Selama masa pandemi Covid-19 hampir 50 persen perokok tak absen membelanjakan uang untuk memenuhi kebiasaan merokok. Hasil ini ditemukan dari survei Komnas Pengendalian Tembakau terhadap lebih 600an responden.
Dari total responden, sebanyak 47,5 persen atau 291 orang yang merupakan perokok aktif. Sementara 6,9 persen atau 42 orang merupakan mantan perokok dan 45,6 persen atau 279 orang bukan perokok.
Perwakilan tim peneliti, Krisna Puji Rahmayanti merinci, hasil survei menunjukkan mayoritas atau 49,8 persen responden yang merokok mengaku tetap mengeluarkan uang untuk membeli rokok selama masa pandemi Covid-19. Sementara lebih dari 13 persen responden mengaku meningkat konsumsi rokoknya, mayoritas dari keluarga dengan penghasilan di bawah Rp5 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika dianalisa apakah meningkat atau berkurang, terdapat 13,1 persen yang mengaku meningkat pengeluaran rokoknya. Jumlahnya sebenarnya 13,1 persen, ini cenderung lebih sedikit ya dibandingkan 49,8 persen yang menyatakan sama saja ketika ada pandemi atau tidak," ungkap Krisna saat menjelaskan soal analisa perilaku merokok di tengah Pandemi Covid-19 dalam diskusi daring Komnas Pengendalian Tembakau, Selasa (15/9).
"Tapi yang bisa menjadi perhatian kita bersama, jumlah dari 13,1 persen ini ketika ditelisik 77,14 persennya itu berasal dari ekonomi rendah, yaitu 9,8 persen dari responden berpenghasilan di bawah Rp2 juta dan 17,8 persen dari responden berpenghasilan 2-5 juta," sambung dia lagi.
Selain itu, mayoritas responden perokok tidak percaya kebiasaan merokok berkaitan dengan kerentanan penularan Covid-19 dan berdampak pada tingkat keparahan gejala.
Kendati secara umum responden, masih ada pula yang percaya kaitan merokok dengan dampaknya terhadap Covid-19. Mereka yang percaya mayoritas berasal dari orang yang bukan atau mantan perokok.
"Ketika kami bertanya apakah bapak/ibu percaya merokok itu dapat lebih rentan terhadap persebaran Covid-19 sebanyak 61,4 persen atau 376 reseponden mengaku percaya," kata Krisna dalam diskusi daring, Selasa (15/9).
"Dan apakah bapak/ibu percaya jika perokok yang terkena Covid-19 efeknya bakal lebih parah? 419 responden atau 68,5 persen menyatakan percaya," lanjut dia.
Hasil survei juga menunjukkan semakin muda usia responden, maka semakin tinggi kepercayaan bahwa perilaku merokok memiliki dampak yang buruk terutama di tengah pandemi ini. Sementara dilihat dari jenis kelamin, responden perempuan lebih percaya bahwa ada kaitan antara kebiasaan merokok dengan Covid-19.
"Ini menjadi challenge besar karena meskipun ada pandemi Covid-19, mereka [para perokok] belum percaya bahwa perubahan perilaku [merokok] itu bisa menguntungkan atau menjaga mereka agar lebih aman dari pandemi ini," tutur Krisna.
![]() Mengurangi dan berhenti merokok dengan cara enak. (CNN Indonesia/Hafshah Fakhrin) |
Itu sebab para pemangku kebijakan perlu memikirkan pendekatan advokasi untuk menekan kebiasaan merokok. Terutama di tengah pandemi Covid-19. Berdasar hasil studi, Krisna menyarankan untuk menggunakan pendekatan sosial atau keluarga untuk membatasi atau mengendalikan kebiasaan merokok.
Kata Krisna, sebagian responden mengungkapkan bahwa pertimbangan pembatasan merokok di rumah atau bahkan berhenti dan mengurangi merokok karena pertimbangan keluarga dan anak.
"Jadi ini jadi kabar gembira juga bagi yang melakukan proses advokasi berhenti merokok. Karena memang pendekatan sosial dan keluarga itu memegang peran penting, ketika kita bertanya apa alasan bapak/ibu membatasi merokok di ruang tertentu," jelas dia lagi.
Penelitian mengenai perilaku merokok di tengah pandemi Covid-19 dilakukan dengan metode pengumpulan mix method dengan data kuantitatif sebagai data utama dan data kualitatif untuk memperdalam temuan penelitian.
"Dengan metode survei pada 1-19 Juni 2020, dan berhasil memperoleh 621 responden dengan 612 responden valid dari 25 provinsi di Indonesia. Untuk melengkapi temuan kuantitatif, kami melakukan wawancara dengan 30 informan yang dipilih secara acak melalui telepon," Krisna merinci.
"Keduanya kami olah, yang kuantitatif dengan software SPSS, yang kualitatif dengan NVivo," sambung dia.
Sementara Dokter Spesialis Paru, Agus Dwi Susanto dalam diskusi yang sama mengungkapkan, kebiasaan merokok berpotensi meningkatkan risiko penularan Covid-19. Selain itu, merujuk pada berbagai studi, ia juga mengingatkan bahwa merokok dapat memperberat gejala Covid-19 hingga meningkatkan risiko kematian.
Agus yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut menjelaskan, setidaknya ada empat alasan mengapa merokok bisa meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19.
"Merokok menyebabkan gangguan pada sistem imunitas, merokok meningkatkan regulasi reseptero ACE2, merokok menyebabkan terjadinya komorbid, aktivitas merokok meningkatkan trasmisi virus ke tubuh melalui media tangan yang sering memegang area mulut saat merokok," papar Agus pada diskusi daring bersama Komnas Pengendalian Tembakau mengenai perilaku merokok selama pandemi Covid-19, Selasa (15/9).
(nma)