Di tengah vaksinasi Covid-19 yang sedang digencarkan, muncul harapan baik bagi para pasien long-Covid. Vaksin disebut berpotensi membantu memperbaiki kondisi pasien long-Covid.
Jessamyn Smyth, misalnya, seorang penyintas yang mengalami gejala long-Covid, mengaku tubuhnya lebih baik setelah mendapatkan vaksin Covid-19, Pfizer/BioNTech.
Setelah terinfeksi pada Maret 2020, Smyth mengaku terus mengalami gejala dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Selama berbulan-bulan, dia mengalami sesak napas, detak jantung cepat dan tidak teratur, serta ruam kulit yang tidak biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Smyth juga mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata.
Namun, dalam beberapa minggu setelah mendapatkan dosis kedua vaksin, rasa lelah dan berbagai masalah kognitifnya terasa hilang dan membaik.
Kisah-kisah seperti yang dialami Smyth tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Kisah-kisah itu menawarkan kemungkinan akan manfaat vaksin Covid-19 untuk memulihkan penyintas dari gejala long-Covid.
National Institutes of Health mencatat, 10-30 persen penyintas Covid-19 mengalami gejala jangka panjang yang bertahan lama. Namun, para ahli belum memhami penyebabnya. Ahli juga tak tahu pasti berapa lama gejala long-Covid ini akan membaik.
Dalam kasus Smyth, detak jantung istirahatnya berubah menjadi sekitar 50-60, setelah sebelumnya tercatat 150 detak per menit saat mengalami long-Covid.
"Saya mulai merasa seperti diri saya sendiri untuk pertama kalinya dalam setahun," ujar Smyth, melansir CNN.
Judy Dodd adalah pasien long-Covid lainnya yang turut merasa lebih baik setelah mendapatkan vaksinasi.
"Setelah vaksin kedua, saya mengalami demam tinggi, kelelahan, dan sakit kepala parah dalam beberapa hari. Tapi, pada hari keempat, saya tiba-tiba merasa segar," ujar Dodd.
Tak hanya itu, sesak napas, sakit kepala, dan rasa lelah yang sebelumnya kerap dialami Dodd pun turut hilang setelah mendapatkan vaksin.
Sejauh ini, studi mengenai efektivitas vaksin Covid-19 masih sangat terbatas.
Sebuah studi observasional di Inggris dilakukan baru-baru ini. Namun, studi masih dipublikasikan dalam bentuk pracetak atau hasil penelitian awal yang belum melewati proses peer-review.
Studi membandingkan gejala pada pasien long-Covid yang mendapatkan vaksinasi dengan yang tidak. Hasilnya, sekitar 23 persen dari yang mendapatkan vaksinasi melaporkan perbaikan gejala. Sementara pada kelompok yang tidak mendapatkan vaksinasi, hanya 15 persen di antaranya yang melaporkan perbaikan.
Sayangnya, sampel yang digunakan dalam studi tersebut terlalu sedikit untuk mendapatkan kesimpulan. Studi hanya mengikutsertakan 44 pasien.
Ahli penyakit menular dari Columbia University, Daniel Griffin mengatakan bahwa long-Covid adalah ancaman yang nyata. Banyak dari pasien long-Covid, sebutnya, mengaku membaik setelah vaksinasi.
"Mereka melaporkan bahwa setelah vaksinasi, mereka mengalami perbaikan yang signifikan dari gejala long-Covid," ujar Griffin.
Griffin memperkirakan sebanyak 30-40 persen pasien long-Covid mengaku lebih baik setelah vaksinasi.
(asr)