Sementara itu, Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Vensya Sitohang menuturkan target akses air minum aman di 2030 tidak akan bisa dicapai tanpa kerjasama dengan berbagai pihak. Pasalnya air minum jadi hajat hidup orang banyak. Dia berkata survei ini nantinya akan dilanjutkan dengan surveilans ke rumah tangga-rumah tangga.
Selain upaya surveilans kualitas air minum rumah tangga, dia memberikan rekomendasi antara lain, peningkatan kapasitas sanitasi lingkungan dalam melaksanakan surveilans kualitas air minum, advokasi pada pemangku kepentingan di pusat dan daerah tentang pentingnya perbaikan kualitas air minum secara fisik, mikrobiologi dan kimia, advokasi lintas sektor terkait penyediaan sumber air minum layak dan perbaikan sarana air minum yang belum layak, dan peningkatan sikap dan perilaku rumah tangga Indonesia dalam pengelolaan air minum secara aman.
"Enggak guna air minum layak tapi bikin sakit, menimbulkan beban [biaya kesehatan]. Kalau ada kesadaran ini, ada kepentingan atau kebutuhan air minum aman. Kami optimistis, tahun ke tahun target bisa tercapai," katanya dalam kesempatan serupa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hasil survei, Bambang Wispriyono dari Komite Ahli Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan mengatakan ada empat sumber air yang ke depan musti jadi fokus yakni, air tanah, air isi ulang (air pegunungan) air pipa dan air kemasan. Rupanya air isi ulang jadi primadona.
Padahal sempat ada riset dari dosen Universitas Padjajaran yang menemukan bahwa 50 persen air isi ulang di Kabupaten Bandung terkontaminasi E. coli. Jika ditilik, air isi ulang memang sangat murah dibanding air kemasan atau air perpipaan.
"Apa yang perlu di-skilled up? Ada environment, lingkungan, kita menjaga sumber mata air, technology atau teknologi memadai termasuk infrastruktur air, commitment yakni komitmen, kemauan untuk merawat [misal dengan biaya langganan PDAM], lalu behaviour, perilaku, gimana mengubah persepsi masyarakat untuk mau mengakses sumber air minum aman," jelasnya.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dalam kesempatan serupa berkata akses air bersih masih jauh dari memadai termasuk di Jakarta. Pengaduan konsumen terkait air menempati urutan ketujuh jenis aduan yang masuk ke YLKI.
Dia kemudian mengingatkan jangan sampai fokus pada capaian akses air minum aman melupakan ancaman krisis air bersih terlebih di Pulau Jawa.
Pembangunan, industrialisasi, keperluan bisnis membuat tanah resapan makin sempit dan berujung stok air tanah menipis. Yang tampak sekarang, pembangunan tol Trans Jawa jelas memicu perkembangan ekonomi diiringi pembangunan fasilitas.
"Justru harus paling waspada dari sisi hulu, terutama ancaman krisis air bersih di Pulau Jawa," katanya.
(mel/agn)