Perdebatan terakhir adalah masalah biaya pembangunan masjid Istiqlal. Abu Hurairah menjelaskan, sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia tidak mempunyai banyak uang untuk membangun sebuah masjid besar.
"Kalau saya bilang, keputusan pembangunannya nekat," ucap dia sambil tertawa.
Tapi berkaca beberapa perdebatan yang sebelum-sebelumnya, para penggagas Masjid Istiqlal selalu menemukan jalan keluar. Begitu pun dengan masalah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abu Hurairah bercerita, untungnya warga Indonesia masih mempunyai toleransi dan rasa saling membantu atau istilahnya 'gotong royong'.
Meski Istiqlal adalah masjid milik negara, tapi hampir 90 persen pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud oleh Abu Hurairah adalah masyarakat dari berbagai jenis latar belakang yang berbeda-beda.
"Ada orang China yang ikut serta dalam pendanaan. Bahkan ada saudagar kaya yang berasal dari Riau, menyumbang Rp200 juta pada dekade 1950-an itu," ucapnya.
"Pekerja pembangunannya juga berasal dari latar belakang agama dan suku yang beragam di Indonesia," lanjutnya.
Setelah melalui berbagai perdebatan, kontroversi, dan masalah pendanaan, akhirnya pembangunan Masjid Istiqlal rampung pada 1978 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Total dana pembangunannya Rp7 miliar.
Masjid Istiqlal hingga saat ini masih berdiri dengan gagah. Ia seakan menjadi saksi bisu perkembangan kebhinekaan di Indonesia.
Selama masa pandemi virus Corona, Masjid Istiqlal masih menutup pintunya demi mengurangi kasus penularan akibat kerumunan.
![]() |