Studi terbaru menunjukkan, pandemi Covid-19 membuat sindrom iritasi usus atau irritable bowel syndrome (IBS) semakin memburuk. IBS adalah penyakit saluran cerna yang menimbulkan gejala berupa keluhan nyeri perut, kembung, diare atau konstipasi, tapi tak ditemukan kelainan anatomi pada penderita.
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Gastroenterology and Hepatology ini menganalisis data dari 2704 responden. Para responden ini berasal dari 33 negara di Asia yang meliputi Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Bangladesh, China, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.
Responden diminta mengisi kuesioner mengenai perilaku dan gejala yang muncul serta efek psikologis dari pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, 11,5 persen responden melaporkan mengalami IBS. Pasien dengan sindrom iritasi usus ini cenderung mengalami kualitas hidup yang lebih buruk secara emosional, sosial, dan psikologis.
Sekitar 11,6 persen pasien IBS melaporkan gejala yang memburuk. Sebanyak 61,6 persen melaporkan tidak ada perubahan dari gejala IBS yang dialami.
"Selama pandemi Covid-19, pasien IBS mengalami double burden. Sebagian pasien mengalami perburukan gejala serta merasa kesulitan mengikuti protokol kesehatan selama pandemi yang akan berisiko untuk terkena Covid-19 dengan gejala yang lebih berat," kata salah satu peneliti Profesor Ari Fahrial Syam dalam keterangan pers FKUI, Jumat (12/3).
Sebanyak 26,6 persen mengalami gejala yang membaik. Perbaikan gejala dinilai terjadi karena pandemi membuat pasien cenderung menjalani gaya hidup yang lebih baik karena bekerja dari rumah.
Penelitian ini juga mendapati sebanyak 4,7 persen partisipan yang belum pernah mengalami IBS, mengalami gejala menyerupai IBS dalam 3 bulan pertama pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, IBS merupakan gangguan sistem pencernaan yang sering dialami. Prevalensi global menunjukkan IBS terjadi pada 3-5 persen populasi.
(ptj/asr)