Jakarta, CNN Indonesia --
Program vaksinasi covid-19 masih berjalan sampai saat ini. Pemberian vaksin diharapkan bisa membantu menciptakan antibodi dalam tubuh yang bisa mencegah infeksi berat dan parah jika dinyatakan positif covid-19. Namun ada penyebab antibodi tidak terbentuk setelah vaksin.
Bagaimana vaksin bisa melindungi tubuh?
Mengutip laman WHO vaksin melindungi dengan menginduksi mekanisme efektor (sel atau molekul) mampu dengan cepat mengendalikan replikasi patogen atau menonaktifkan komponen toksiknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja yang jadi pertanyaan selanjutnya apakah mungkin antibodi tidak terbentuk setelah vaksinasi?
Mengutip Jurnal Human Vaccines and Immunotherapeutics, sekitar 2-10 persen orang mengalami antibody non responder atau gagal membentuk antibodi.
Istilah non-responsif atau kegagalan vaksinasi primer saat ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan inang atau pemberi vaksin untuk memasang respon antibodi pelindung yang cukup setelah vaksinasi primer atau booster.
Definisi umum kegagalan vaksinasi didasarkan pada 2 aspek; faktor terkait vaksin dan host. Sementara kekurangan vaksin (seperti atenuasi yang tidak lengkap, rute atau jadwal imunisasi yang salah, atau kegagalan pengiriman vaksin.
Jurnal tersebut juga mengungkapkan bahwa ada 2 faktor utama yang jadi penyebab antibodi tak terbentuk usai vaksin.
Faktor primer ini dikaitkan dengan kegagalan atenuasi vaksin, jadwal imunisasi yang salah, atau pemberian vaksin. Dalam konteks faktor primer ini, ditandai dengan hilangnya perlindungan usia efektivitas awal.
Sedangkan faktor sekunder dikaitkan dengan faktor genetik seseorang, status kekebalan tubuh, usia, kesehatan, dan status gizi.
Di antara kedua faktor penyebab antibodi tak terbentuk usai vaksin ini, faktor primer bisa diatasi lewat perbaikan logistik. Namun faktor sekunder untuk orang non responder lebih sulit untuk 'dikendalikan.'
Ada beberapa sifat vaksin yang mempengaruhi efektivitas vaksin dan juga penyebab antibodi tidak terbentuk.
Ada penjelasan lebih lanjut terkait penyebab antibodi tidak terbentuk usai vaksinasi.
Mengutip Jurnal Clinical Microbiology Reviews, ada variasi substansial antar individu yang berpengaruh dalam respon imun terhadap vaksinasi.
1. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi respon vaksin, terutama pada usia kehidupan yang ekstrim. Bayi harus menerima imunisasi sedini mungkin untuk meminimalkan waktu mereka rentan terhadap infeksi. Ini juga menjadi salah satu alasan ada banyak imunisasi yang diberikan saat bayi.
Studi di tahun 1950-an berusaha untuk menetapkan usia optimal untuk memulai vaksinasi namun ini berbeda-beda dalam tiap vaksinasinya.
Ketidaktanggapan pembentukan antibodi meningkat seiring bertambahnya usia dan khususnya vaksinasi terhadap vaksin baru pada orang> 65 tahun dikaitkan dengan tingkat rendah / non-responden yang tinggi, yang menunjukkan bahwa jadwal dan dosis vaksin (setidaknya untuk vaksinasi primer) harus disesuaikan dengan usia.
2. Jenis kelamin
Dalam beberapa jenis vaksin, studi menyebut bahwa perempuan memiliki respons antibodi yang lebih tinggi dibanding laki-laki, misalnya pada vaksinasi dengue dan juga HepA.
3. Genetika
Berbagai kelompok etnis yang tinggal di lokasi yang sama memiliki tanggapan yang bervariasi terhadap vaksinasi dan penurunan antibodi, yang menunjukkan pengaruh genetik pada tanggapan vaksin. Studi terhadap anak kembar memperkirakan tingkat heritabilitas menjadi 36 hingga 90 persen untuk respons humoral dan 39 hingga 90 persen untuk respons seluler.
4. Antigen golongan darah
Antigen golongan darah adalah reseptor atau koreseptor penting bagi mikroorganisme. Selain itu, mereka juga dapat memodifikasi respon imun bawaan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kemungkinan besar antigen golongan darah mempengaruhi tanggapan terhadap vaksinasi.
5. Komorbiditas
Komorbiditas atau penyakit bawaan juga berpengaruh pada respons antibodi pascavaksin, termasuk kondisi kesehatan seperti alergi dan obesitas
Sejumlah penelitian telah menyelidiki tanggapan vaksin pada anak-anak dengan penyakit celiac (CD). Sebagian besar menemukan bahwa anak-anak dengan CD memiliki tanggapan antibodi yang lebih rendah terhadap vaksinasi HepB, dengan penurunan antibodi yang lebih cepat.
"Intinya, sistem imun manusia itu sangat kompleks, kekebalan tidak hanya ditentukan oleh antibodi, banyak faktor dan sel imun lain yang juga berperan tapi tidak semua bisa diperiksa," tulis dokter penyakit dalam RA Adaninggar dalam unggahan instagramnya.
"Efektivitas vaksin tidak tergantung berapa kadar antibodi, tapi ditentukan oleh sistem imun masing-masing orang, perilaku dan pola hidup bersih dan sehat, faktor vaksin itu sendiri, dan varian virus yang ada di sekitar kita. Jadi tinggi rendahnya titer antibodi tidak bisa menunjukkan pasti kekebalan seseorang."
Pada intinya, penyebab antibodi tidak terbentuk dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu primer dan sekunder.