Terletak di Jalan Veteran dan menghadap ke Sungai Ciliwung, Istana Negara membelakangi Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional dan dihubungkan oleh Halaman Tengah.
Kompleks Istana Negara meliputi beberapa bangunan lain, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.
Sebelum digunakan Presiden Republik Indonesia, bangunan ini merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mulai membangun kediamannya pada 1796, (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten) sampai dengan 1804 (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg).
Pada 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu istana ini dijuluki Hotel Gubernur Jenderal.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Istana Negara menjadi kantor Presiden Republik Indonesia.
Bangunan ini juga saksi sejarah atas penandatanganan naskah Persetujuan Linggajati pada 25 Maret 1896.
Karena kompleks Istana Negara dianggap sesak, pemerintah Hindia-Belanda lalu membangun Istana Merdeka pada 1873 yang lalu dibuka pada 1979.
Warga sering menyebut bangunan yang menghadap langsung ke Lapangan Merdeka ini sebagai Istana Gambir, karena banyak Pohon Gambir yang tumbuh di sekitarnya.
Istana Merdeka menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949.
Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J. Lovink, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Istana Negara menjadi kantor sekaligus kediaman Presiden Republik Indonesia.
Selain Presiden Sukarno, yang mendiami istana ini adalah Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
![]() |
![]() |
Istana Bogor dibangun pada Agustus 1744 dan bertingkat tiga. Awalnya berfungsi sebagai rumah peristirahatan pemimpin Hindia-Belanda.
Sejak 1870 hingga 1942, sebanyak 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris pernah bermukim di sini.
Istana Bogor resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia pada 1950.
Istana ini juga dekat dengan Kebun Raya Bogor. Presiden Soeharto lalu mengizinkan warga mengunjungi komplek istana pada 1968.
Saat ini Presiden Joko Widodo mendiami Istana Bogor.
Rusa-rusa yang berkeliaran di halamannya berasal dari Nepal yang dirawat dari awal istana dibuka sampai sekarang.
Istana Cipanas berbeda lokasi dengan Istana Bogor.
Istana Cipanas terletak di antara jalur Jalan Raya Jakarta dan Bandung arah Puncak. Tepatnya, istana ini berlokasi di Desa Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, di kaki Gunung Gede, Jawa Barat.
Bangunan istana berdiri di atas area lebih kurang 26 hektare, dengan luas bangunan sekitar 7.760 meter persegi.
Pembangunannya dimulai pada tahun 1740 oleh seorang tuan tanah Belanda, bernama Van Heots, karena daya tarik sumber air panas alaminya.
Berada di ketinggian yang berhawa sejuk membuat Istana Cipanas dibangun sebagai tempat peristirahatan, sejak pemimpin Hindia-Belanda hingga kini Presiden Indonesia.
Halamannya terbagi dalam dua area, yakni area taman istana dan area hutan istana. Di dalamnya berdiri pula sebuah rumah kebun mungil, tempat merancang bunga taman istana.
Kigelia aethiopica Decne in Delles, salah satu pohon dari keluarga Bignoniaceae dan pohon kayu manis, tumbuh hampir di setiap sudut halaman Istana Cipanas.
![]() |
Istana Yogyakarta bermula dari rumah kediaman resmi seorang Residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas pembangunan bangunan yang dinamakan Gedung Agung ini.
Gedung itu didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda, dengan arsiteknya bernama A Payen. Dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung ini tertunda. Pembangunan kembali dilanjutkan setelah perang itu usai (1832).
Pada tanggal 10 Juni 1867, di Yogyakarta, terjadi musibah gempa bumi dua kali pada hari yang sama. Salah satu akibatnya, tempat kediaman resmi Residen Belanda itu runtuh; rumah itu ambruk.
Bangunan baru lantas didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Yogyakarta yang sekarang disebut Gedung Negara.
Gedung Agung menjadi istana kepresidenan tatkala pusat pemerintah Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 6 Januari 1946.
Bangunan itu lalu menjadi rumah kediaman Presiden Sukarno beserta keluarganya.
Agresi Militer II mmebuat Presiden Sukarno dan keluarganya harus diasingkan ke luar Pulau Jawa. Pada 1949 mereka kembali menempati Istana Yogyakarta, namun di akhir tahun pusat pemerintahan Indonesia kembali dipindahkan ke Jakarta.
Hawa kawasan Gianyar yang sejuk membuat bangunan istana kepresidenan di Bali ini berfungsi sebagai rumah peristirahatan Presiden Indonesia dan tamu-tamunya.
Istana Kepresidenan Tampaksiring merupakan satu-satunya istana kepresidenan yang dibangun setelah Indonesia merdeka. Pembangunannya dimulai 1957 sampai dengan 1960.
Pemandangan alam di sekitar Istana Tampaksiring sangatlah indah. Di sebelah utara tampak Gunung Batur dan agak ke arah timur tampak Gunung Agung.