TBC adalah penyakit yang menyerang paru. Anggapan ini sebenarnya tidak salah. Alfian menuturkan sebanyak 70 persen kasus TB global merupakan TBC paru. Namun perlu diketahui bahwa manifestasi TB tak hanya di paru tapi juga seluruh organ tubuh manusia.
"Manifestasi di luar paru (TB ekstra paru) kerap tidak terlihat dan dirasakan sendiri oleh pasien. Wajar masyarakat tahunya TB paru karena TB paru kan ada batuk, jadi gejalanya kelihatan," imbuhnya.
TB ekstra paru bisa menyerang kelenjar, ginjal, liver, sistem pencernaan termasuk usus, esofagus, payudara dan indung telur pada perempuan, bahkan skrotum pada laki-laki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baik Alfian dan Arief menegaskan TBC bisa sembuh dengan syarat pasien patuh akan regimen pengobatan. Kementerian Kesehatan mengangkat kampanye TOSS, Temukan Obati Sampai Sembuh. Pasien minimal menjalani 6 bulan pengobatan dengan mengikuti saran dokter.
Lama pengobatan TB bisa bervariasi tergantung organ yang terinfeksi. Umumnya, pengobatan minimal berlangsung selama 6 bulan.
Namun, kata Alfian, pasien kerap berhenti mengonsumsi obat di bulan keempat karena tubuh sudah lebih nyaman dan gejala tidak timbul lagi. Padahal ini bisa menimbulkan masalah baru sebab ada risiko bakteri penyebab TB belum mati sepenuhnya.
"Meski kecil, bakteri ada kemampuan bermutasi jadi lebih ganas. Yang paling ditakutkan ini kalau MDR, multi drugs resistance atau kemudian menjadi extended drug resistance (XDR)," katanya.
Seperti tertulis di laman TB Indonesia, pasien dinyatakan TB MDR saat kebal terhadap dua jenis obat pokok TB (INH dan Rifampisin) dari total empat jenis obat atau kebal terhadap obat lini pertama lainnya.
Sedangkan TB XDR saat pasien mengalami TB MDR disertai kekebalan terhadap obat anti TB lini kedua (golongan fluorokuinolon dan satu obat anti TB lini kedua berupa suntikan seperti kanamisin, amikasin atau kapreomisin).
Dia menjelaskan saat pasien mengalami kekebalan maka pengobatan akan berlangsung lebih lama dan jumlah obat yang dikonsumsi akan jauh lebih banyak dari sebelumnya. Sangat disarankan pasien mengikuti langkah pengobatan yang sudah diberikan dokter. Kemudian hanya dokter yang berhak menyatakan pasien sudah boleh berhenti minum obat dan sembuh dari TB.
Meski harapan untuk sembuh sangat besar apalagi sudah terdapat obat-obatan penunjang, tidak jarang pasien menyerah di tengah jalan akibat efek samping obat. Beberapa pasien kerap mengeluh mengonsumsi obat dan menghadapi efek samping seperti mual, muntah, persendian linu, mata kuning, gatal-gatal.
"Tidak semua pasien mengalami efek samping. Dari awal kami menjelaskan ke pasien, kalau ada efek samping, segera cek supaya diberikan obat untuk mengurangi efek samping," kata Arief.
(els/agn)