Arab Saudi juga membangun kota hiburan bergaya Walt Disney yang dikenal sebagai Qiddiya, dan tujuan resor mewah di sepanjang Laut Merah - keduanya bernilai ratusan miliar dolar.
"Perkembangan ini seharusnya mendorong lebih banyak pembelanjaan lokal," kata laporan tahun 2019 oleh perusahaan konsultan global McKinsey.
"Saat ini, lebih dari 50 persen pengeluaran Saudi untuk rekreasi dan hiburan berada di luar kerajaan, dengan kategori seperti kemewahan mendekati 70 persen."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, mahalnya harga menikmati hal-hal tersebut telah menimbulkan kebencian publik, terutama setelah pajak pertambahan nilai yang naik tiga kali lipat tahun lalu.
Sewa harian dari "glamps" tenda di oasis menelan biaya lebih dari 13 ribu riyal (US$3.500).
"Kemewahan itu menghabiskan gaji saya hampir sebulan," kata seorang pekerja media Saudi kepada AFP, yang menolak disebutkan namanya.
"Lelucon di kantor saya adalah; destinasi ini melayani sekelompok orang yang tidak akan menggunakan kertas toilet kecuali jika terbuat dari sutra asli. Ini menargetkan kalangan atas, satu persen teratas."
Adel Alrajab, kepala eksekutif Seven Experience, salah satu perusahaan yang membantu mendirikan Oasis Riyadh, mengakui bahwa bisnisnya "tidak menargetkan semua orang".
"Anda tidak mengharapkan seluruh kalarangan untuk pergi ke hotel bintang lima atau enam," katanya kepada AFP.
Pada 2019, Turki al-Sheikh, kepala Otoritas Hiburan Umum kerajaan mendapat kritik setelah dia menyarankan orang Saudi yang berjuang secara finansial dapat mengambil hutang kartu kredit untuk membayar kegiatan hiburan.
"Pendekatan 'hanya untuk orang kaya' ini bisa menjadi bumerang," kata seorang pejabat Barat yang berbasis di Teluk kepada AFP.
"(Kerajaan) harus menemukan keseimbangan antara harga dan memastikan partisipasi Saudi yang lebih luas."
(afp/ard)