Sebuah studi mendapati, vitamin D yang tinggi dalam tubuh dikaitkan dengan rendahnya paparan dan keparahan Covid-19.
Vitamin D merupakan salah satu nutrisi penting untuk meningkatkan imunitas tubuh yang dapat mencegah dan melawan virus corona penyebab Covid-19 pada masa pandemi. Kebutuhan harian vitamin D sangat diperlukan untuk membentuk sistem kekebalan tubuh yang kuat. Namun benarkah asupan vitamin D bisa membantu menurunkan risiko keparahan infeksi virus corona?
Beberapa tahun lalu, dokter pernapasan dari Queen Mary University of London Adrian Martineau, dan rekannya menguji pengaruh pemberian suplemen vitamin D pada risiko tertular infeksi saluran pernapasan akut seperti influenza. Analisa dilakukan kepada 11 ribu peserta dalam 25 uji coba. Hasilnya, mereka memutuskan bahwa mengonsumsi vitamin D dengan dosis harian atau mingguan dapat melindungi dari infeksi saluran pernapasan. Selain itu konsumsi vitamin ini terbukti aman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, seorang internis dan ekonom di University of Chicago David Meltzer memutuskan untuk melihat potensi korelasi antara pemberian suplemen vitamin D dengan Covid-19.
Pasalnya, ia mendapatkan sejumlah alasan untuk melakukan analisa itu. Misalnya, kelompok yang memiliki vitamin D rendah, seperti orang Afrika-Amerika (yang cenderung memiliki kulit lebih gelap di mana kadar melanin yang lebih tinggi membatasi sinar UV untuk memicu produksi vitamin D) dan orang lanjut usia, sangat terpukul oleh penyakit tersebut.
Selain itu, Meltzer dan rekan-rekannya memeriksa catatan medis orang-orang yang telah dites Covid-19 di Chicago pada periode 3 Maret dan 10 April. Mereka mengukur hubungan antara kadar vitamin D dalam satu tahun terakhir dan hasil tes positif.
"Orang yang kekurangan vitamin D lebih mungkin terkena Covid-19 daripada orang yang tidak kekurangan vitamin D," kata Meltzer dikutip dari The Scientist.
Studi lain dari Israel, juga menemukan hubungan antara tingkat vitamin D yang rendah dan peningkatan kerentanan Covid-19. Studi itu, diterbitkan pada 23 Juli di The FEBS Journal.
Namun, uji coba tersebut juga menuai sejumlah pertanyaan. Misalnya, terlalu banyak vitamin D dapat menyebabkan kelebihan kalsium dalam darah, dalam kasus yang parah, kerusakan organ. Jadi,menentukan jumlah yang tepat untuk diberikan pada pasien sangatlah penting.
Selain itu, tidak semua temuan menunjukkan korelasi positif. Misalnya, sebuah penelitian terhadap orang-orang di Inggris yang diterbitkan pada Mei lalu, yakni Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews. Penelitian itu tidak menemukan hubungan antara kadar vitamin D dan tertular Covid-19.
Meltzer menambahkan ada banyak alasan terkait kerentanan individu terhadap Covid-19, mulai dari usia, penyakit kronis, dan menghabiskan waktu di dalam ruangan. Jadi, menurutnya cara terbaik untuk menentukan apakah vitamin D dapat mencegah Covid-19 atau tidak adalah dengan melakukan uji coba.
Carol Wagner, ahli neonatologi di Medical University of South Carolina, telah mempelajari vitamin D melalui uji klinis sejak 2000. Awalnya, para peneliti mengira bahwa peran vitamin D dalam tubuh hanya terbatas pada fungsinya pada kesehatan tulang dan metabolisme kalsium. Mereka mengabaikan pengaruhnya terhadap fungsi kekebalan tubuh.
"Banyak laboratorium di seluruh dunia yang mengidentifikasi peran vitamin D tidak hanya dalam imunitas bawaan tetapi juga adaptif,"ucapnya.
Fungsi vitamin D bagi kekebalan tubuh telah dikonfirmasi dalam studi klinis. Hasilnya menunjukkan bahwa orang dengan tingkat vitamin D yang lebih rendah menjadi lebih rentan terhadap infeksi, baik bakteri maupun virus.
Berdasarkan bukti ini, Wagner dan rekan mulai menyelidiki apakah suplemen vitamin D dapat membantu mencegah Covid-19 atau mengurangi tingkat keparahan penyakit.
Meltzer mengatakan masalah selanjutnya dalam uji klinis pemberian suplemen vitamin D adalah dosis yang tepat.
Dalam uji coba MUSC, orang berusia 50 tahun ke atas akan dites Covid-19. Jika negatif, mereka akan menerima 6.000 unit internasional (IU), atau sekitar 150 mikrogram vitamin D atau plasebo setiap hari.
Jika hasilnya positif, mereka akan mendapatkan 20 ribu IU sekali sehari selama tiga hari, kemudian 6.000 IU setiap hari setelahnya.
Setiap peserta baik dalam kelompok tes dan kontrol juga akan mendapatkan multivitamin harian yang mengandung 800 IU vitamin D. Dosis harian 6.000 IU dan 20 ribu IU adalah dosis yang telah terbukti aman di penelitian sebelumnya.
Sementara itu, dalam uji coba yang direncanakan oleh Martineau dan rekannya di Inggris, dosis kemungkinan akan lebih rendah. Mereka menguji kebenaran dosis harian vitamin D yang memberikan perlindungan terbaik terhadap infeksi saluran pernapasan adalah antara 400 dan 1.000 IU. Ujian dilakukan menggunakan data primer dari lebih dari 29 ribu pasien dalam 39 uji coba acak.
(ulf/chs)