Jakarta, CNN Indonesia --
Sudah hampir 20 tahun Suwamana Wahyu Putra bekerja di industri perhotelan, yang berarti hampir berpuluh-puluh kali Hari Raya Nyepi ia rayakan sembari bekerja.
Menjelang ritual Catur Brata Penyepian dimulai, berupa ritual beribadah sembari berdiam diri di rumah, Wahyu sebisa mungkin sudah ada di hotel.
Sepanjang perjalanan ia berdoa memohon keselamatan sekaligus berharap tak bertemu pecalang, penjaga keamanan adat di Bali. Kalaupun akhirnya diberhentikan di tengah jalan, ia sudah sudah menyiapkan beragam alasan di kepalanya untuk bisa diizinkan bisa sampai ke hotel, demi melayani para tamu yang juga tak bisa keluar properti selama 24 jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi sejak dua tahun lalu, kala pandemi virus Corona melanda dunia, Wahyu bisa beribadah Nyepi di rumah bersama keluarganya yang jarang ia temui.
Pembatasan perjalanan membuat Bali, yang 70 persen ramai karena turis mancanegara, ikut sepi. Hampir tak ada tamu di hotel, sehingga dirinya tak perlu mindik-mindik keluar rumah untuk bekerja.
Baginya, pandemi membuat Nyepi terasa tak meriah, karena Nyepi sama dengan hari raya agama lain, padat ritual dan ramai oleh acara pertemuan.
Sudah dua tahun tak ada pawai ogoh-ogoh. Prosesi melasti juga dibatasi, sama dengan acara kumpul keluarga.
Hampir setahun pandemi melanda, industri pariwisata di Bali belum juga pulih. Cobaan pun datang pada awal tahun ini beberapa bulan sebelum Hari Raya Nyepi, ketika Wahyu dan beberapa rekannya terpaksa mengalami pengurangan karyawan di hotel tempatnya bekerja.
Wahyu mencoba berpikir positif dan menganggap momen tersebut sebagai "teguran" dari Sang Hyang Widhi, agar dirinya fokus terhadap keluarga setelah bertahun-tahun sibuk bekerja.
 Suwamana Wahyu Putra - CEO and founder of DIJIWA Sanctuaries. (Dok. Pribadi) |
Di saat dirinya tengah memasrahkan diri, tiba-tiba ia mendapat panggilan telepon dari salah satu rekan bisnisnya untuk membangun sebuah manajemen hotel baru. Bahkan ada rencana untuk membuka sepuluh hotel baru di Bali pada tahun ini.
Saat ini Wahyu kembali sibuk menjadi hotelier, tepatnya sebagai CEO dan founder. Sebisa mungkin ia mempekerjakan kembali teman-temannya dalam manajemen hotel barunya yang dinamakan Dijiwa Sanctuaries.
Sedikit demi sedikit, rasa optimisnya kembali bertumbuh, seperti yang terdengar dari nada bicaranya saat diwawancara oleh CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon pada Rabu (17/3).
"Jika ditanya apakah percaya diri untuk membuka hotel di tengah pandemi, secara bisnis jawabannya tidak. Tapi momen ini bisa kami gunakan sebagai waktu persiapan saat Bali dibuka kembali dan industri pariwisata bergairah kembali, kemungkinan Q1 dan Q2 pada 2022," kata Wahyu.
Ia menjelaskan kalau manajemen hotelnya akan fokus pada layanan yang berkonsep holistik, sehingga hotel tak hanya menjadi bangunan tempat orang menginap, tapi juga suaka bagi turis yang mendambakan kedamaian hati dalam perjalanan wisatanya.
Membuka hotel, kata Wahyu, sama susahnya dengan menutup hotel. Ada pertimbangan dana dan tanggung jawab terhadap SDM.
Oleh karena itu perencanaan yang matang sangat diperlukan saat mengoperasikan hotel lagi pascapandemi yang disebut lebih berdampak buruk dari momen krisis finansial 2008, bom Bali, sampai meletusnya Gunung Agung.
"Pengelola harus kreatif untuk terus mengoperasikan hotelnya. Saat ini ada tren work from destination dan staycation dari turis domestik, mengapa tidak kita manfaatkan itu. Tinggal bagaimana membuat hotelnya jadi senyaman mungkin bagi tamu. Dalam hal ini manajemen hotel saya fokus terhadap konsep holistik, well being," ujarnya.
Wahyu merasa senang begitu membaca berita bahwa tiga kawasan di Bali, yakni Ubud, Sanur, dan Nusa Dua, akan dibuka kembali untuk turis domestik dan mancanegara pada 17 Agustus 2021.
Ia juga bisa sedikit mengurangi kekhawatirannya jika hotel-hotelnya kembali beroperasi, karena saat ini telah ada program vaksinasi untuk pekerja wisata di Bali.
Selain berterimakasih kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sudah bekerja keras mengusahakan pembukaan gerbang pariwisata di provinsi yang amat bergantung pada pariwisata ini, Wahyu sekaligus mengingatkan bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar setelah Bali dibuka.
"Saya menginginkan pemerintah memiliki prosedur yang jelas dan tegas tentang bagaimana cara turis mancanegara bisa datang lagi. Ketersediaan fasilitas medis yang mumpuni juga perlu. Apa syarat masuknya, berapa lama dan di mana mereka akan dikarantina. Dan tentu saja aturan-aturan tersebut harus bebas pungli sehingga yang datang juga merasa tidak disulitkan," kata Wahyu.
Tak hanya kepada pemerintah, Wahyu juga berharap penghuni Pulau Dewata ikut bersiap menerima kedatangan turis mancanegara, salah satunya dengan mematuhi protokol kesehatan seperti mengenakan masker, mencuci tangan, dan melakukan jarak fisik.
Sesuai anjuran CHSE dari Kemenparekraf, Wahyu mengatakan saat ini sebagian besar tempat di Bali pun sudah menerapkan aturan 'No Mask, No Service' alias tak akan dilayani jika tak memakai masker. Warga lokal bisa lebih patuh, namun beberapa pendatang asing masih saja melanggarnya.
"Karena bukan hanya vaksinasi, jumlah kasus penularan serta kematian akibat virus Corona di Bali juga harus turun demi menumbuhkan rasa kepercayaan internasional," pungkas Wahyu.