Survei Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mendapati sebanyak 15,2 persen dari total 600an responden mengaku meningkat konsumsi jumlah batang rokoknya selama pandemi Covid-19. Sementara mayoritas responden atau sekitar 50,2 persen mengaku konsumsi rokoknya tetap baik sebelum atau ketika wabah virus corona.
Penelitian yang dilakukan dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif itu melibatkan lebih 600 responden dari 25 provinsi di Indonesia. Peneliti melakukan survei online, dan mewawancarai 30 responden secara acak.
Perwakilan tim peneliti, Krisna Puji Rahmayanti mengungkapkan alasan salah satu responden yang konsumsi rokoknya meningkat selama pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia mengatakan, pada masa pandemi, merokoknya masih tetap. Dia bilang: masih berjalan, sama saja, malah nambah, karena survei membuktikan dan katanya nikotin rokok bisa mencegah masuknya virus corona ke tubuh," tutur Krisna dalam diskusi daring pada Selasa (15/5) saat memaparkan hasil wawancara dengan salah seorang informan usia 39 tahun yang sudah merokok sekitar 20 tahun.
Krisna menambahkan, persebaran informasi yang kurang tepat juga bisa mempengaruhi perilaku merokok. "Jadi kalau dari statement itu bisa dibilang, mereka percaya pada informasi yang bisa kita kategorikan kurang reliable sebagai alasan."
Dokter Spesialis Paru, Agus Dwi Susanto dalam diskusi yang sama menjelaskan, sejumlah kandungan rokok memiliki efek negatif bagi kesehatan. Nikotin misalnya, berdampak pada adiksi atau ketagiahan, ganguan pembuluh darah dan gangguan imunitas.
Sementara TAR atau karsinogen dalam rokok berpotensi menyebabkan kanker. Karbonmonoksida (CO) memiliki sifat toksik yang bisa mengikat hemoglobin darah 300 kali lebih kuat daripada oksigen, selain itu CO berhubungan dengan gangguan pembuluh darah.
Merujuk pada berbagai studi, Agus mengingatkan kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko hingga 2 kali lipat mengalami Covid-19 yang berat dibandingkan yang bukan perokok. Karena itu ia menyatakan, kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19, memperberat gejala dan meningkatkan risiko kematian akibat Covid-19.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut menjelaskan, setidaknya ada empat alasan mengapa merokok bisa meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19.
"Merokok menyebabkan gangguan pada sistem imunitas, merokok meningkatkan regulasi reseptero ACE2, merokok menyebabkan terjadinya komorbid, aktivitas merokok meningkatkan trasmisi virus ke tubuh melalui media tangan yang sering memegang area mulut saat merokok," papar Agus pada diskusi daring bersama Komnas Pengendalian Tembakau mengenai perilaku merokok selama pandemi Covid-19, Selasa (15/9).
Berbagai riset dan temuan itu menurut Agus menunjukkan hubungan antara kebiasaan merokok dengan risiko terkena Covid-19. Salah satu jurnal yang ia sebut juga menunjukkan kemungkinan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terkena Covid-19 karena kebiasaan merokok yang juga lebih tinggi.
Sedangkan data yang ia punya dari RS Persahabatan sendiri, dari 400 pasien Covid-19 laki-laki sebanyak 62 persen di antaranya merupakan perokok.
"Sedangkan 37 persen tidak merokok. Tetapi pola ini berbeda pada perempuan, karena kebiasaan merokok di Indonesia pada perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki. Oleh karena itu pola Covid-19
Itu sebab, Agus mengungkapkan, pandemi Covid-19 ini jadi waktu terbaik untuk berhenti merokok demi melindungi diri dari infeksi virus corona.
(nma)