak pelaku usaha malas beralih karena bingung mempelajari juga mengimplementasikan yang serba digital dalam usaha mereka.
"Kita perlu belajar teknologi dan memang harus dari produk digitalnya. Lebih sering ada webinar, sosialisasi bikin si UMKM supaya mau belajar. Memang enggak gampang, enggak semua orang punya HP android cepet, enggak semua UMKM open minded, harus lebih banyak edukasi," imbuhnya.
(els/chs)