Hari raya Idulfitri menjadi hari yang selalu dinantikan bagi seluruh umat Islam, tidak terkecuali warga Desa Tanjung Berugo, di Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Selain terkenal dengan kekayaan sumber daya alam dan objek wisatanya, Desa Tanjung Berugo juga memiliki tradisi yang sampai kini masih terus dilestarikan oleh masyarakat setempat, salah satunya ialah Kenduri Pusako.
Seorang tokoh masyarakat dari Desa Tanjung Berugo, M Isa menjelaskan, tradisi Kenduri Pusako terus dilestarikan oleh warga Tanjung Berugo dan dilaksanakan pada hari ketiga Lebaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenduri Pusako selalu dilaksanakan setiap Lebaran hari ketiga, kami seluruh warga desa berkumpul di rumah kepala dusun untuk sama-sama melaksanakan tradisi ini," kata Isa, seperti yang dikutip dari ANTARA pada Selasa (18/5).
Kenduri Pusako ialah penghormatan kepada para pendiri desa, yaitu kepada Nenek Rio Jemenang dan Nenek Rio Jago Karti. Berdasarkan informasi yang dihimpun Isa, mereka berasal dari Tanah Jawa.
"Pusako" yang dimaksud adalah peninggalan mereka berupa dua helai kain yang disebut "Dita".
"Ya seperti sorban, kami menyebutkanya Dita," kata Isa.
Pada Kenduri Pusako inilah Dita akan diperlihatkan kepada seluruh masyarakat Desa Tanjung Berugo.
Kemudian para nenek mamak Desa Tanjung Berugo akan membacakan "Perago" atau sejarah Pusako ini di hadapan seluruh warga.
Setelah itu, seluruh warga desa bersama-sama mendoakan kedua pendiri desa ini, sekaligus berdoa untuk kesehatan dan keselamatan seluruh warga desa.
"Kami berdoa bersama untuk almarhum semoga yang Maha Kuasa memberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Banyak juga yang membayar nazar saat Kenduri Pusako, misalnya kemarin ada anak yang sakit, lalu kalau sehat akan nazar saat Kenduri Pusako. Dan Itu mereka lakukan saat Kenduri Pusako, misalnya dengan kasih ayam buat warga makan bersama-sama saat Kenduri Pusako," katanya.
Isa menambahkan, Kenduri Pusako tidak bisa disepelekan dan ditinggalkan begitu saja oleh warga desa. Sebagai warisan leluhur, Pusako ini harus dijaga dengan baik.
Saat ini Pusako disimpan dengan baik di rumah Kepala Dusun dan tidak boleh sembarang orang memegangnya.
Pusako atau Dita sendiri diprediksi sudah berumur 400 tahun lebih.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...