Ranah media sosial seharusnya bisa dipakai untuk membantu orang lain atau diri sendiri yang tengah dalam kesulitan. Salah satunya melaporkan terjadinya kekerasan pada perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad mengamati ada perubahan terkait kesadaran perempuan untuk melaporkan pengalaman kekerasan yang dialami. Meski belum diakumulasikan dalam angka, Bahrul melihat perempuan makin banyak yang mengadukan kekerasan melalui direct messages (DM) ke akun-akun media sosial Komnas Perempuan.
Dia berkata laporan tidak hanya dikirim oleh korban tetapi juga pihak ketiga seperti, teman atau tetangga korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Media sosial ternyata memberikan pengaruh yang cukup signifikan untuk peningkatan pelaporan kasus. Orang sekarang lebih familiar dengan media sosial. Laporan masuk lewat DM di Twitter, masuk di Inbox Fan Page Facebook, juga Instagram Komnas Perempuan," imbuhnya.
Menurut dia, kondisi pandemi pun turut mendukung masifnya laporan lewat media sosial. Sebelum pandemi, pelapor musti datang ke kantor Komnas Perempuan.
Kekerasan berbasis gender siber (online) atau KBGS menjadi tidak asing lagi buat banyak orang terlebih selama pandemi. Dalam pantauannya, Komnas Perempuan mencatat setidaknya ada 659 kasus KBGS yang dilaporkan dalam periode Maret-Oktober 2020. Padahal dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2019 lalu, kasus 'hanya' tercatat sebanyak 281 kasus.
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad mengamati ini memang dibarengi dengan peningkatan penggunaan berbagai platform digital. Namun peningkatan penggunaan tidak berimbang dengan pemahaman masyarakat akan dampak negatif unggahannya.
"Kebanyakan anak muda yang belum sadar akan risiko mengunggah foto atau video personal yang sedikit sensual mereka," kata Bahrul melalui sambungan telepon dengan CNNIndonesia.com, Rabu (25/11).
Setelah laporan masuk, pelapor akan diminta mengisi data pribadi, data korban, data pelaku dan kronologi. Jika kasus sempat ditangani penegak hukum, wajib menyertakan status atau tingkatan kasus. Bahrul melanjutkan dari sini Komnas Perempuan akan merujuk ke Forum Pengada Layanan sesuai domisili korban.
"Sesuai mandat, Komnas Perempuan memang tidak melakukan pendampingan langsung. Kalau misal korban berada di situasi bahaya maka Komnas Perempuan merujuk ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sehingga akan ditempatkan di rumah aman," imbuhnya.
Sementara itu untuk penanganan kasus kekerasan, Indonesia masih mengandalkan KUHP. Oleh karenanya, jika mengalami kekerasan ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan pelapor.
Untuk keperluan penyidikan, korban harus memiliki dokumentasi sebagai bukti kekerasan. Jika terjadi kekerasan fisik, misal, bisa dokumentasi bekas luka, bekas pukulan. Dokumentasi ini akan menjadi bukti kuat.
Bahrul menekankan untuk segera melapor ke pihak berwenang. Jika kesulitan, bisa melapor ke Komnas Perempuan melalui email ([email protected]) atau media sosial Komnas Perempuan seperti Instagram, Twitter, atau Facebook.
Korban sebaiknya segera mengamankan diri. Namun jika yang melapor merupakan pihak ketiga, pihak ketiga sebaiknya dibantu untuk mencari tempat yang lebih aman.
Jika Anda mengalami tindak kekerasan perempuan dalam rumah tangga atau mengetahui ada tindakan kekerasan pada perempuan yang terjadi di sekitar, maka jangan ragu untuk melaporkannya ke Komnas Perempuan.
(els/chs)